Jalan Terjal Mengembalikan Perdamaian di Myanmar

Seorang pengunjuk rasa memegang poster dengan gambar pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi (kanan) yang ditahan dan presiden Win Myint saat demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar pada Sabtu (6/2/2021). Ribuan orang turun ke jalan-jalan untuk melawan kudeta. (YE AUNG THU / AFP)

Suarakampus.com- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dijadwalkan berlangsung hari ini, Sabtu (24/04) pagi, di Kantor Sekretariat ASEAN, Jakarta. KTT tersebut diagendakan untuk membahas konflik akibat kudeta oleh militer Myanmar yang telah berlangsung sejak 1 Februari lalu.

Dalam KTT tersebut, para pemimpin negara-negara Asia Tenggara akan membujuk junta Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan membiarkan aliran bantuan. Pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing akan bergabung dalam pertemuan tersebut. Ini merupakan perjalanan resmi pertamanya ke luar negeri sejak kudeta yang menggulingkan pemerintahan resmi pimpinan Aung San Suu Kyi.

Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pemerintah Persatuan Nsional Myanmar (NUG), Moe Zaw Oo mengatakan ASEAN tidak menjangkau mereka. Pemerintah Persatuan Nasional dibentuk oleh parlemen Myanmar yang dibubarkan junta militer yang dideklarasikan pada 16 April lalu.

“Jika ASEAN ingin membantu menyelesaikan situasi Myanmar, mereka tidak akan mencapai apa pun tanpa melibatkan Pemerintah Persatuan Nasional, yang didukung oleh rakyat dan memiliki legitimasi penuh,” kata Moe dilansir Aljazeera.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan kepada Reuters mengatakan, telah bertemu dengan utusan khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener, pada Jumat (23/04), membahas bagaimana komunitas internasional dapat mengambil peran konstruktif dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian di Myanmar.

“Tragedi yang terjadi memiliki dampak serius bagi Myanmar, ASEAN, dan kawasan,” katanya.

Sementara itu, surat terbuka yang ditandatangani oleh 473 organisasi internasional yang tergabung dalam Asean Sogie Caucus (ASC) menyambut baik kehadiran KTT ASEAN. “Keputusan tersebut diharapkan dapat menjadi preseden dan mencerminkan komitmen para pemimpin Negara ASEAN untuk menangani situasi mengerikan di Myanmar menggunakan badan pembuat kebijakan tingkat tinggi,” tulis ASC dalam keterangan resminya.

Namun, ASC menyayangkan keputusan KTT ASEAN yang turut menghadirkan Pemimpin junta Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, yang seolah-oleh memberi legitimasi kepada pemerintah junta militer. Asean Sogie Caucus pun menyebut, seharusnya KTT ASEAN melibatkan Pemerintah Persatuan Nasional yang diwakili 76% dari anggota parlemen terpilih pada Pemilu 2020 lalu, yang kini telah dibubarkan pemerintah militer.

Foto: Reuters

“Oleh karena itu, Myanmar harus diwakili Pemerintah Persatuan Nasional, bukan oleh junta ilegal yang mengambil kendali penuh negara secara paksa melalui kebrutalan,” tulis ASC dalam surat terbuka untuk Pemimpin ASEAN.

ASC juga mengkhawatirkan sikap KTT yang bakal beranggapan krisis Myanmar merupakan urusan dalam negeri Seribu Pagoda itu, sehingga menahan diri untuk mengintervensi demi menghormati ‘kedaulatan negara’. “Dengan perbedaan pandangan politik Negara ASEAN saat ini, kami prihatin sejauh mana KTT ASEAN dapat menciptakan intervensi untuk menyelesaikan konflik Myanmar”.

Untuk itu, organisasi-organisasi lintas negara yang tergabung dalam ACS melayangkan sembilan tuntutan kepada para Pemimpin ASEAN, sebagai berikut.

  1. Menolak kehadiran junta militer sebagai wakil Myanmar di KTT.
  2. Berikan kursi Myanmar di KTT ASEAN kepada perwakilan yang sah, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).
  3. Menyerukan agar semua kekerasan terhadap demonstran serta jurnalis dihentikan, pembebasan semua tahanan politik, termasuk pembela hak asasi manusia dan pencabutan semua pembatasan internet dan komunikasi.
  4. Menetapkan respon yang solid dan dan terkoordinasi antara ASEAN, Dewan Keamanan PBB dengan mengirimkan delegasi ke Myanmar untuk memantau situasi dan mengakhiri kekerasan.
  5. Mendukung komunitas internasional untuk melakukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi yang ditargetkan terhadap militer, personel dan entitas bisnis yang terkait dengan militer.
  6. Memastikan akses untuk bantuan kemanusiaan dan dukungan kesehatan ke semua daerah yang terkena dampak di Myanmar, termasuk membuka koridor bantuan kemanusiaan internasional.
  7. Mengedepankan keselamatan, keamanan dan kesejahteraan pencari suaka dan pengungsi Myanmar, termasuk Rohingnya, sebagai salah satu prioritasnya.
  8. Negara-negara ASEAN tidak boleh memulangkan pekerja migran dan pengungsi Myanmar tanpa memandang status mereka.
  9. Mengambil tindakan subtansial terhadap Myanmar, termasuk menangguhkan keanggotaan Myanmar di ASEAN, dan hanya akan mencabut penangguhan setelah junta menerima otoritas NUG, militer menempatkan dirinya secara penuh di bawah kendali NUG, junta dibawa ke Internasional Criminal Corut (ICC), dan demokrasi sepenuhnya dibangun.

Hingga hari ini, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok aktivis Myanmar, mengatakan sebanyak 745 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta dan 3.371 orang berada dalam tahanan.

Penulis: Nandito Putra

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Selamat(kan) Jalan Demokrasi Indonesia

Next Post

Luahan Rasa

Related Posts
Total
0
Share
410 Gone

410 Gone


openresty