Urgensi Penerapan Jurnalisme Data untuk Insan Pers

Ilustrasi Jurnalisme Data (Sumber: (123RF.com/melpomen)

Suarakampus.com- Laporan berbentuk data bukanlah barang baru dalam dunia jurnalistik. Sebab, jurnalisme data sudah berkembang selama ratusan tahun dan di era saat ini keberadaanya sangat diperlukan.

Hadirnya jurnalisme data tentu menjadi angin segar kepada khalayak di tengah maraknya berita yang tidak akurat. Jurnalisme data sendiri memiliki arti proses liputan berita berdasarkan statistik.

Selaku Redaktur Pelaksana Project Multatuli, Mawa Kresna menyebut peran jurnalisme data sangat penting untuk membuktikan peristiwa yang sedang terjadi. Katanya, seorang jurnalis mesti menjelaskan data secara utuh dan detail agar bisa dimengerti masyarakat.

“Saat ini, data digital semakin menggunung dan mudah diakses. Untuk itu, wartawan harus bisa memproduksi berita maupun informasi yang kaya akan data,” paparnya dalam Pelatihan Jurnalistik Lanjut Tingkat Nasional (PJLTN) yang diselenggarakan LPM Bahana Universitas Riau, Minggu (25/07).

Diterangkan lebih lanjut, ia membagi lima kategori sumber data yang bisa diambil oleh seorang jurnalis. “Yakni data publik, data yang dibocorkan, data berbayar, data terbuka dan database yang diproduksi sendiri,” rincinya.

Jurnalisme Data dan Praktiknya di Indonesia

Di Indonesia, penggunaan data dalam karya jurnalistik sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Adalah Kompas yang gemar menerapkan riset dan penelitian di dalam liputannya. “Sedangkan di era saat ini, selain Kompas, media lainnya seperti Tempo, Tirto, Lokadata maupun Katadata juga sering menerapkan jurnalisme data” terang Mawa Kresna.

“Untuk contoh tulisan jurnalisme data, kita bisa melihatnya pada tulisan yang dipublikasikan tagar.id berjudul Alam Pikir Slank,” ungkapnya.

Kendati demikian, hal tersebut tidak diimbangi oleh wartawan sekarang yang masih mengedepankan prinsip jurnalisme daring. Seperti diketahui, jurnalisme daring tersebut sangat mengedepankan kecepatan dan aktualitas, berbeda dengan jurnalisme data yang membutuhkan waktu cukup lama.

Bahkan,  terdapat sejumlah wartawan dalam liputan yang tidak mengevaluasi ucapan narasumber dan menerimanya secara mentah. Praktik tersebut, katanya, disebut dengan “Jurnalisme Ludah”.

“Hal ini rutin terjadi saat pandemi, di mana wartawan hanya terpaku dengan apa yang dikatakan pemerintah. Padahal, jika kita mampu menganalisis data di lapangan, sering ditemukan ketidaksesuaian informasi yang diberikan pemerintah tersebut,” katanya.

Sosok Redaktur Pelaksana Project Multatuli, Mawa Kresna yang merupakan Pemateri PJLTN LPM Bahana Unri dengan tema “Data dalam Narasi” (Sumber: Twitter @mawakresna)

Sementara itu, untuk praktik jurnalisme data sendiri para wartawan harus menyiapkan beberapa metode, di antaranya mencari data dengan scraping, melakukan survei lapangan, membuat database sendiri, hasil riset lembaga lain, serta konfirmasi dan perolehan data langsung oleh narasumber.

“Langkah selanjutnya memasukan data tersebut ke dalam narasi dan laporan yang panjang. Serta kita juga bisa menambahkan infografik penunjang data di dalamnya,” ucapnya.

Baca Juga Desainer Tempo: Seorang Ilustrator Harus Memiliki Jiwa Enterpreneurship

Demi menyukseskan praktik tersebut, ia mengingatkan bahwa pentingnya para jurnalis untuk berkolaborasi, transparan soal proses dan skeptis akan data. “Adapun hal yang tidak boleh dilakukan yakni terlalu fokus pada grafik, lupa pada kualitas jurnalisme, tidak interaktif dan tidak nyambung,” jelasnya.

Juga Penting Bagi Persma

Selaku Peserta PJLTN, Ellya Syafriani menyampaikan penerapan jurnalisme data hendaknya rutin dilakukan setiap pegiat Pers Mahasiswa (Persma). Katanya, jurnalisme data memberi manfaat untuk mempermudah prosesi liputan hingga mengklasifikasi data.

“Jika kita giat mendalami jurnalisme data, kita bakal mudah mengelompokkan dan memvisualisasikan sebuah data ke dalam tulisan, tentunya hal tersebut akan mempermudah pembaca,” terangnya.

Selama ini, kata Ellya, kendala Persma dalam mengumpulkan data adalah minimnya akses ke sumber data. “Seperti ketika kita meminta data ke pihak kampus, kerapkali mereka tidak memberikannya secara langsung,” paparnya.

Ia berharap ada sebuah dukungan atau bantuan dari berbagai pihak untuk memudahkan Persma dalam memperoleh data. “Tentunya, data tersebut digunakan demi Persma menyajikan informasi yang akurat,” harapnya. (red)

Wartawan: Ulfa Desnawati

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Menghapus Kenangan

Next Post

Pemenang PKM Akhirnya Diberikan Insentif, WR III: Berkat Patungan Seluruh Pimpinan

Related Posts
Total
0
Share