Netizen Indonesia Tidak Ramah di Internet, Begini Kata Pakar Media UIN IB

Dosen FDIK UIN Imam Bonjol Padang, Abdullah Khusairi/dok. instagram

Suarakampus.com- Indonesia berada di posisi paling bawah di Asia Tenggara dalam hal tingkat kesopanan dalam menggunakan internet. Sementara di tingkat global, Indonesia berada di posisi ke- 29 dari 33 negara yang diteliti dengan total skor 76.

Hal tersebut terungkap dari hasil survei bertajuk Digital Civility Indeks (DCI) yang dikeluarkan dalam laporan tahunan Microsoft pada beberapa waktu lalu. Menurut riset itu, risiko terbesar netizen Indonesia adalah terpapar hoax dan penipuan 47%, ujaran kebencian naik 27% dan diskriminasi 13%.

Menurut Pakar Media sekaligus Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Abdullah Khusairi, tidak sopannya netizen Indonesia dalam berinternet disebabkan karena orang Indonesia terbilang baru mengenal internet. Selain itu, menurut Khusairi, rendahnya kesopanan orang Indonesia juga disebabkan rendahnya tingkat literasi.

“Secara psikologis internet merupakan barang baru di Indonesia, khususnya sejak era android dan kita memaklumi riset yang mengatakan orang Indonesia tidak ramah di dunia maya,” katanya kepada suarakampus.com, Selasa (02/03).

Kendati orang luar mengenal Indonesia memiliki penduduk yang ramah, menurut Khusairi, ada perbedaan yang menjadikan dunia maya berbeda dengan realitas sosial sebenarnya. “Ada barang  baru [internet-red] yang datang tiba-tiba kepada masyarakat yang sebelumnya tidak mengenal itu, dan terjadilah perubahan laku sosial yang mengikis etika masyarakat lantaran kehadiran internet ini,” katanya.

Khusairi mengamini fakta dalam riset DCI tersebut, yang mengungkapkan bahwa disrupsi etika berinternet menyasar orang dewasa dengan rentang usia 18-74 tahun yang memburuk  16 poin menjadi 83, sementara responden remaja cenderung stabil dengan  skor 68 persen dibanding tahun lalu. (Kompas, 26/02/2021).

“Jelas ini adalah hal yang sangat baru bagi generasi boomers, di mana dulunya mereka tidak merasakan era serba digital ini, keterkejutan inilah yang mengakibatkan terjadinya disrupsi etika,” katanya.

Lulusan doktoral UIN Syarif Hidayatullah itu menilai bahwa banyak orang Indonesia belum mengenal etika dalam bermedia sosial, sehingga orang cenderung mengabaikan nilai-nilai kesopanan. “Di dunia internet seakan-akan bangsa ini mau runtuh, tetap di realitas sehari-hari biasa-biasa saja,” ungkapnya.

Ia juga menganggap bahwa merosotnya kesopanan di internet karena sangat rentan dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu yang membelah masyarakat. Selain itu rendahnya tingkat literasi masyarakat juga mempengaruhi etika di internet.

Untuk itu, Khusairi menilai perlu adanya peraturan  yang mengatur rambu-rambu bagi orang dalam menggunakan internet.  “Kita perlu adanya semcam aturan yang harus digencarkan melalui literasi media agar orang bisa tertib dalam berinternet” katanya.

Ia melanjutkan, tingginya hoax dan ujaran kebencian di internet memberikan celah masuknya UU ITE dengan pasal-pasal karet yang bisa ditafsirkan sembarangan. “Sampai saat ini, saya belum menemukan aturan bahwa media sosial itu tempat mengkritik yang sah, apalagi secara personal, oleh karena itu kesadaran publik harus tinggi agar tak sembarangan di internet,” pungkasnya.

Wartawan: Nandito Putra

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Begini Mekanisme Pendaftaran UM-PTKIN 2021

Next Post

68 Calon Anggota Lulus pada Seleksi Tahap Pertama Open Recruitment UKM Musik

Related Posts
Total
0
Share
410 Gone

410 Gone


openresty