Senyum di Balur dengan Luka

Isyana Nurazizah Azwar/suarakampus.com

Oleh Najwalin Syofura

(Mahasiswi Ilmu Perpustakaan dan informasi Islam UIN Imam Bonjol Padang)

Shafa melangkah masuk ke kelas, matanya mencari bangku kosong di pojok. Ia lebih suka menyendiri, menghindari tatapan sinis, karena mereka lebih menyuruhnya untuk menjauh.

Sejak hari pertama masuk kuliah di kampus, ia menjadi sasaran ejekan dan gosip. pakaiannya yang sederhana, dengan berbadan gendut dan sifatnya yang pendiam membuatnya terlihat berbeda dan mudah dijadikan bahan tawaan.

“Lihat tuh, si shafa badannya gendut !” Bisik Siska, ketua geng kelas di kampus sambil menunjuk diriknya.

Teman-temannya ikut tertawa terbahak-bahak. Shafa hanya bisa menunduk, air matanya hanya bisa ia tahan untuk menangis. Hari demi hari, pembullyan semakin menjadi-jadi. Semua anak kelas di kampus mencritakan keburukannya dan ia sering kali menjadi sasaran lelucon kasar.

“Weeh, shafa bawa motor siapa tuh” lelucon kawannya.

Shafa merasa sangat kesepian dan terisolasi. Ia ingin sekali melawan, tapi rasa takut menguasai dirinya.

Suatu hari, saat sedang duduk sendirian di taman perpustakaan, Shafa bertemu dengan seorang mahasiswi bernama Anya. Ia adalah sosok yang ramah dan perhatian, Anya merupakan mahasiswi fakultas Psikologi.

Anya yang merasa kasihan lantas mengajaknya bicara. “Kamu kenapa, selalu terlihat sedih?” tanya Anya lembut.

Shafa ragu-ragu untuk menceritakan kejadian yang dialaminya, namun ketika melihat wajah tulus Anya, akhirnya ia menceritakan semua yang dialaminya.

Anya mendengarkan dengan penuh perhatian.”Jangan biarkan mereka menjatuhkanmu, ataupun yang mengejek tentang dirimu” kata Anya.

Anya diam sejenak, lalu kembali berucap”Kamu itu orang yang baik dan berharga. Apalagi kamu perempuan Jangan pernah lupa itu.”

Ucapan Anya membangkitkan semangat Shafa. Ia mulai menyadari bahwa ia tidak sendirian. Ada orang-orang yang peduli padanya.

Keesokan harinya, saat Siska dan teman-temannya kembali mengejek setelah selesai kelas. Namun Shafa tidak diam,”Cukup!” teriak Shafa lantang.

“Aku sudah lelah dengan perlakuan kalian. Aku tau aku tidak sehebat kalian, tidak seaktif kalian. Tapi setidaknya jangan kalian mengejekku, aku hanya ingin kuliah disini dengan tenang” Ucap shafa penuh penekanan.

Setelah mengatakan hal tersebut, shafa berlalu meninggalkan kelas dan berjalan menuju parkiran.

Siska terkejut dengan keberanian Shafa. Teman-temannya yang lain pun terdiam. Sejak saat itu, pembullyan terhadap Shafa mulai berkurang. Ia mulai aktif di organisasi kampus dan menemukan jati dirinya.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Cinta dalam Diam

Next Post

Di Akhir Kata Senja

Related Posts
Total
0
Share