Suarakampus.com- Masifnya manipulasi informasi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia adakan diskusi bahas upaya persempit ruang gerak penyebaran hoaks di media sosial bersama Regulasi dan Regulator Media (P2RMedia) serta Editorial Manager Indonesian Data Journalism Netrork (IDJN). Diskusi tersebut disampaikan bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia via Zoom dan live YouTube, Selasa (16/01).
Ketua P2RMedia, Masduki mengatakan strategi serangan di dunia digital melibatkan manipulasi informasi dan penyebaran hoaks. “Agresi tidak sebatas pada kekerasan digital, penipuan, pencemaran nama baik, pornografi, prostitusi, dan pelanggaran hak cipta akibat pandemik informasi,” katanya.
“Tidak hanya menargetkan jurnalis, tetapi pemilih, netizen, dan kelompok-kelompok kritis lainnya,” kata Dosen Ilmu Komunikasi UII Yogyakarta tersebut.
Demikian, IDJN Mawa Kresna memantau kasus etnis Rohingya termasuk isu terbesar dalam pola penyebaran hoaks dan influence operation. “Peristiwa ini muncul sebagai salah satu hal mencengangkan serta menarik perhatian publik di tahun politik 2024,” katanya.
Ia mengatakan intensitasnya tampak meredam setelah pihak berwenang berhasil melakukan penanggulangan. “Interupsi penyebaran hoaks mengalihkan perhatian terhadap dinamika kompleks dalam dunia politik,” ungkapnya.
Ia menambahkan konteks politik kini semakin rumit, dalam penyelidikan penyebaran hoaks berawal pada kebencian. “Informasi palsu kemungkinan besar dimanfaatkan sebagai bahan kampanye untuk kepentingan calon tertentu,” tuturnya.
Lanjutnya, iklan digital politik memainkan peran besar dalam penyebaran informasi sesat dengan strategi targeting mikro. “Di Facebook dan Instagram menunjukkan efektivitas targeting usia, wilayah, dan isu tertentu, bahkan saat ini fokus pemantauan kami terdapat indikasi penyebaran konten melalui link WhatsApp,” ujarnya.
Selain itu, perhatian tertuju pada advertorial di media mainstream termasuk CNN Indonesia, yang memberikan ruang tanpa verifikasi. “Isu seperti deklarasi dukungan dengan aksesoris palsu menggambarkan cara halusnya menyusupkan konten yang dapat mempengaruhi pemilih,” tutupnya. (red)
Wartawan : Salsabil Janah (Mg)