Bertentangan dengan Konstitusi, Koalisi Masyarakat Sipil Kritisi SKB Pembubaran FPI

Sumber Foto: Kompas.com

Suarakampus.com- Surat Keputusan Bersama (SKB) pembubaran ormas Fornt Pembela Islam (FPI) dinilai bermasalah dan telah melanggar konstitusi. Tak sampai sehari pasca diumumkan sebagai ormas terlarang, SKB yang melandasi pembubaran ormas yang bermarkas di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, itu menuai kritik dari berbagai pihak.

Rilis pers yang dikeluarkan koalisi masyarakat sipil pada Kamis, (31/12/2020) mencatat bahwa pengeluaran SKB pembubaran FPI tidak sesuai dengan pinsip negara hukum. Dalam keterangan berikutnya, koalisi masyarakat sipil menggarisbawahi, bahwa negara harus menegakan prinsip kebebasan berserikat dan berorganisasi berdasarkan rule of law.

Koalisi masyarakat sipil tersebut terdiri dari KONTRAS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Institute Perempuan, LBH Masyarakat (LBHM), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesa), PSHK (Pusat Studi Hukum & Kebijakan), SAFENET (Southeast Asia Freedom of Expression Network), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), YPII (Yayasan Perlindungan Insani Indonesia).

“Berbagai organisasi masyarakat sipil selama ini turut mengecam berbagai kekerasan, provokasi kebencian, sweeping, serta pelanggaran-pelanggaran hukum lain yang dilakukan FPI. Berbagai organisasi tersebut juga meminta aparat penegak hukum serta negara melakukan tindakan-tindakan penegakkan hukum terhadap orang-orang yang melakukan tindakan kekerasan tersebut. Kekerasan oleh siapa pun perlu diadili, tetapi tidak serta merta organisasinya dinyatakan terlarang melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum,” demikian pernyataan koalisi masyarakat sipil dalam keterangan resminya.

“Kekerasan oleh siapa pun perlu diadili, tetapi tidak serta merta organisasinya dinyatakan terlarang melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum”

(Koalisi Masyarakat Sipil)

Sehari setelah pengumuman SKB pembubaran FPI, Kapolri mengeluarkan Maklumat tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI. Menurut Ketua YLBHI Bidang Advokasi Muhammad Isnur, maklumat tersebut bertentangan dengan nilai hak asasi manusia (HAM) dan melanggar konstitusi.

“Meski maklumat tersebut pada dasarnya semata-mata sebagai perangkat teknis implementasi kebijakan, namun beberapa materinya justru telah memicu kontroversi dan perdebatan, terutama dari aspek pembatasan hak asasi manusia,” kata Isnur dalam keterangan resminya, Sabtu (2/1).

Beberapa substansi maklumat yang disoroti meliputi larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI. Ia melanjutkan akses terhadap konten internet merupakan hak atas informasi yang dilindungi oleh UUD 1945 dan sejumlah peraturan perundang-undangan salah satunya pasal 14 UU NO.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Isnur mengatakan, dalam pasal 28J ayat (2) UUD 1945 dalam melakukan setiap tindakan pembatasan terhadap hak-hak tersebut sepenuhnya tunduk pada prinsip dan kaidah pembatasan. “Juga Resolusi Dewan HAM 20/8 tahun 2012 turut mengatur perlindungan hak yang dimiliki setiap orang ketika online,” katanya.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan menilai pembinaan merupakan jalan yang lebih tepat untuk menerapkan amanat konstitusi dengan mengedepankan pendekatan secara humanis apa pun permasalahannya. “Namun, kita tetap menghormati setiap kebijakan pemerintah,” jelasnya seperti dikutip cnn.com (31/12).

Sementara itu, Kontras menilai SKB FPI tidak memiliki dasar hukum. Bubarnya FPI secara de jure karena tidak memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) tidak bisa disimpulkan bahwa FPI adalah ormas terlarang. Konsekuensinya organisasi yang tidak memiliki SKT dikategorikan sebagai organisasi yang tidak terdaftar maka pelarangan penggunaan simbol dan atribut FPI tidak memiliki dasar hukum.

Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab ketika tiba dari Arab Saudi beberapa waktu lalu. Foto: CNN.Com

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menganggap SKB FPI membingungkan. “Ini dikarenakan poin satu menyatakan FPI sejak lama tidak terdaftar sebagai Ormas secara de jure dinyatakan bubar agak membingungkan” kata Ray dalam keterangan resminya, Sabtu (2/01).

Diberitakan sebelumnya, peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, yang telah disahkan menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017, pemerintah dapat membubarkan suatu organisasi tanpa melalui proses di pengadilan.

“Prosedur pembubaran tidak diproses di pengadilan, ini membuktikan SKB FPI telah menyinggung konstitusi negara” pungkasnya. (ndt)

Wartawan : Ulfa Desnawati

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Polsek Sutera Tangkap Sembilan Pelaku Judi di Dua Tempat Berbeda

Next Post

Sajak Rindu

Related Posts
Total
0
Share
410 Gone

410 Gone


openresty