Suarakampus.com- Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumbar ikut angkat bicara dalam upaya penolakan terhadap pertambangan dan ekspor pasir laut. Hal ini dilegalkan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2024.
Ini adalah alarm berbahaya bagi lingkungan hidup dan masyarakat pesisir pantai. “Bukannya memulihkan persoalan ekologis, jusru menambah beban dan kerusakan,” tegas Wengki Purwanto sebagai Direktur Eksekusi WALHI Sumbar.
Lalu ia menyampaikan, kebijakan baru dari pemerintah kembali meresahkan masyarakat, lantaran dampaknya sangat beresiko merusak ekosistem laut Indonesia. “Mereka mempertaruhkan kedaulatan ini dengan menjualnya,” ujar mantan ketua PBHI Sumbar ini.
Wengki juga menjelaskan bahwa telah gelar konferensi pers yang diselenggarakan hari ini secara online, yang diikuti oleh WALHI Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Jawa Timur, Bali, Maluku Utara, Perempuan Nelayan dari Pulau Kodingareng serta Perempuan Nelayan Surabaya, terhimpun dalam organisasi Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) yang terdampak tambang pasir laut.
” Kami sudah menyuarakan kepada pemerintah, dengan harapan peraturan pemerintah ini kembali dicabut,” sambungnya.
Kemudian, ia mengungkapkan jika ekspor pasir terus dilakukan, akan menjadi catatan buruk diakhir masa pemerintah Jokowi. “Lantaran pemerintah sepertinya abai terhadap ancamam sosial ekologis di pulau-pulau kecil,” ujarnya.
Ia berharap, perlu adanya pergerakan dan seruan bersama dalam upaya krisis ekosistem yang sedang terjadi. “Pemerintah daerah pun harus lebih berani menolak kebijakan pusat,” tutupnya. (hkm)
Wartawan: Sofi Asri