Suarakampus.com- Minangkabau terkenal sebagai daerah yang feminis karena memiliki sistem kekerabatan matrilineal. Namun, dalam tatanan kehidupan sosial tidak sedikit kultur budaya yang membedakan ruang gerak antara laki-laki dan perempuan.
“Di Minangkabau perjuangan feminis tidak akan selesai,” ucap Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Andalas, Rozi ketika menyampaikan materi Feminisme di Minangkabau, Sabtu (05/03).
Rozi menjelaskan, pada hakekatnya feminisme tersebut hadir berkat adanya perilaku yang tidak setara di tengah masyarakat. “Perempuan lebih diidentik dengan dapur, kasur dan sumur,” jelasnya.
Katanya, kultur dan sistem matrilineal yang berlaku di Minangkabau, menyebabkan isu feminisme tidak mendapatkan titik terang. “Perempuan memiliki kedudukan yang tinggi dan mendapatkan harta pusaka, tapi pada nyatanya sikap patriarki belum bisa diatasi,” ucapnya.
Kemudian, edukasi harus diberikan agar isu feminisme ini segera terselesaikan. “Setiap orang itu setara dan memiliki hak yang sama,” tegasnya.
Rozi menjelaskan, feminisme itu merupakan relasi kuasa yang menentukan perilaku seseorang dalam menunjukkan eksistensi dirinya sendiri. Katanya, relasi kuasa tersebut harus seimbang agar isu feminisme dapat terselesaikan.
“Keseimbangan relasi kuasa ini merupakan sesuatu yang mesti kita perjuangkan,” jelasnya.
Ia berharap, agar perjuangan feminis ini dapat segera diselesaikan dan semoga generasi muda hari ini segera memahami, serta dapat mempraktekkan di lingkungan sehari-hari. “Meski laki-laki dan perempuan itu berbeda, mereka tidak harus dibedakan,” tutupnya. (ndn)
Wartawan: Firga Ries Afdalia