Suarakampus.com- Aliansi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) membahas sejarah Papua dan Pontianak yang berintegrasi menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam webinar bertajuk Pergolakan Daerah Menuju Integrasi. Kegiatan tersebut menghadirkan Perwakilan AGSI Papua serta Pontianak yakni Arifiah Djaelani dan Rikaz Prabowo, secara virtual, Jumat (25/06).
Arifiah mengatakan Papua pada awal kemerdekaan terpecah ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok yang mendukung Belanda, elite politik pro terhadap Indonesia dan yang tidak berpihak siapapun.
“Perlu kita ketahui bahwa fraksi yang tidak pro siapapun ini menjadi cikal bakal kemunculan berbagai kelompok yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia hingga saat ini,” katanya.
Perjalanan Nasionalisme di Papua dan Pontianak
Dalam perjalanan nasionalisme, Arifiah mengungkapkan masyarakat Papua menganut dua paham, yakni Indonesia dan Papua. Karena dipompa oleh seorang keturunan Belanda, Jan Van Echoud .
“Adapun nasionalisme Indonesia dibangun oleh tokoh-tokoh nasionalisme yang diasingkan oleh Belanda dari Batavia menuju Papua, seperti Soegoro Atmoprasodjo,” ungkapnya.
Sambungnya, sosok Soegoro telah mengenalkan bahasa dan budaya-budaya Indonesia kepada anak-anak di Papua. Selain itu, Soegoro juga memberikan penjelasan bahwa Papua bagian dari Indonesia.
“Berkat kegigihan Soegoro, lahir nama besar dari Papua yang menjadi pahlawan nasional dan tokoh-tokoh nasionalisme,” katanya.
Pemateri selanjutnya, Rikaz menuturkan sejak awal kemerdekaan Indonesia, Kalimantan Barat memiliki 12 kerajaan kecil dan juga terpecah menjadi dua kubu. “Saat itu terdapat kubu federalis dan pro NKRI,” tuturnya.
Ia menjelaskan kubu federalis adalah kubu yang diisi oleh orang-orang yang berasal dari kerajaan. Adapun pro NKRI kebanyakan berasal dari kalangan rakyat biasa, yang selalu mendesak kaum bangsawan untuk menyatukan diri dengan NKRI seutuhnya.
“Kedua pihak pernah mengalami pertentangan dan akhirnya mereda sampai saat ini,” jelasnya.
Lanjutnya, pada saat berlangsungnya kemerdekaan Indonesia, masyarakat di Kalimantan Barat dilarang mengibarkan bendera merah putih. Pasalnya masih bergejolak perselisihan kedua pihak sampai tanggal 24 Oktober 1949, barulah pengibaran bendera merah putih diperbolehkan.
“Jika ada yang kedapatan mengibarkan bendera akan ditangkap dan dicap sebagai kubu pro NKRI,” katanya. (ulf)
Wartawan: Randa Bima Asra (Mg)