Membaca Dunia: Menjelajahi Cakrawala Baru dengan Bijak Bermedia Sosial

Ilustrasi: Nadia/suarakampus.com

Oleh: Elsa Mayora

Mahasiswi Prodi KPI
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Imam Bonjol Padang

Kita hidup di era yang penuh informasi, tetapi miskin akan makna.
“Setiap orang punya jiwa jurnalistik, hanya saja tumbuh atau tidak
tergantung perkembangan selanjutnya” (Abdullah Khusairi, 2019), dalam
salah satu esainya. Artinya lebih dari setengah masyarakat Indonesia
sudah menggunakan media sosial. Di era yang semakin maju ini, media
sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, media
sosial adalah alat yang serbaguna untuk dapat digunakan dalam berbagai
tujuan, media sosial bukan hanya sebagai alat, tetapi juga layanan yang
memungkinkan setiap orang terhubung sehingga dapat mengeksperisikan
dan berbagi dengan individu lainnya dengan bantuan internet. Sayangnya
tingkat kebijakan penggunaan media sosial dengan bijak di Indonesia
masih rendah.

Menurut Katadata Insight Center (2023), tingkat kebijakan dalam menggunakan media sosial sekitar 27,2 % pada tahun 2023, yang berarti masih ada sekitar 72,8 % orang yang tidak bijak menggunakan media sosial, selain itu, tingkat literasi sebelum menyebarkan informasi kepada publik juga sangat minim. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2016, menunjukkan bahwa kualitas minat baca masyarakat Indonesia menduduki urutan ke 60 dari 61 di dunia. “Latah dan tidak tahu tentang lini masa yang memiliki sebab-akibat” (Abdullah Khusairi, 2019).


Sebaik-baik manusia adalah yang saling memberikan manfat untuk
orang lain. Memberikan manfaat pada orang lain bisa juga diartikan di sini
memberi berita yang sesuai fakta, realita, bukan opini apalagi hoax. “Bila
disadari, ia akan menjadi jurnalis dan mengembangkan bakat dan minat itu
dengan baik dengan terarah, sebaliknya jika tidak disadari akan
memberikan berita yang tidak sesuai dengan kebijakan” (Abdullah
Khusairi, 2019).


Indonesia adalah negara dengan populasi yang besar dan beragam.
Ada beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam upaya meningkatkan
kebijakan dalam bermedia sosial, salah satunya adalah kurangnya
kemampuan masyarakat untuk memiliki pengetahuan media sosial yang
bertanggung jawab. Hal ini membuat mereka rentan terhadap informasi
yang salah, cyberbullying, dan penyalahgunaan data pribadi. Di tengah
kemudahan mengakses informasi dan menyebarkannya mengunakan
media sosial, tidak luput dari cacat informasi atau hoax. Hoax adalah
musuh terbesar literasi. Pada umunya, Masyarakat Indonesia cendrung
mudah mempercayai berita yang belum tentu kebenarannya dan dengan
cepat menyebarkan informasi tanpa melakukan verifikasi/cek fakta
terlebih dahulu, maka perlu bagi setiap orang untuk cerdas, kritis dan
analitis dalam memilih informasi yang akurat dan terverivikasi.

Sebuah fakta serius dari dampak negatif dari media sosial adalah menjauhkan
orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka
cenderung menurun, membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap
internet, menimbulkan konflik, masalah privasi, rentan terhadap pengaruh buruk orang lain, tidak sedikit pula pengguna media sosial yang tidak mampu memilah mana informasi yang benar dan mana informasi yang palsu alias hoax, hoax adalah hal yang paling sulit untuk dihindari pada zaman sekarang, karna sulitnya bagi masyarakat untuk membedakan mana berita yang faktual mana yang hanya berita berisikan opini dan hoax belaka. Pasal 28 ayat (2) yang berisi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informas yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian
serta permusuhan baik bijak bermedia sosial pada remaja 63 individu
maupun kelompok masyarakat tertentu berdasarkan Suku, Agama, Ras,
dan antar Golongan (SARA). Ketentuan pidana atas UU ITE berisi rincian
ancaman pidana bagi penyebar berita bohong, yaitu terdapat pada pasal 45
UU ITE yang berbunyi “seseorang yang memenuhi unsur dalam pasal 28
ayat (1) dan (2) akan didenda paling banyak sebesar Rp 1 Milyar atau
dipidana penjara paling lama enam tahun”.


Penggunaan media sosial tanpa diawasi akan mengakibatkan banyak
hal-hal buruk yang akan terjadi, terutama pada anak usia dini yang telah
diperbolehkan menggunakan handphone oleh orang tuanya. Rifauddin
(2016) dalam tulisannya mengupas secara khusus tentang cyberbullying
yang dilakukan remaja melalui facebook. Cyberbullying didefiniskan
sebagai bentuk intimidasi, misalnya melalui pesan kejam dan gambar yang
tidak pantas yang dilakukan seseorang untuk melecehkan korban melalui
perangkat teknogi (Rifauddin, 2016). Tak hanya itu, Abdullah Khusairi
(2019) dalam tulisannya mengungkapkan, orang yang baru saja
menggunakan handphone akan lebih signifikan melaporkan hal-hal yang
terjadi di sekelilingnya tanpa sensor yang memadai (Abdullah Khusairi,
2019).


Untuk mengatasi ketidakbijakan pengguna dalam menggunakan
media sosial dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan sosialisasi
cerdas dan bijak menggunakan media sosial di era digital kepada
masyarakat, pemerintah perlu meningkatkan akses pengetahuan di seluruh
Indonesia, terutama pada daerah-daerah pelosok. Kedua, peningkatkan
kualitas minat baca, peningkatan dalam literasi/minat dalam membaca
dapat mencegah terjadinya tingkat kebijakan yang tinggi dalam bermedia
sosial, agar dapat menarik keinginan untuk membaca terlebih dahulu berita
atau kejadian yang terjadi di sekeliling. Ketiga, pengawasan terhadap anak
dalam menggunakan handphone, orang tua memiliki peran penting dalam
mengawasi kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anaknya. Namun,
sekarang ini banyak orang tua yang membebaskan anaknya dalam
menggunakan handphone, tanpa memberi batas dan ruang sempit.
Pemerintah diharapkan dapat menekankan kepada para orangtua untuk
lebih tegas dan teliti terhadap anak-anak, memperbanyak sosialisasi pada
masyarakat dan membangun konten yang bernilai edukasi untuk
meningkatkan minat baca bagi masyarakat Indonesia.


Di masa yang akan datang, tentu tantangan era digital akan semakin
banyak dan menduduki peran tertinggi, untuk itu, literasi berguna
sebagai pemecah masalah/kunci dalam menghadapi tantangan
tersebut bagi masyarakat Indonesia. Dengan perkembangan
teknologi dan adanya media sosial, diharapkan dapat berperan aktif
untuk membuat perubahan dan menjadikan memajukan Indonesia
yang sempat menduduki posisi terendah dalam literasi dan bijak
menggunakan media sosial. Kualitas suatu negara dilihat dari segi
tingkat literasi. “Buku adalah portal ke masa lalu, jendela ke masa depan, dan kunci untuk memahami masa kini” (Isaac Asimov). Oleh karna itu, membaca adalah hal yang sangat penting dan harus dilakukan mulai sejak dini, banyak manfaat yang akan didapatkan dan dapat menghindari menyebaran informasi yang hoax. Peningkatan minat baca diperuntukkan kepada semua pihak agar bisa bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Angga Toha Saputra Sampaikan Cara Memunculkan Rasa dalam Berdoa

Next Post

Mahasiswa FEBI, Fina Anggraini Dekap Dua Kemenangan Sekaligus di Ajang PKM-U

Related Posts

Hilang

Oleh: Asri Jamil(Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah, UIN Imam Bonjol Padang) Melihat waktu telah senjaKu pergi dan keluarMelihat alam…
Selengkapnya

Rasa

Penulis: Ulfa Desnawati Rasa empat huruf fenomenaTerdengar sakral dari satu sisiAnugerah dari MahakuasaMemberi rasa untuk merasa Rasa itu…
Selengkapnya
Total
0
Share