Nurani Perempuan dan LBH Padang Sayangkan Hasil Putusan PN Padang

Pelaksanaan Siaran Pers Bersama WCC Nurani Perempuan dan LBH Padang (Foto: Iqbal/suarakampus.com)

Suarakampus.com- Hasil Keputusan Pengadilan Negeri Padang dalam hal pembebasan terdakwa pelecahan seksual terhadap anak sangat disayangkan oleh Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Putusan tersebut dinilai telah mencoreng keadilan dengan logika hukum yang salah.

Sesuai keterangan, terdakwa YM (22) sebelumnya ditahan sejak (07/09) 2021 atas perbuatan pelecehan seksual kepada dua orang anak berumur 6 dan 9 tahun. Namun, terdakwa dinyatakan bebas pada (08/06) 2022 lalu karena pertimbangan hakim yang mengatakan terdakwa tidak terbukti bersalah.

Direktur Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti menilai bahwa putusan itu sangat tidak masuk akal. “Sepanjang lima tahun terakhir ini adalah sejarah terburuk Peradilan di Sumbar,” ucapnya Jumat (24/06).

Lanjutnya, ia turut menyinggung sikap Majelis Hakim saat menolak keterangan dua orang saksi ahli dan tiga orang saksi lainnya. “Hal ini tentunya melecehkan logika hukum,” lanjutnya.

Selain itu, ia menegaskan seharusnya kesaksian dari saksi meringankan yang sepatutnya keterangan tersebut ditolak sesuai pasal 168 KUHAP. “Saksi sedarah dengan terdakwa tidak dapat didengarkan keterangannya sebagai saksi dalam perkara pidana,” tegasnya.

Kemudian, kata dia, saat persidangan korban diminta untuk mempraktekkan kejadian yang di alaminya di dalam ruangan sidang, akan tetapi hal itu bertentangan dengan pasal empat poin d Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor Tiga Tahun 2017. “Hal ini berdampak pada psikis korban dan mampu menyebabkan timbulnya trauma kembali,” katanya.

Sama halnya dengan Advokat Publik LBH Padang, Decthree Ranti Putri menyampaikan putusan PN adalah sebagai salah satu bentuk plot twist setelah UU TPKS disahkan. “Majelis Hakim telah mencatat sejarah buruk dalam penegakan hukum kasus kekerasan seksual di Pengadilan Negeri Padang,” sampainya.

Ia menjelaskan bahwa UU TPKS secara jelas menyebutkan keterangan saksi ataupun korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan satu alat bukti sah lainnya. “Menolak keterangan korban, para saksi oleh JPU kemudian berdalih tidak ada satu alat bukti yang dapat membuktikan,” jelasnya.

Ia meminta agar perspektif Hakim diperbaiki lagi mengenai pemahaman tindakan kekerasan seksual yang tidak hanya meninggalkan bekas luka fisik, namun juga merusak psikis. “Ini hanya mampu dijelaskan oleh ahli psikolog yang keterangannya telah di tolak oleh Majelis Hakim dalam perkara tersebut,” pungkasnya. (nsa)

Wartawan: Muhammad Iqbal

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Bantah Lakukan Pemukulan, Satpol PP Kota Padang Punya Bukti Kuat

Next Post

UKM Kopma Gelar Diksarkop Angkatan 32

Related Posts
Total
0
Share