Suarakampus.com– Advokasi nyatanya tidak hanya memiliki peran di ruang publik saja, akan tetapi juga berperan penting dalam dunia jurnalistik. Hal ini berdasarkan penuturan dari Badan Pengawas Advokasi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional Adil Al-Hasan saat berlangsungnya kelas advokasi, Rabu (06/07).
Lanjutnya, beberapa kasus yang dialami oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) di Indonesia tidak sesuai prosedur yang ada. “Mereka terkena kasus, tapi langsung meminta advokasi ke dewan nasional itu menyalahi prosedur advokasi,” katanya.
Adil mengatakan jika PPMI ikut terseret dalam masalah pengadvokasian di sebuah kasus, maka PPMI dituntut untuk menyusun desain advokasinya. “Petakan aktor, dan siapa saja yang akhirnya terlibat dalam represi itu,” lanjutnya.
Kemudian, ia menjelaskan strategi advokasi PPMI terdiri dari dua golongan yaitu litigasi dan non-litigasi.
“Penyusunan rancangan advokasi harus sistematis agar bisa relevan, dan tidak terlihat mengada-ada,” jelasnya.
Selain itu, Adil menyampaikan pada tahapan selanjutnya juga harus memiliki sumber data yang jelas, sesuai kode etik, hingga kedua anggota LPM harus kompak dalam satu pemikiran. “Sikap, gerakan, pembacaan sampai perencanaan advokasi sangat diperlukan dalam hal ini,” sampainya.
Kendati demikian, ia menjelaskan ketika ada kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus, PPMI harus mengorganisir LPM untuk melakukan liputan bersama. “Subjek advokasinya bukan lagi LPM tapi sudah cukup luas cakupannya, diiringi kajian-kajian jurnalistik dan segala macam,” jelasnya.
Adil mengatakan, LPM harus memiliki edukasi untuk menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. “Sebagai advokasi mahasiswa yang membutukan uluran suara, LPM harus ikut andil,” tutupnya. (nsa)
Wartawan: Ifra Wahyuni (Mg)
