Oleh: Sofi Asri
Mahasiswi Prodi KPI
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Imam Bonjol Padang
Luas dunia diukur hanya setapak tangan, semua bisa diakses dengan jemari, berita di sana dibaca di sini, kabar kemari sampai kesana. Ya, kecanggihan gawai yang
ada di genggaman kita saat ini memang menyuguhkan dua hal; bisa jadi untuk hal
positif dan bahkan kearah negatif yang menyeret kita berlarut di dalamnya. Pada era
digitalisasi ini internet menjadi pondasi dalam media sosial yang mengkaitkan
miliaran penggunanya diseluruh pelosok dunia. Setidaknya ada 4,66 pengguna
internet aktif, 4,32 miliar pengguna internet seluler aktif , 4,2 miliar pengguna media
sosial aktif, dan 4,15 pemakai media sosial yang seluler aktif. (Leon A.Abdillah, Peran Media Sosial, 2021). Dari inilah tampak bahwa pengguna dari media sosial
seluler aktif sangat pendominan. Tentunya akan ada peran yang diambil seseorang
dalam menggunakan media sosial. Bisa jadi itu mengacu kearah yang baik atau
kurang baik.
Angin berkabut dari media sosial terhadap hubungan interpersonal dan
percakapan sering menjadi suatu masalah yang sulit diselesaikan. Nyatanya teori
dalam komunikasi seperti jarum hipodermik itu bener sudah meracuni khalayak. Kehadiran media merubah pola interaksi anak ke orang tua, orang tua ke masyarakat, masyarakat dengan pejabat dan bentuk lainya. Salah satu contohnya adalah seorang
perempuan yang kerap berkerudung hitam itu disebut Limpapeh rumah nan gadang di
keluarganya. Sejak duduk di bangku SD hingga SMA, ia begitu aktif mengikuti
berbagai kegiatan ekstrakurikuler, terampil, bermasyarakat dan senang dalam
berkegiatan dalam satu tim. Sayangnya seiring berjalannya waktu, Limpapeh ini
mulai surut dari dunia organisasi ataupun bersosialisasi di lingkunganya. Hingga hari demi hari dan tahun berganti perubahan dalam hidupnya begitu banyak, salah satunya
proses bersosial dan interaksi dalam bermasyarakat. Benar bahwa sekali-sekali kita
harus bisa keluar dari zona nyaman. Namun limpapeh ini tak lagi melakukan kegiatan
nya seperti dulu. Hari-harinya memang ia hibahkan untuk beribadah, membaca, menulis dan berlangganan mendengar segala isi YouTube keilmuan ataupun kajian
yang ia dengar. Perempuan adalah tiang negara, kokohnya perempuan kokohnya
negara, dan begitulah kesadaran terhadap pendidikan yang dibangkitkan. (Abdullah
Khusairi, Kisah Heroik Rahmah El- Yanusiyah, 2020). Begitulah semangat
perempuan dalam berpendidikan yang dibangun sejak hulu. Hadirnya media sosial
juga bisa dipergunakannya untuk berbagai hal yang bisa sebagai wadah upgrade
kemampuan diri.
Dengan itu maka hadirnya media sosial menyeret berbagai perubahan yang
dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan
lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, interaksi sosial dan
lainya. Untuk itu, sedikit demi sedikit guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan
media sosial menjadi alat tercepat dalam mengabarkan berbagai hal yang dibutuhkan. Sehingga akan besar pengaruh media terhadap pembentukan karakter perempuan
khususnya. (Nenden Elista Fauziatunnisa, Penggunaan Media Sosial di Kalangan
Wanita Dewasa ditinjau dari Nilai-nilai Karakter, 2021). Dari kutipan tersebut kita
dapat memahami bahwa peran media sosial yang setiap menitnya ada dalam
gengggangaman kita dapat merubah pola komunikasi, interaksi, bahkan karakter
seseorang dalam bertindak.
Hal ini jika dibiarkan lepas menjelajah dalam sendi-sendi kehidupan tanpa
adanya keseimbangan tentu tidak baik. Karena dalam menggunakan media sosial
ibarat menyelam dilautan lepas, sehebat apapun berenang jika tidak dibekali tabung
oksigen dan pelampung akan berdampak tenggelam dalam lautan arus perkembangan
zaman. Jika dilihat dari sisi positif nya media telah membuat banyak orang semakin
terasah literasinya, baik itu dalam hal rajin menulis dan mendengar banyak pengetahuan di platform tersebut. Membaca dan menulis sejatinya tidak hanya
tentang kemampuan dalam hal mengepresikan diri dan kebutuhan hidup, namun
membaca dan menulis juga berarti kunci awal bagi seseorang untuk dapat
menguasai teknologi, berpikir kritis, dan peka terhadap lingkungan di sekitar. ( Akhmad Chairul Romadhon, Pentingnya Membaca dan Menulis serta Kaitanya
dengan Kemajuan Peradaban Bangsa, 2020). Apalagi keterampilan menulis sangat
diperlukan ditengah-tengah kehidupan yang serba canggih dan modern ini. Tapi amat
disayangkan kecenderungan fokus dengan isi konten di media sosial membuatnya
jarang melakukan interaksi sesama. Bahkan untuk berkomunikasi dengan keluarga pun terbatas, hingga ada rasa canggung dan jarang ingin keluar rumah untuk bersosial.
Miris, media membenamkan sebagian kaum perempuan dalam lumpur yang
seakan hubungan bersosial dan berkomunikasi kurang dijalankan. Peran kedepannya
yang akan diemban sebagai penerus garis keturunan ibu (matrilineal). Hal ini
tentunya menjadi peran besar sebagai limpapeh rumah nan gadang, bundo kanduang
dalam nagari yang diharapkan bisa menjadi panutan dengan pendidikan yang
melatarbelakangi keelokan budi dan perawakannya. Ini baru segelintir dari sekian
banyaknya Kaum Limpapeh (perempuan) di ranah Minang ini. Kaum perempuan harus
lebih bijak dalam menggunakan media sosial, sebab jika tidak maka akan
berakibat pada komunikasi dalam kehidupan berkelurga dan lingkunganya. (Rahmi
Mulyasih, Pentingnya Literasi Media Bagi Kaum Perempuan, 2016).
Perempuan sebagai rahimnya peradaban yang nantinya akan melahirkan para
generasi yang diharapkan bisa menjadi panutan dan mengambil peran besar untuk
negeri ini. Kedudukan perempuan selaras dengan pepatah “pai tampek batanyo, pulang tampek babarito” yang dimana perempuan merupakan tempat orang-orang
disekitarnya bertanya dan meminta nasihat sekaligus tempat menyampaikan berita. (Puti Reno Raudhatul Jannah Thalib, Peran Penting Perempuan Minangkabau
menyukseskan Pemilu 2024). Karena itulah perempuan perlu diperhatikan, dan
adanya kesetaraan yang ada, seharusnya dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Bijak dalam bermedia dan mampu memfilter segala informasi yang singgah lalu pergi
begitu saja. Perempuan berhak membaca dan dibaca dunia melalui platform yang
tersedia dan dimanfaatkan kegunaanya. Meskipun tantangan berpijak saat ini tengah
dipengaruhi dampak dari media sosial.
Melemahnya komunikasi face to face atau yang akrab kita sebut tatap
muka adalah salah satu konsekuensi paling buruk dari media sosial terhadap
hubungan dan dialog antar pribadi. Meskipun tidak dapat kita pungkiri juga, bahwa
media sosial ada dampak positifnya. Ketergantungan masyarakat terhadap
komunikasi digital dibandingkan kontak langsung telah meningkat seiring dengan
popularitas media sosial. Akibatnya, menjamurnya generasi muda yang tidak kenal
dengan identitas nya sendiri. Media sosial adalah fenomena yang tak pernah habis. Tentunya harus terus dikaji sesuai dengan perkembangan yang semakin hari berbeda
juga. Namun manusianya, itu ke itu juga, beda generasi beda guncangan budaya. Nilainya sama-sama membawa perubahan untuk bangsa. (Abdullah Khusairi, Bijak
Menggunakan Media Sosial. 2017). Ini adalah tugas bersama dalam membangun
benteng pertahanan agar mental kita terjaga. Tidak hanya kaum perempuan saja, tapi
kaum lelaki pun harus memeperhatikan hal yang serupa.
Hadirnya media sosial tidak seutuhnya selalu berisi hal negatif. Contohnya
saja perempuan berdarah minang tadi, ia juga menggunakan media sosial untuk
menyalurkan bantuan kata demi kata untuk menjadi sebuah untaian narasi. Lumayan
banyak tulisan yang sudah dia publish. Karena perempuan juga bisa bersuara dan
berkarya namun tidak meninggalkan nilai-nilai hakikatnya, bagaimana pun media itu
wadah jangan sampai menyeret untuk lupa dengan pentingnya bersosial di
kehidupanan nyata. Meskipun media sosial menyuguhkan berbagai manfaaat dan
peluang, untuk itu harus bijak dalam menyikapi adanya resiko dari media sosial. ( Abdullah Khusairi, Cerdas jadi Netizen Literasi Media Sosial Menjadi Warga
Dunia, 2023).
Dalam data terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) mengatakan bahwa tingkat penetrasi pengguna internet di indonesia tercatat
per tahun 2024 mencapai 79,5 persen. Ini menunjukkan bahwa peningkatan sebesar
1,31 persen dari tahun sebelumnya ( APJII, Jumlah Pengguna Internet Indonesia
Tembus 221 Juta Orang, 2024). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dalam
menggunakan internet. Dalam kehidupan di dunia maya (media sosial), kita seakan-akan menjadi orang paling bahagia di dunia. Mereka yang kreatif akan mendapat
kesempatan dan kaya raya, sedangkan yang malas akan tertinggal jauh”. ( Abdullah
Khusairi, Merdeka di Dunia Maya, 2020). Kasus-kasus seperti ini yang diberikan
oleh komunikasi digital dapat menyebabkan kesalahpahaman dan komentar
menyakitkan yang mungkin tidak disampaikan secara tatap muka. Selain itu, media
sosial dapat menjadi cambung terjadinya cyberbullying , yang dapat berdampak buruk
terhadap kesehatan mental. Seperti yang terjadi pada perempuan Limpapeh di ranah
Minang ini. Satu sisi perkembangan media membuatnya leluasa menulis, mendengarkan banyak hal di YouTube dan menambah khazanah penegetahuanya. Namun di pojok lain, mentalnya dalam bermasyarakat sangat disayangkan. Kurangnya bentuk interaksi secara langsung menjadikannya terkungkung dalam lingkaran yang tidak bersosial.
Pada kehidupan bermasyarakat dan bermedia sosial di era gempuran lahar
dingin seusai pemilu ini berdampak signifikan terhadap opini publik. Hal ini dapat
mengarah pada siklus penguatan diri (self-reinforcing cycle), untuk itu fungsi media
sosial dalam menyebarkan misinformasi dan berita palsu sangatlah kompleks dan
mendesak. Meskipun media sosial telah merevolusi berbagi informasi, media sosial
juga mempermudah menjamurnya informasi palsu dan dipercaya secara luas. Setiap
individu sudah sepatutnya bertanggung jawab atas informasi yang dikonsumsi
mentah-mentah bagikan dan perusahaan media sosial harus mengambil tindakan
untuk mencegah lunturnya mental setiap orang.
Maka dari itu, hadirnya media sosial ataupun media baru seharusnya menjadi
lahan untuk menaburkan benih kebermanfaatan. Bukan hanya sekedar memberikan
informasi atau tayangan hiburan. Tapi berisikan nilai edukasi dan etika. Meski
perempuan limpapeh rumah nan gadang juga pernah di fase belum bisa kembali ke
ranah yang bisa membuat kembali merajut interaksi. Tapi setidaknya karya-karyanya
sudah mampir di meja-meja diskusi. Hanya sebagian kecil yang mampu meraup
manfaat kekayaan yang nyata dunia maya ( Abdullah Khusairi, Merdeka di Dunia
Maya, 2020).
Jadi, dampak media sosial terhadap hubungan dan komunikasi antar pribadi
ini tampaknya menjadi sebuah masalah yang komplit. Namun disisi lain, setiap media
baik online atau media elektronik bahkah media sosial punya peran dalam produksi
informasi. (Abdullah Khusairi, Cerdaslah Memilih Media Online, Bebas namun
Terbatas Berekspresi di Media Sosial,2017). Meskipun platform media sosial seakan
merampas segala perhatian penikmatnya. Hadirnya media sosial membawa angin
segar bagi orang-orang dari jarak jauh yang ingin berkomunikasi, membuat konten-konten yang sesuai fashionnya sendiri. Hal ini memungkinkan komunikasi yang lebih
kilat dan mudah diakses.
Platform media sosial juga memiliki sisi gelap yang dapat berdampak negatif
pada hubungan dan komunikasi. Kebebasan setiap individu untuk menggunakan
media sosial secara bertanggung jawab dan mampu mengutamakan komunikasi yang
efektif tanpa membunuh mental penggunanya. Kaum perempuan di Minangkabau
perlu mental yang tangguh dan hidup beradaptasi dengan sesama ditenggah gempuran
media sosial. Tidak hanya kaum perempuan Minang, tapi juga untuk kita semua agar
bisa menjadi bagian dari masyarakat dunia yang berperan baik untuk negerinya. Meski ada banyak orang yang geraknya dalam ruangan, ada juga yang lebih nyaman
mengabdi di lapangan. Keduanya bukanlah untuk saling sikut kanan sikut kiri, tapi
tujuanya untuk saling melengkapi. Meskipun sebagian orang bekerja di balik layar
namun bukan menjadi penghalang untuk berbaur dengan masyarakat, membangun kerukunan dan hidup bersosial sebagaimana kondrat manusia memanglah sebagai
makhluk sosial. Sudah saatnya mengambil peran untuk berkontribusi tanpa
terkontaminasi. Salam literasi.