Suarakampus.com- Kalimantan Selatan (Kalsel) tengah dilanda banjir besar di sejumlah kabupaten dan kota, banjir disebabkan curah hujan yang tinggi dan peralihan fungsi hutan menjadi lahan produktif. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Mapala Alpichanameru UIN Imam Bonjol (IB) Padang, Luthfi Muhammad Fajri.
Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), terdapat lima kabupaten di Kalsel yang terdampak banjir paling parah yaitu Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Balangan.
Melihat Kondisi ini, Koordinator Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Edo Rakhmad mengungkapkan banjir yang terjadi di Kalsel tidak hanya disebabkan faktor curah hujan yang tinggi. Menurutnya, ada campur tangan manusia melalui konsesi tambang yang merusak kawasan hutan di hulu sungai.
“Berdasarkan pengamatan Walhi, hampir setengah daratan sudah ada kegiatan industri aktivitas ekstraktif yang memberi pengaruh besar terhadap banjir,” kata Edo saat di acara Mata Najwa, Rabu (20/01)
“Faktor banjir Kalsel berkaitan erat dengan menurunnya kondisi ekosistem kawasan hutan Kalimantan. Untuk itu perizinan sektor industri penting untuk dievaluasi, karena memberikan dampak terhadap daya dukung ekosistem dan penegakan hukum harus dilakukan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Mapala Alpichanameru Luthfi Muhammad Fajri menilai banjir besar di Kalsel sudah semestinya terjadi, lantaran sebagian besar hutan yang ada di Kalimantan sudah beralih fungsi menjadi perkebunan dan daerah tambang. “Ini yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air serta kerusakan lingkungan,” kata Luthfi kepada suarakampus.com, Kamis (21/01).
Luthfi mengatakan peralihan fungsi hutan di Kalsel mengurangi daerah resapan air yang mengakibatkan air hujan langsung turun ke daerah pemukiman yang rendah ketika terjadi hujan lebat.
“Agar tidak terjadinya bencana banjir yang serupa, maka pemerintah seharusnya mengembalikan daerah hutan sebagai daerah resapan air dan sebagai hutan lindung, karena di sana juga banyak satwa yang akan hidup, serta tidak merusak hutan berskala besar lagi,” katanya.
Mahasiswa Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah ini berharap agar pemerintah mempertegas regulasi pengelolaan hutan di Kalimantan. Seperti mempersempit kesempatan untuk mengubah daerah hutan menjadi daerah lahan produktif, pemantauan daerah hutan mengenai kelestarian ekosistem, perbaikan daerah aliran sungai dan rebiosasi secara berkala.
“Saya ingin ini menjadi contoh bagi kita semua, tidak hanya bagi masyarakat yang ada di Kalsel. Namun juga di daerah Sumbar, bagaimana pentingnya menjaga daerah hutan dan kelestarian alam,” katanya. (ulf)
Wartawan: Rinta, Oktri