Apakah Sistem Delegasi Masih Relevan untuk Pemilihan Ketua Umum Ormawa?

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Narasumber)

Oleh: Rahmad Sitepu

(Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga UIN IB)

Organisasi Mahasiswa (Ormawa) merupakan organisasi yang berada di tengah-tengah mahasiswa dan memiliki peran penting dalam kehidupan kampus. Bisa dikatakan, Ormawa di kampus berfungsi sebagai wadah yang menjembatani mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi, baik kepada dosen maupun pegawai yang bekerja di lingkungan kampus. 

Tidak hanya itu, Ormawa di kampus juga berperan penting dalam mengembangkan soft skill, meningkatkan keterampilan manajemen waktu, kepemimpinan (leadership), memperluas relasi, serta melatih kemampuan bekerja dalam tim. 

Di sini, penulis menyoroti kecacatan dalam pemilihan ketua umum organisasi mahasiswa (ormawa) yang terjadi di kampus UIN Imam Bonjol Padang. Masalah ini mencakup tingkat Program Studi (HMP), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), hingga Senat Mahasiswa (SEMA).

Sistem yang digunakan dalam pemilihan ketua umum adalah sistem delegasi per lokal. Untuk lingkup prodi, diutus dua orang delegasi. Sementara itu, dua orang pengurus prodi menjadi delegasi untuk lingkup DEMA Fakultas dan SEMA Fakultas. Untuk pemilihan ketua umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMA-U) dan Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U), satu orang perwakilan dari masing-masing HMP, DEMA F, dan SEMA F bertindak sebagai delegasi.

Namun, proses ini tidak melibatkan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di kampus.

Delegasi yang diutus, baik dari tingkat lokal maupun lembaga, bukanlah hasil musyawarah untuk menentukan siapa yang akan dipilih menjadi ketua umum dalam organisasi mahasiswa (Ormawa). Akan tetapi, delegasi tersebut diutus berdasarkan praktik nepotisme. Tindakan ini memberikan keuntungan kepada satu golongan atau teman dekat tanpa melibatkan pengujian secara intelektual maupun kompetisi yang sehat.

Akibat dari hal ini, kecacatan dalam kepemimpinan atau ketua umum terpilih organisasi mahasiswa (Ormawa) akan terus berlanjut. Bagaimana tidak? Mereka yang terpilih untuk menakhodai Ormawa bukan berasal dari hasil uji akademis maupun intelektual, melainkan dari praktik nepotisme.

Ketidakjelasan program kerja, visi, dan misi yang dijalankan akan semakin terlihat ke depannya. Hal ini disebabkan oleh seorang ketua umum yang terpilih tanpa pemahaman memadai atau belum siap untuk memimpin Ormawa tersebut selama satu periode ke depan.

Jika permasalahan ini terus dibiarkan, gairah berorganisasi mahasiswa akan memudar. Tidak ada daya tarik yang ditawarkan Ormawa untuk menarik minat mahasiswa bergabung. Tentu saja, hal ini disebabkan oleh tidak adanya inovasi yang diberikan oleh Ormawa tersebut.

Sistem delegasi ini sudah sangat tidak relevan lagi untuk diterapkan. Terbunuhnya demokrasi di kampus menjadi nyata ketika delegasi yang seharusnya merupakan hasil musyawarah mahasiswa hanyalah sebuah ilusi belaka. Faktanya, terkadang delegasi yang diutus tidak sampai tersebar ke tengah-tengah mahasiswa. Tidak ada diskusi antara mahasiswa dengan delegasi terkait siapa yang akan dipilih menjadi ketua umum.

Akibat dari hal ini, ketua umum yang terpilih bisa dikatakan bukan orang yang layak atau sudah teruji secara intelektual. Akan tetapi, mereka adalah hasil dari nepotisme golongan-golongan tertentu. Sering kali kita meneriakkan adanya nepotisme di negara kita, padahal kita sendiri juga mempraktikkannya di lingkungan kampus.

Dari hal ini, tampaknya diperlukan pembaharuan sistem pemilihan ketua umum di Ormawa kampus UIN Imam Bonjol Padang. Kita bisa menggunakan sistem Pemilihan Raya (PEMIRA), yang sudah banyak diterapkan di berbagai universitas lain.

Dengan adanya Pemilihan Raya (PEMIRA), mahasiswa dapat menentukan siapa yang layak dan cocok untuk menjadi ketua umum secara demokratis. Visi dan misi yang dibuat oleh calon kandidat pun bukan hanya sekadar formalitas. Akan tetapi, visi dan misi tersebut akan diuji oleh mahasiswa melalui debat pemilihan ketua umum. Dari debat ini, akan terlihat siapa yang layak dan paham tentang visi misi yang akan dijalankan.

Dengan sistem ini, kampus yang disebut-sebut sebagai pusat peradaban akan benar-benar terwujud apabila pemimpin Ormawanya berasal dari orang-orang yang berkualitas, teruji secara intelektual, serta memiliki moralitas yang baik.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Rapimda FSLDK Sumbar 2025 Perkuat Solidaritas LDK Kampus

Next Post

Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang Alami Kecelakaan di Jalan Bagindo Aziz Chan

Related Posts
Total
0
Share