Bayar Zakat Fitrah dengan Uang Tidak Sah?

Sosok Dr. Muchlis Bahar, Lc, M.Ag (Foto: Hary/suarakampus.com)

Oleh: Dr. Muchlis Bahar, Lc, M.Ag

Hampir setiap bulan Ramadhan muncul tulisan atau ceramah dari ustadz/ustadzah tertentu yang menyatakan bahwa membayar zakat fithrah dengan menggunakan uang adalah tidak sah. Alasannya, karena hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang zakat fitrah semuanya menggunakan makanan pokok. Padahal di zaman nabi juga sudah ada uang, namun tidak ada hadits yang meriwayatkan bahwa nabi pernah membayar zakat fithrah dengan uang.

Pendapat itu sengaja dibangkitkan kembali seolah olah mau “memaksakan pendapatnya” bahwa bayar zakat fithrah dengan menggunakan makanan pokok itulah yang sesuai dengan sunnah nabi, pendapat yang lain tidak sesuai dengan sunnah, atau boleh dibilang bid’ah. Ditambah dengan alasan bahwa membayar zakat fithrah itu adalah masalah ibadah, bersifat ta’abbudi (haditsnya harus dipahami secara tekstual), semua ibadah harus ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW,  sesuai dengan kaedah al-Ashlu fi al-ibadah at-Tauqif wal Ittiba’.

Untuk membahas masalah ini perlu diteliti hadits-hadits yang berkaitan dengan zakat fithrah. Pertama, hadits itu  dipahami secara tekstual apa adanya, lalu dicari apa alasan rasional (illat) yang dapat dipahami dari teks tersebut, kemudian dipahami apa tujuan utama Allah dan Rasulnya mensyari’atkan zakat fithrah, apa maqashid syari’ahnya?

Zakat fithrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim disebabkan akan datangnya hari Raya Idul Fithri, disebut juga shodaqotul fithri. Zakat fithrah diwajibkan untuk mensucikan diri orang yang berpuasa, menyucikan harta dan jiwanya dari berbagai penyakit hati, seperti kikir dan serakah. Zakat fithrah diwajibkan pada tahun kedua setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah sama dengan tahun diwajibkannya puasa Ramadhan. Zakat fithrah diwajibkan kepada setiap individu muslim, disebut juga zakat perkepala, berbeda dari zakat harta yang diwajibkan kepada muslim yang memiliki harta senisab 85 gram emas.

Hikmah diwajibkannya zakat fithrah seperti dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, nabi bersabda: “Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin (Thuhrotan Lis Sho-im wa Thu’matan Lil Masakin).

Siapa saja yang wajib membayar zakat fithrah? Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, dia berkata: Nabi Muhammad SAW mewajibkan zakat fithrah satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum atas setiap muslim, baik orang merdeka, budak, laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan hadits ini, maka setiap muslim wajib membayar zakat fitrah, baik orang dewasa, anak kecil, orang kampung maupun orang kota.

Adapun janin yang masih di dalam rahim ibunya tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Dengan apa zakat fithrah harus dibayar? Hal ini dijelaskan oleh Nabi dalam haditsnya bahwa zakat fitrah itu dibayar dengan kurma, gandum, kurma kering (zabib), susu kering (al-aqthi). Yang perlu diperhatikan bahwa di dalam hadits tersebut tidak disebutkan beras (al-urz). Jadi, kalau mau mengikuti sunnah nabi, bayarlah zakat fitrah dengan kurma atau gandum, carilah kurma dan gandum di Indonesia. Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah  berijtihad mencari apa alasan rasional (illat), mengapa nabi mewajibkan zakat fitrah pada jenis makanan yang disebutkan dalam hadits itu.

Ditemukanlah alasan rasionalnya, yaitu karena jenis makanan tersebut merupakan makanan pokok di negeri Arab, atau “Gholib Qutil Balad”. Setelah ditemukan illat (alasan rasional) itu maka jenis makanan pokok itu dapat diperluas cakupannya, termasuk beras, jagung, tepung/sagu untuk masyarakat Indonesia. Jadi istilah “makanan pokok suatu negeri”(Gholib Qutil Balad), adalah hasil ijtihad ulama Syafi’iyah dan Malikiyah, istilah itu tidak tertulis di dalam hadits nabi.

Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, zakat fitrah harus dibayar dengan jenis makanan yang disebutkan dalam hadits nabi tersebut, tidak boleh diganti dengan jenis makanan yang lain, walaupun makanan pokok yang dominan di suatu negeri.   

Apakah boleh zakat fithrah dibayar dengan uang senilai harga makanan pokok itu. Menurut ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, zakat fitrah tidak boleh (tidak sah) dibayar dengan uang, Menurut Imam Abu Hanifah, Imam al-Tsauri, Al-Hasan al-Bashri, Abu Ishaq, ‘Atha’ dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, boleh zakat fithah dibayar dengan uang senilai harga makanan pokok itu. Bahkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada Gubernur  Basrah dan Adi untuk membayar zakat fitrah dengan uang.

Ulama yang membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang beralasan dengan  hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya: Ajakan/membuat senang orang-orang miskin itu di hari Raya Idul Fithri agar mereka tidak berkeliling meminta minta (Ughnuhum ‘anith-thawaf fi Haza al-yaum).”

Berdasarkan hadits nabi ini dapat dipahami maqashid syari’ahnya, yaitu tujuan utama dari diwajibkannya zakat fithrah adalah untuk menyenangkan fakir miskin di hari Raya. Jadi, zakat fitrah boleh dibayarkan dengan sesuatu yang membuat fakir miskin merasa senang dan gembira. Kalau fakir miskin merasa senang jika dibayar zakat fithrah kepadanya berupa kurma dan gandum, bayarlah zakat fithrah dengan kurma atau gandum seperti yang disebut secara tekstual dalam hadits nabi.

Kalau fakir miskin merasa gembira diberikan makanan pokok suatu negeri seperti beras, jagung atau tepung, bayarlah zakat fitrah dengan makanan pokok itu. Namun, jika fakir miskin lebih senang dan gembira diberi uang, maka boleh (Sah) zakat fithrah dibayar dengan uang. Dengan uang ini lebih maslahat, karena fakir miskin dapat membeli baju, sepatu, kue, ketupat dll untuk kebahagiaan di hari Raya Idul Fithri. Adapun ukuran zakat fitrah itu sebanyak 1 sha’, setelah dikonversi menjadi 2,5 kg beras atau 3,5 liter.

Waktu yang afdhal membayar zakat fithrah adalah di pagi hari sebelum orang pergi shalat Idul Fithri ke tanah lapang/masjid. Kalau dibayar di pagi hari raya ini, tidak tercapai maqashid syari’ahnya (tujuan utama diwajibkannya), karena kapan fakir miskin bisa beli sepatu, baju baru, kue, ketupat di pagi hari itu, semua toko tutup. Oleh sebab itu, ulama membolehkan zakat fithrah dibayar 2 (dua) hari sebelum hari Raya Idul Fithri, agar ada waktu buat fakir miskin untuk membeli keperluan di hari Raya.

(Sumber bacaan: Fiqh al-Zakat, oleh Yusuf Al-Qaradhawi, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, oleh Wahbah Al-Zuhaili).  

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

HMJ KPI Langsungkan Mukosma, Ketum: Tingkatkan Loyalitas serta Komunikasi Antar Anggota

Next Post

Meraih Ketenangan Jiwa Lewat Intensitas Berpuasa

Related Posts
Total
0
Share