Suarakampus.com- Berkenalan dengan Puncak Gagoan telah menawarkan rentetan perjalanan yang indah. Alam seakan merestui perjalanan singkat tim Suara Kampus menelusuri salah satu tempat wisata di gugusan Pegunungan Bukit Barisan, Desa Pasinggahan Kecamatan Tanjung Junjung Sirih, Kabupaten Solok.
Berbalik sejenak dari kesibukan Kota Padang, cukup merogoh Rp. 10.000 untuk setiap kendaraan roda dua yang masuk menuju bukit penguji adrenalin. Puncak Gagoan ini juga berdekatan dengan Nagari Sianok, hanya 20 kilometer dari Kota Solok.
Namun, butuh waktu 15 menit berjalan kaki melewati bebatuan di area perbukitan yang curam, kemiringannya mencapai 90 derajat. Perjalanan yang menguji adrenalin, karena selain pendakian yang bebatuan, hembusan angin selama perjalanan juga sangat membahayakan. Angin di sana sangat kencang, sementara untuk mengamankan perjalanan di objek wisata tersebut hanya tersedia tali sebagai tempat bergantung.
Kendati demikian, rasa letih mendaki bisa terbayarkan ketika berhadapan dengan panorama di puncak bukit yang menyuguhkan keindahan unik dengan batuan karang. Selain itu, Danau Singkarak juga turut menyapa pengunjung, berteman hamparan sawah dan rumah warga.
Puncak Gagoan diapit oleh dua bukit, di mana satu sisi bukit penuh dengan jajaran pepohonan dan satu lagi bertengger hijaunya rerumputan. Nikmatnya karunia Tuhan ini juga dirasakan warga sekitar, karena terdapat aliran sungai berair jernih mengalir ke rumah warga.
Arlis, salah satu pedagang sekaligus pengaman objek wisata Puncak Gagoan bersyukur bisa mengais rezeki untuk kelima anaknya. Meski pekerjaannya tidak semudah yang terlihat, karena harus mengamankan pengunjung, dengan tingkat risiko yang tinggi. Sebab semakin senja hembusan angin semakin kencang.
“Puncak Gagoan buka setiap hari sampai pukul 16.40, dan saya tidak akan pulang sebelum seluruh pengunjung pergi,” ungkapnya dengan pandangan ramah, Sabtu (16/10).
Selama kurun lima tahun berdagang, ia mengaku telah menyaksikan perkembangan Puncak Gagoan setiap tahunnya. Kata dia, setiap weekend wisata yang dikelola masyarakat sekitar itu akan ramai dikunjungi. “Selain menyediakan warung makanan untuk istirahat, bapak juga memastikan keamanan motor pengunjung,” tuturnya.
“Pengunjung cukup membayar Rp 2.000-5.000 untuk keamanan kendaraannya,” ucapnya.
Katanya, bahaya dari Puncak Gagoan telah tercermin dari nama bukit tersebut. Gagoan yang berarti gamang, menunjukkan ketakutan jika berada di puncak dan hembusan angin yang kencang.
Menilik hal ini, ia berpesan setiap pengunjung harus berhati-hati mendaki ke Puncak Gagoan dan memastikan keadaan motor jika ingin pulang. “Jalan dan pendakian sangat terjal, pengunjung harus ekstra hati-hati,” harapnya.
Namun, meski jalan yang terjal dan terbilang membahayakan, hingga saat ini belum terdapat korban jiwa dari Puncak Gagoan tersebut. Arlis mengaku pernah terjadi kecelakaan tapi tidak di area pendakian. “Dahulu pernah terjadi kecelakaan di perjalanan, maka pengunjung diharapkan mengantisipasi keamanan rem kendaraannya,” tuturnya.
Lanjutnya, pihaknya telah mengajukan proposal kepada Dinas Pariwisata Kota Solok dan berjanji akan memberikan bantuan terkait objek wisata tersebut. Namun hingga saat ini realisasi bantuan belum kunjung didapati langsung dari pemerintah. “Semoga saja pemerintah bisa merespon lebih cepat terkait pengelolaan objek wisata ini,” inginnya.
Senada dengan itu, salah satu pengunjung asal Bukittinggi, Niagara terlihat excited berhasil menyelesaikan perjalanannya dengan selamat. Katanya, perjalanan pertama tersebut memberikan kesan yang luar biasa. Sebab untuk sampai di puncak ia harus mendaki bukit dengan jalan bebatuan yang terjal.
“Di balik susahnya perjuangan telah menanti nikmat keindahan,” tuturnya.
Niagara mengetahui pesona Puncak Gagoan dari salah satu rekannya. Ungkapnya mendaki Puncak Gagoan mampu memberikan kesan pendakian bukit yang sebenarnya. “Lelahnya perjuangan akan terbalas jika kita menyelesaikan pendakian,” tuturnya.
Namun Niagara sedikit menyayangkan kondisi area pendakian Puncak Gagoan, dengan jalan yang terjal, dan hanya cocok dikunjungi oleh generasi muda saja.
Ia mengatakan, pengelola hanya memfasilitasi satu tali untuk membantu para pengunjung. “Semoga ke depannya fasilitas pendakian lebih memadai untuk keselamatan pengunjung,” harapnya. (ulf)
Wartawan: Firga Ries Afdalia