Oleh: Verlandi putra (Mahasiswi Program Studi Tadris Bahasa Inggris UIN IB)
Langkah berjejak di lantai kaca
Ruang berbisik dalam senyap
Namun di sudut bersandar renta
Seraut muka merajut gelap
Duduk bersila dalam berjaga
Puasa menuntun diri bertahan
Namun tatapannya meranggas nyawa
Seakan dunia runtuh perlahan
Kening berlipat mata berpijar
Bibir terkatup tanpa suara
Namun badai menjalar liar
Menebar resah tanpa jeda
Segala topik hilang makna
Tiap kata menguap hampa
Sebab wajahnya menyimpan gulita
Memadat ruangan serupa neraka
Entah siapa yang mencuri harinya
Entah mengapa begitu pekat
Rapat berjalan bagai nestapa
Terkukung aura nan teramat sesat
Sungguh duka bukan kutukan
Tak perlu disebar dalam tatap
Tak perlu wajah menjadi pesan
Membawa geram dalam gelap
Jika amarah membakar dada
Simpanlah dalam genggaman erat
Bukan disiram dalam udara
Membiakkan risau sekarat-sekarat
Puasa menuntut tabah nan teduh
Menahan luka menahan bara
Namun ia menjelma langit mendung
Mengubur fajar dalam gulana
Tiap detik berliku lamban
Sebab muramnya melilit dada
Menebar beku bagai kutukan
Menjadikan sesi kian tersiksa
Siapa yang tega merampas damai
Siapa yang tega menebar sunyi
Mungkin daku tak ingin tahu
Namun wajahnya meracun bumi
Mereka bertanya tanpa bahasa
“Apakah rapat ini terlalu panjang?”
Ataukah hanya badai hatinya
Yang membungkam waktu dalam bayang
Ingin berseru ingin mengguncang
Namun kutahu tak ada guna
Sebab beku telah menjalar garang
Memagut suasana dalam derita
Jika amarah tak bisa sirna
Jika resah tak bisa reda
Biarlah daku menunduk saja
Menghindar dari racun matanya
Esok lusa mungkin terjadi
Sosok lain membawa badai
Mungkin daku mungkin sendiri
Menjadi kelam di tengah damai
Sungguh muram seharusnya sirna
Bukan dipahat dalam sorot lara
Jika rapat ingin segera usai
Cukup tersenyum meski tersiksa