#KaburAjaDulu: Antara Kekecewaan Generasi dan Kesenjangan Ekonomi Dunia

(Sumber: Isyana/suarakampus.com)

Oleh: Intan Lestari

(Mahasiswi Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN IB)

Masifnya penggunaan tren #KaburAjaDulu menjadi sinyal kekecewaan masyarakat yang besar terhadap pemerintah Indonesia. Dilansir dari artikel www.cnnindonesia.com, hal-hal seperti pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan, dan jaminan kualitas hidup dipandang oleh netizen X sebagai sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh pemerintah Indonesia, dibandingkan dengan negara lainnya.

Kemunculan tagar #KaburAjaDulu ini berkaitan dengan fenomena brain drain yang telah lama terjadi di Indonesia dan negara-negara berkembang. Brain drain atau yang juga disebut human capital flight adalah fenomena ketika orang-orang pintar dan berbakat memilih untuk bekerja di luar negeri. Fenomena ini sering terjadi di negara-negara berkembang. Banyak orang dengan profesi seperti dokter, ilmuwan, hingga insinyur memilih untuk berkarir di luar negeri.

Dari kedua fakta di atas, terlihat jelas bahwa generasi hari ini, khususnya generasi muda, sudah banyak yang menyadari bahwa permasalahan di Indonesia sudah tidak dapat lagi dibendung. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari, permasalahan baru muncul, sementara permasalahan lama belum terselesaikan. Inilah yang mendorong generasi muda memilih negeri luar yang lebih menjanjikan bagi mereka.

Tagar #KaburAjaDulu?

Tagar ini sempat menjadi topik tren unggahan di Indonesia pada platform X. Jika didalami, kondisi ini tentu tidak lepas dari pengaruh digitalisasi, terutama di media sosial, yang menggambarkan kehidupan negara lain yang lebih menjanjikan. Ketika pendidikan di negeri sendiri dinilai rendah, di saat yang bersamaan, mereka ditawarkan beasiswa ke luar negeri di negara maju. Tentu, siapa yang tidak tergiur dengan tawaran tersebut?

Ditambah lagi, kebanyakan dari mereka didominasi oleh Generasi Z, generasi yang cenderung plin-plan terhadap hidupnya dan menginginkan segala sesuatu serba instan. Bagi mereka, ini bukan pilihan yang sulit, mengingat sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri. Justru, mereka dihadapkan pada banyaknya tawaran kerja dari luar negeri, baik sebagai pekerja terampil maupun kasar, dengan gaji yang lebih tinggi. Semua ini semakin membuka peluang bagi mereka untuk “kabur”.

Gagalnya Kebijakan Politik Ekonomi

Kondisi ini memang tidak bisa dilepaskan dari fenomena brain drain, yang menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Kedua hal ini semakin menguat dan memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang, sehingga menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.

Hal ini menggambarkan kegagalan kebijakan politik ekonomi dalam memberikan kehidupan sejahtera. Sistem kapitalisme yang dijadikan sebagai asas negeri ini menjadi akar masalah dari kondisi ini. Kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga di tingkat global antara negara berkembang dan negara maju.

Kesejahteraan Hanya Dalam Islam

Islam mewajibkan negara untuk membangun kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negara, baik secara individu maupun kolektif. Ada banyak mekanisme yang harus dilakukan negara, termasuk mewujudkan dan menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki yang telah baligh. Lapangan kerja ini dapat disediakan di berbagai sektor, seperti pertanian, perdagangan, industri, dan jasa, dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang telah Allah limpahkan kepada kaum muslimin.

Selain itu, strategi pendidikan dalam negara Islam mampu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang beriman dan siap membangun negara. Negara juga peduli serta menjamin kehidupan mereka sebagai warga negaranya. Hal ini tidak akan ditemui dalam sistem yang berlaku hari ini, karena hanya dalam sistem Islamlah semua itu bisa terwujud, yakni dengan tegaknya Khilafah. Khilafah akan menjadi rahmat bagi seluruh alam dan mewujudkan dunia yang adil dan sejahtera.

Wallahu a’lam bishawab.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Hafidz Abdurrahman: Ramadan, Momentum Perubahan dan Keberkahan

Next Post

Lidah yang Gagap Menyebut Kalam

Related Posts
Total
0
Share