Judul buku : Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer; Catatan Pulau Buru
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Tahun terbit : Cetakan pertama Maret 2001, cetakan ketujuhbelas, Maret 2020
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2015
Halaman : 248
ISBN : 978-602-6208-82-8
Resensiator : Neneng Nora Hastuti
“Dengan hati berat aku tulis surat ini untuk kalian. Belum sepatutnya pada kalian diajukan suatu berita yang mengguncangkan, memilukan, menakutkan, dan menyuramkan,” (hal. 3).
Demikian Pramoedya mengawali catatan ini, yang disusun berdasarkan keterangan teman-teman sepembuangan Pramoedya di Pulau Buru, serta hasil pelacakan mereka terhadap para budak seks (Jugun ianfu) setelah ditinggalkan begitu saja di Pulau Buru, segera setelah Jepang menyerah pada tahun 1945.
Awal membaca catatan ini saya mengira di dalamnya Pram akan bercerita tentang pergerakan wanita (yang dilakukan oleh R.A Kartini,atau tokoh wanita yang punya keinginan besar untuk mengubah nasib) ternyata salah kaprah. Setelah membacanya, cerita dalam buku ini bertolak belakang dengan perkiraan saya di awal. Buku ini merupakan karya jurnalistik Pram yang begitu detail dalam menggambarkan penderitaan orang pribumi Indonesia yang kerap menjadi ‘santapan empuk’ serdadu Jepang.
Disebutkan pada masa itu tentara-tentara Jepang sangat sulit membawa wanita penghibur dari negara asalnya. Seperti dari Jepang atau Korea. Karena kesulitan tersebut, gadis remaja Indonesia pada akhirnya yang dijadikan budak pemuas nafsu para serdadu Jepang. Mereka adalah perempuan-perempuan yang diambil secara paksa atau sukarela oleh Jepang dari keluarganya, dengan iming-iming akan disekolahkan ke Tokyo dan Shonanto (Singapura).
Janji itu dihembuskan pertama kali pada tahun 1943 dari kekuasaan tertinggi di Jawa- Pemerintah Balantentara Pendudukan Dai Nippon. Janji yang tidak pernah dicatat melalui harian atau barang cetakan lain, hanya berupa desas-desus. Di dalam buku ini dijelaskan beberapa tokoh yang ingin melarikan diri, tetapi hal itu tidak mungkin karena penjagaannya sangat ketat dan juga ada yang bersikap pasrah karena sebesar apa pun usaha untuk melarikan diri, maka semakin parah siksaan yang mereka dapatkan.
Catatan ini, menurut saya terdiri atas dua bagian. Awalnya berisi catatan para perawan yang pernah ditemui, seperti nama keluarga dan asal daerah. Bagian kedua, cerita mengenai para narasumber yang bercerita tentang pengalamannya ketika menjejak keberadaan para perempuan ini, salah satunya adalah Bu Mulyati, perempuan asal Klaten. Di bagian ini saya mengalami sedikit kesulitan (mungkin bisa disebut Kebosanan) dalam membaca kisahnya.
Sejak awal, saya mulai terbiasa dan ingin tahu lebih banyak catatan tentang para korban kejahatan perang tersebut (masih dengan hati geram dan ngilu). Tetapi di bagian ini, saya merasa seolah-olah sedang membaca fiksi. Cerita yang disusun Pram sendiri tidak bisa dikatakan tidak bagus, justru menurut saya sangat menyentuh dengan narasi yang indah.
Pembaca diajak untuk mengenal dan bersinggungan dengan kehidupan penduduk Alfuru yang masih sangat primitif dengan pola hidup nomaden dari sudut pandang saksi, salah seorang buangan dari Jawa. Pengalaman Sarony tidak mudah dan penuh bahaya. Hati saya ngilu, bukan saja karena catatan penemuan mereka tentang para perempuan terbuang tersebut, tapi juga akan kehidupan para suku yang belum tersentuh peradaban. Di bagian ini saya malah merasa kehilangan esensi secara keseluruhan dari buku ini.
Buku ini mengingatkan para remaja masa depan tentang suatu peristiwa kelam yang tidak tercatat dalam arsip sejarah. Peristiwa yang sampai sekarang masih menjadi bahasan beberapa lembaga kemanusiaan dunia dan pembela hak perempuan dunia.
“Kalian para perawan telah aku susun surat ini untuk kalian bukan saja agar kalian tahu bagaimana nasib buruk yang biasa menimpa para gadis seumur kalian, juga agar kalian mempunyai perhatian terhadap sejenis kalian mempunyai kemalangan itu, surat kepada kalian ini juga semacam pernyataan protes sekalipun kejadiannya sudah puluhan tahun lewat,” Pramoedya Ananta Toer Catatan Pulau Buru: Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer.
Buku ini merupakan novel yang menceritakan tentang perang tapi mengangkat sisi yang berbeda. Karena buku ini tergolong dalam buku sejarah yang sangat sulit kita temukan di bangku sekolah. Buku ini mampu membuat pembaca masuk dan merasakan hal-hal yang terjadi pada perempuan-perempuan tersebut seperti bagaimana sulitnya pada masa itu dan bagaimana tersiksanya mereka pada penjajahan jepang itu. Buku ini membuka mata kita bagaimana melihat sejarah dari sisi yang yang berbeda, tidak hanya pada apa yang ada di buku sekolah tapi juga terkait hal esensial. Dan buku ini menyajikan hal baru dari bagaimana kita melihat sejarah bangsa kita sendiri.
Novel karya Pram ini dengan jelas memberi gambaran peristiwa nahas kala itu. Pram mengumpulkan bukti-bukti yang terpercaya berupa hasil wawancara dengan para saksi, kerabat dekat dan keluarga yang masih hidup. Bahkan Pram mendapat kesempatan untuk mendengarkan kesaksian dari beberapa korban secara langsung yang berhasil ia temui saat masa pengasingannya di Pulau Buru. Secara fisik, catatan yang dikategorikan novel ini cukup sederhana. Ukurannya lebih kecil dibanding novel-novel pada umumnya. Buku ini tergolong bacaan penting bagi para pemuda, terutama perempuan.
Selain untuk diambil pelajarannya, isinya juga sarat akan makna yang mengingatkan kita pada sejarah bangsa sendiri. Membaca cerita ini terasa sangat memilukan. Perjalanan para gadis Jawa yang dijanjikan akan melanjutkan pendidikan di Jepang, ternyata justru dibawa ke Flores dan daerah-daerah lain, salah satunya di Pulau Buru, tempat di mana Pram pernah menjadi tahanan politik dan diasingkan disana. Pencariannya pun ia lakukan di sini, daerah yang jauh dari keramaian, masih sangat primitif.
Pram sangat telaten mencatat rekam jejak perjalanannya mengungkap fakta itu, terhitung pada tahun 1969 saat Pram berangkat ke Pulau Buru. Orang demi orang ia temui untuk ia gali informasinya, semua data yang merupakan hasil wawancara langsung, ia paparkan dalam buku ini. Perjalanannya bisa dibilang mengungkap fakta yang selama ini tak banyak diketahui oleh masyarakat.