Mutiara Dwi Persada
(Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Imam Bonjol)
Baru-baru ini marak sekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja ke luar negeri secara Ilegal, artinya mereka tidak mendapatkan jaminan keselamatan selama bekerja disana. Seperti yang dilansir dari website cnnindonesia.com, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding yang mengatakan bahwasannya ada sekitar 5 juta rakyat Indonesia yang menjadi TKI ilegal di luar negeri. Jadi, rata-rata Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terdaftar sekitar 5 juta lebih dan yang tidak terdaftar lebih dari 5 juta juga. Ia juga menyebutkan bahwa para PMI tersebar di 100 negara tujuan, seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan dan HongkongHongkong, dan lainnya.
Adapun yang dilansir di website news.detik.com dari Polres Metro Jakarta Selatan berhasil menggagalkan upaya pengiriman pekerja migran Indonesia alias tenaga kerja Indonesia ilegal yang akan dikirim ke Erbil/Arbil, Kurdistan, Irak. Dalam pengungkapan ini ada 3 orang tersangka yang sudah diamankan. Ternyata PMI sendiri merupakan penyebutan resmi TKI. Yang mana istilah ini tidak lagi digunakan sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Diakui bahwa para pekerja migran yang tidak terdaftar alias ilegal itu memang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kementerian PMII. Karena PMI ilegal itu rawan mengalami eksploitasi dan menjadi korban tindakan pidana perdagangan orang (TPPO).
Kenapa hal ini bisa terjadi ?
Ternyata oh ternyata terjadinya TKI ilegal ini erat kaitannya dengan masih tingginya angka pengangguran maupun penghasilan yang rendah sehingga tidak dapat mencukupi dalam memenuhi kebutuhannya. Ditambah lagi pemasukan dan pengeluaran yang di keluarkan terjadi ketimpangan siuran, karena pemasukan tidak seberapa sedangkan pengeluarannya sangat banyak. Bahkan Persoalan ini terjadi pada berbagai kelompok usia termasuk para Gen Z.
Sebenarnya hal ini juga menjadi salah satu menjadi penyebab utamanya yakni sulit dalam memperoleh pekerjaan (lapangan kerja sedikit, skill rendah, birokrasi sulit) dan gaji yang tidak layak. Sehingga mengakibatkan rakyat mencari pekerjaan ke luar negeri dengan harapan bisa hidup lebih baik disana, bahkan ia mau walaupun dengan cara ilegal. Ini juga merupakan akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan negara abai pada nasib rakyatnya, dan lebih mirisnya lagi mereka sibuk dengan berbagai kepentingan-kepentingannya dan menuruti sekehendak keinginan mereka. Di sisi lain, negara pun juga berlepas tangan dengan tanggung jawab yang di amanahkan kepadanya yakni dalam menjamin keselamatan rakyatnya dan melindunginya dari eksploitasi dan TPPO. Pun hal ini karena adanya individu yang memiliki iman yang lemah dan rakus, sehingga membuat terjadinya berbagai kejahatan terhadap sesama manusia, termasuk memberangkatkan TKI ini secara ilegal.
Bagaimana solusi tuntas untuk mengatasi ini semua ?
Jikalau kita menginginkan sebuah perubahan yang hakiki, maka solusinya pun juga secara hakiki. Seperti halnya kita beralih kepada Sistem ekonomi Islam yang berbasiskan Islam. Contohnya dalam Islam mengenai aturan kepemilikan yang dijelaskan secara jelas dan detail. Yakni adanya kepemilikan umum yang menjadikan negara dapat membuka lapangan pekerjaan, agar peluang untuk bekerja sangat besar dan beragam.
Dalam hal ini, Negara juga akan menyiapkan fasilitas yang lengkap bagi masyarakatnya, tenaga ahli dan terampil baik melalui PT maupun vokasi. Sehingga dapat mencukupi kebutuhan Sumber Daya Mahasiswa (SDM) dalam negeri. Berarti, jikalau kita ingin mewujudkan itu semua dalam sebuah negara, maka sangat diperlukan sebuah junnah (perisai) bagi umat yakni dalam sebuah Negara Khilafah yang akan menyediakan lapangan pekerjaan dengan keanekaragamannya untuk semua laki-laki, termasuk Gen Z. Karena mereka merupakan pihak yang diwajibkan syara sebagai penanggung jawab nafkah. Dengan demikian rakyat tidak perlu mencari pekerjaan lagi ke negeri orang lain apalagi mengambil risiko yang sangat besar bahkan bisa berujung kematian sebagai TKI yang ilegal.