Evani
(Alumni UIN Imam Bonjol)
Listrik merupakan kebutuhan penting bagi umat yang harus dipenuhi oleh Negara. Namun, kenyataannya pada saat ini masih banyak sekali aliran listrik yang belum merata ke seluruh perumahan warga. Hal ini terjadi karena liberalisasi tata kelola listrik. Liberalisasi atau kebebasan terhadap tata kelola listrik, yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. Akibatnya, penyedian listrik seperti di pedesaan tidak terlalu diperhatikan karena mahalnya biaya dan sulitnya akses ke desa atau daerah terpencil.
Penyedian kebutuhan hidup berupa listrik ini dikuasai oleh kosporasi sehinga harga listrik niscaya sangat mahal, sementara negara lepas tangan mengenai jaminan pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Lebih parah lagi, bahkan negara justru memalak rakyat melalui tata kelola listrik yang kapitalistik atau menguntungkan suatu pihak tertentu.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P. Hutajulu, mengatakan sampai triwulan 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang semuanya terletak di Papua belum mendapat aliran listrik (tirto.id, 10/6/2024).
Sebalinya dari total 83.763 desa/kelurahan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 100.1,1-6177 tahun 2022 tentang pemberian dan pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau rasio desa berlistrik sudah tersebar sebesar 99,87 persen.
Namun dapat kita lhat juga tidak hanya di daerah Papua saja yang belum teraliri listrik, salah satu daerah terpencil Sumatera Barat, Mentawai khususnya Siberut Selatan yang pada umumnya juga belum teraliri listrik.
Adapun daerah yang juga terdapat listrik subsidi dalam waktu yang sangat terbatas. Misalkan antara daerah Maileppet mendapatkan jadwal listrik hidup mulai dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore. Sedangkan selanjutnya akan bergiliran dengan daerah Muara sejak pukul 18.00 sore hingga 06.00 pagi teraliri listrik.
Jika hal demikian terus saja terjadi sepanjang waktu akan mempersulit warga dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti memasak, mandi, dan lain sebagainya.
Fakta adanya wilayah yang belum mendapat layanan listik menjadi hal yang patut dipertanyakan. Pada zaman serba digital hari ini, negeri ini masih saja belum dapat pemerataan fasiltas dan layanan public wilayah pelosok atau terpencil. Ini karena hajat hidup publik seperti listrik dil liberalisasi sedemikian rupa menjadi layanan berbayar alias tidak gratis.
Belum lagi ditambah kenaikan berbagai tarif seperti pajak, listrik, dan sebagainya. Negara hanya memberi regulasi yng mencekik tanpa mempedulikan kesulitan yang dihadapi rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, yaitu membuat dan mengatur regulasi prokapitalis, sedangkan rakyat hanya dibiarkan menanggung beban hidupnya sendiri. Sementara itu negara tidak menjalankan kewajibannya membangun infrastruktur publik yang memudahkan akses jalan, pemasangan jaringan atau pemasangan jaringan listrik pada wilayah yang kondisi geografisnya sulit, seperti Papua atau daerah pelosok lainnya. Inilah wujud kelalaian dan lepasnya tanggung jawab Negara sebagai pelayan rakyat.
Namun dalam Islam, listrik merupakan sumber daya energi milik umum yang wajib dikelola oleh negara. Sebagaimana saba Rasulullah, kaum muslim berserikat dalam tiga pekara, padang rumput, air, dan api.
Listrik menghasilkan energi panas (api) yang dapat menyalakan barang elektronik. Dalam hal ini, listrik termasuk kategori “api” yang disebutkan dalam hadis itu. Di sisi lain, sumber pembangkit listrik semisal batu bara merupakan barang tambang yang terkategori harta milik umum.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik, Negara Khilafah akan menempuh beberapa kebijakan: (1) membangun sarana dan fasilitas yang memadai, (2) melakukan eksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri, (3) mendistribusikan pasokan listrik kepada rakyat dengan harga murah, (4) mengambil keuntungan pengelolaan sumber energi listrik atau lainnya, seperti pendidikan keseahatan, keamanan, sandang, pangan dan papan. Dengan pengelolaan sumber energy listrik secara holistik berdasarkan syariat Islam, Negara dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan amanah. Rakyatpun akan terpenuhi kebutuhan listriknya untuk keperluan seari-hari. Akses dan layananpun dapat di jangkau di seluruh wilayah negeri dengan biaya yang terjangkau, bahkan bisa gratis mengingat potensi keberlimpahan SDA tambang di negeri-negeri muslim sangat besar nilainya.