Urgensi Perkembangan Hukum Pidana Islam di Indonesia

Profesor Salma menyampaikan materi pada orasi ilmiah (Sumber: Iqbal/suarakampus.com)

Suarakampus.com- Hukum pidana Islam penting diterapkan dan telah berkembang di Indonesia, dibuktikan melalui kemajuan perkembangan fikih yang diserap ke dalam perundangan-undangan. Hal ini disampaikan Guru Besar Bidang Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah, Salma pada orasi ilmiah di Aula Mansur Dt. Nagari Basa, Selasa (18/01).

Ia mengatakan hukum pidana Islam berasal dari Allah yang sudah dipastikan kebenarannya, dan mengandung kemaslahatan bagi masyarakat. Namun hudud, qishash dan diyat, jumlahnya sangat sedikit dibanding pasal-pasal kejahatan dalam KUHP maupun ketentuan-ketentuan pidana khusus lainya.

Meski begitu, kata dia, penyerapan hukum-hukum pidana Islam tersebut sebagiannya sudah ada. “Hal ini sudah diterapkan dan berkembang dalam hukum pidana Indonesia,” ucapnya.

Lanjutnya, hukum Islam di Indonesia yang diserap dari fikih salah satunya hukum yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, diambil dari fiqh al-munakahat. Sebab katanya, Undang-undang ini mengikat seluruh umat muslim Indonesia dan aturan-aturan tentang perkawinan dalam fiqh al-munakahat seyogyanya menjadi tidak berlaku lagi.

“Kita amati dalam fikih, tidak bisa lagi menjadi alasan untuk tindakan-tindakan tertentu dalam perkawinan yang berbeda dari ketentuan Undang-undang ini,” tuturnya.

Sementara di lain hal, kata dia, dalam pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dipahami bahwa satu hubungan seksual baru bisa disebut perzinaan yang dihukum dengan hukuman tertentu. “Dalam pasal 284 tersebut dijelaskan, jika dilakukan oleh orang yang sudah menikah dan hubungan seksual itu dilaporkan oleh orang yang merasa dirugikan yaitu suami atau istrinya,” terangnya.

“Selama hubungan seksual itu dilakukan oleh orang yang belum menikah atau tidak dilaporkan oleh pasangannya, maka perbuatan itu tidak bisa disebut sebagai tindak pidana yang bisa dihukum,” jelasnya.

Menurutnya, Undang-undang tersebut sangat menjamin kebebasan pribadi selama hal itu tidak merugikan orang lain. Kendati demikian, ia menilai jangkauan Undang-undang ini sangat pendek dan terbatas pada kepentingan pribadi. “Tetapi hal ini tidak sesuai dengan keberadaan penduduk Indonesia yang beragama, dan memandang zina sebagai perbuatan tabu,” katanya.

Wartawan: Muhammad Iqbal

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

FS Gelar Orasi Ilmiah Guru Besar UIN IB

Next Post

UIN IB Terima Kunjungan dari Ponpes Tgk Chiek Oemar Diyan Aceh

Related Posts
Total
0
Share