Suarakampus.com- Kampus sudah memastikan bahwa semester depan perkuliahan akan tetap dilangsungkan secara daring. Namun perkuliahan daring yang sudah diberlakukan selama satu semester lebih di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang masih meninggalkan catatan buruk.
Hal itu terungkap dari jajak pendapat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Kampus pada 26 Desember 2020 hingga 14 Januari 2021. Dalam menilai pelayanan dan efesiensi perkuliahan daring, 90,95 persen dari 1060 responden, melihatkan perkuliahan secara daring jauh dari kata layak. Alasannya beragam, seperti sistem perkuliahan yang tidak terukur, proses perkuliahan yang tidak teratur serta sistem penilaian yang tidak jelas.
Saat ditanyai suarakampus.com mengenai perkuliahan daring, salah seorang mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Nisa Amerta mengungkapkan, alasan keamanan dan kesehatan tidak tepat untuk meniadakan kuliah tatap muka, khususnya bagi mahasiswa baru angkatan 2020.
“Tidak pas juga kalau alasan itu digunakan untuk tidak melaksanakan kuliah tatap muka, jika tidak bisa keseluruhan, saya harap khusus bagi mahasiswa baru bisa, sebab lokal banyak yang tidak terpakai,” katanya.
Mahasiswa FEBI angkatan 2020 itu merasa bahwa selama perkuliahan online, dirinya mengalami kesulitan dalam memahami materi perkuliahan dan kebanyakan mata kuliah disajikan hanya melalui WhatsApp grup.
“Saya merasakan pada semester lalu itu kita tidak kuliah, kebanyakan dosen hanya membiarkan mahasiswa berdiskusi tanpa panduan di WhatsApp grup, setelah itu ambil absen dan setor tugas,” tambahnya.
“Saya berharap kampus dapat melakukan evaluasi agar mahasiswa mendapatkan haknya dalam memperoleh ilmu pengetahuan, terkhusus bagi mahasiswa baru,” harapnya.
Tak jauh berbeda dengan Nisa, salah seorang Mahasiswi Psikologi Islam Hafizah menuturkan, dari 21 Sistem Kredit Semester (SKS) selama kuliah daring, hampir seluruhnya menggunakan WhatsApp dan Clasroom. “Ada juga beberapa mata kuliah melalui zoom, tapi kendalanya di jaringan,” ujarnya.
Hafizah berharap kampus memberi peluang untuk melangsungkan kuliah tatap muka, karena mahasiswa baru saat ini belum begitu memahami dunia kampus.
“Selama ini belum pernah ke kampus, sekadar tahu dari media sosial saja dan rasa kuliah itu tidak dapat, padahal sudah bayar mahal-mahal,” harapnya.
Sebelumnya, Rektor UIN IB Eka Putra Wirman dalam keterangan resminya mengatakan, perkuliahan daring diupayakan sebagai langkah untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Akan tetapi fakta di lapangan berkata lain, sebab akhir-akhir ini kampus terkesan abai dengan protokol kesehatan. Padahal intensitas mahasiswa di kampus terbilang tinggi, apalagi saat ini bertepatan dengan ujian komprehensif dan persiapan wisuda ke-85.
Masih merujuk hasil jajak pendapat LPM Suara Kampus, keinginan mahasiswa baru untuk kuliah tatap muka cukup tinggi. Dari 1096 responden, 44,91 persen adalah mahasiswa baru, 23,21 mahasiswa angkatan 2019, diikuti mahasiswa angkatan 2018 sebanyak 25,66 persen, mahasiswa angkatan 2017 sebanyak 5,85 persen dan sisanya mahasiswa angkatan 2016 sebanyak 0,29 persen. Dari persentase tersebut, hampir seluruh mahasiswa angkatan 2020 ingin kuliah tatap muka.
Berkaca pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama dan Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri tentang penyelenggaraan pembelajaran semester genap 2020/2021 tertanggal 30 November 2020. Sistem perkuliahan dapat dilaksanakan secara campuran (hybrid learning).
Terlepas dari itu, keputusan kampus sudah bulat bahwa UIN IB akan tetap melaksanakan perkuliahan daring.
Akan Evaluasi Kinerja Dosen
Selain beberapa permasalahan yang menyelimuti perkuliahan daring di UIN IB, suarakampus.com juga menemukan kejanggalan lainnya saat kuliah daring, yaitu keterlambatan menginput nilai di portal, sehingga mahasiswa merasa dirugikan.
Hal tersebut diungkapkan Mahasiswa Program Studi (Prodi) Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, Afif Alaziz, Kamis (04/02).
“Kebijakan menggunakan sistem penilaian yang lama seperti ini tentunya tidak adil, karena merugikan mahasiswa yang berusaha keras untuk mendapatkan hasil terbaik dan akhirnya diberi nilai sama dengan yang tidak mengikuti perkuliahan secara baik,” tuturnya.
Seharusnya hal ini disosialisasikan dahulu sebelum diterapkan, karena Indeks Prestasi Semester (IPS) dan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) jadi menurun dari semester sebelumnya. “Mahasiswa yang seharusnya bisa lolos mendaftar beasiswa tersendat karena IPK nya tidak melebihi syarat,” tambahnya.
Afif berharap pihak yang berwenang memberikan penjelasan mengenai persoalan tersebut. “Saya berharap agar pihak kampus atau otoritas yang berwenang menjelaskan perihal ini kepada mahasiswa,” harapnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan I FDIK, Sarwan menjelaskan, sebenarnya itu kebijakan lama yang sudah diuji cobakan sebelum dua semester ini. “Hal ini sudah sesuai buku pedoman akademik tahun 2018 yang mulai diberlakukan akhir tahun 2019, dimana tahun 2020 sudah diberlakukan dan untuk tahun ini semakin diperketat,” jelasnya.
“Sebelumnya saya sudah berkali-kali memberitahukan kepada dosen batas terakhir menginput nilai tanggal 30 Januari jam 00.00 WIB, jika terlambat sistem secara otomatis akan memberikan nilai mahasiwa dengan predikat B,” tambahnya.
Sarwan juga mengatakan akan memberikan surat teguran kepada dosen yang lalai menginput nilai mahasiswa yang sudah melewati batas waktu.
Terpisah, Wakil Rektor I Bidang Akademik Hetty Waluati mengatakan, pihak kampus akan mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dosen dalam mengajar daring.
“Kita meminta dosen untuk melakukan kuliah daring semester depan tidak hanya menggunakan WhatsApp, namun juga secara virtual dengan menggunakan zoom dan google meet,” demikian kata Hetty kepada wartawan suarakampus.com pertengahan bulan lalu.
Agar tercapainya standar penilaian, Hetty menekankan kepada dosen untuk memaparkan materi perkuliahan secara menarik. (gfr)
Wartawan: Nandito Putra