Khazanah
Penulis: Johan Septian Putra (Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Bulan Ramadan merupakan bulan yang dinantikan umat Islam di dunia. Bulan penuh berkah mewajibkan umat Islam berpuasa semenjak Ramadan pada tahun 02 Hijriyah atau tepatnya pada bulan Februari 624 Masehi, hingga masih dilaksanakan pada era kontemporer ini. Menariknya, dari Ramadan pertama hingga wafat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW), banyak terjadi peristiwa-peristiwa bersejarah bagi umat Islam, termasuk salah satunya peristiwa besar bernama Fathul Makkah atau “Penaklukan Makkah” pada 20 Ramadan tahun 8 Hijriyah.
Dalam bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam , Guru Besar dan pakar sejarah Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjelaskan bahwa peristiwa penting itu bermula dari perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan antara pihak Islam dan kaum kafir Quraisy. Diawali dengan adanya pencekalan terhadap umat Islam Madinah bersama Nabi Muhammad SAW ketika mereka akan menziarahi Ka’bah yang sudah lama tidak mereka datangi. Akhirnya, terjadi perjanjian antara pihak Makkah dan Madinah yang dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah.
Adapun salah satu butir perjanjian tersebut adalah; jika orang Makkah pergi ke Madinah maka pihak Madinah wajib untuk memulangkannya, sebaliknya jika orang Madinah datang ke Makkah maka tidak perlu dipulangkannya ke Madinah. Akan tetapi, pada kenyataannya orang Makkah dengan sukarela masuk Islam dan lari ke Madinah. Sesuai dengan perjanjian Hudaibiyah, nabi mengusir mereka yang dari Makkah dan akhirnya tidak diterima pihak Madinah, sedang apabila mereka kembali ke Makkah, mereka akan dibunuh kaum Quraisy, maka mereka terpaksa sering mengganggu kafilah-kafilah Quraiys yang datang dari Syam menuju Makkah. Akhirnya, pemimpin Makkah, Abu Sufyan secara resmi kirim surat kepada Nabi Muhammad SAW, selaku kepala negara untuk meniadakan pasal tersebut.
Pengaruh perjanjian Hudaibiyah membawa peluang yang sangat besar dalam Islamisasi di luar dua kota suci itu. Pada peristiwa Fathul Makkah Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya yang berjumlah lebih dari 10.000 orang memasuki kota Makkah tanpa perlawanan yang berarti (walaupun ada perlawanan kecil juga namun tidak berdampak sama sekali).
Nabi Muhammad SAW menyerukan mereka berdiam di rumah masing-masing, atau berlindung di Ka’bah atau di rumah Abu Sufyan, mereka dijamin keamanannya dari Allah dan Rasul-Nya. Bukan hanya itu mereka orang Makkah yang mengusir Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib, bahkan merencanakan untuk dibunuhnya, termasuk Abu Sufyan, kalah perang dengan Nabi Muhammad SAW, memberikan ampunan kepada masyarakat Makkah dan Abu Sufyan.
Penjelasan peristiwa agung yang sungguh luar biasa pentingnya bagi umat Islam ini juga terdapat dalam buku Sirah Nabawiyah dari Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri pada bab khusus “Perang dan Penaklukan Makkah,” yang mana setelah penaklukan terjadi, tahap selanjutnya Nabi Muhammad SAW bersama Muhajirin dan Anshar hingga masuk masjid. Beliau menghampiri dan mencium Hajar Aswad, bertawaf, kemudian sambil memegang busur menunjuk berhala berjumlah 360 itu dengan membacakan Surah al-Isra ayat 81, berbunyi:
وَقُلْ جَآءَ ٱلْحَقُّ وَزَهَقَ ٱلْبَٰطِل ۚ إِنَّ ٱلْبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقًۭا
Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”
Seketika itu pula berhala-hala tersebut roboh. Kemudian masuk ke dalam Ka’bah menghancurkan gambar Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) dan Ismail AS yang sedang membagi anak panah untuk undian. Setelah itu Beliau berpidato panjang; di akhir pidato mengatakan seperti yang dikatakan Nabi Yusuf AS kepada saudara-saudaranya, “pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian, pergilah karena kalian orang-orang yang bebas”. Ketika masuk waktu salat, beliau memerintahkan Bilal untuk azan hingga didengar seluruh masyarakat Mekkah dan pasukan dari Madinah saat itu.
Nabi Muhammad SAW sejak datang pertama kali hingga 19 hari berada di sana dan pada hari keduanya kembali berpidato penegasan kepada seluruh umat Islam agar tidak ada lagi pertumpahan darah di Makkah yang sudah suci semenjak Allah SWT menciptakan langit dan bumi; dilarang menebang pohon atau tumbuhan; dilarang membawa pergi hasil buruan; tidak memungut barang yang jatuh kecuali mengumumkannya.
Ketika sudah penaklukkan Makkah pula, banyak penduduk di sana sudah bisa menyadari bahwa tidak ada jalan keselamatan kecuali Islam. Secara berbondong-bondong, mereka pun menyatakan masuk dan berkumpul untuk sumpah setia berupa pembai’atan melalui Nabi Muhammad SAW yang duduk di Shafa, sementara Umar bin Khattab berada di bawah Beliau, memegang tangan orang yang dibaiat. Mereka menyatakan sumpah setia kepada Nabi Muhammad SAW untuk taat dan tunduk menurut kesanggupan. Setelah itu pula membaiat dari kalangan wanita dengan sumpah dan perintah yang sama yakni tunduk dan patuh terhadap apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Penaklukan Makkah merupakan hal yang menentukan dan kemenangan yang besar untuk menumpas dan menghancurkan eksistensi paganisme hingga tuntas di seluruh Jazirah Arab. Tahapan yang pernah dirintis setelah gencatan senjata dan Perjanjian Hudaibiyah bagi kehidupan Islam benar-benar telah tuntas dan lengkap dengan adanya kemenangan yang nyata ini. Setelah itu dimulailah tahapan baru revolusi orang-orang muslim secara keseluruhan dengan sistem politik, sosial, ekonomi, budaya dan agama disesuaikan dengan aturan syariat Islam.
*) Opini kolumnis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi suarakampus.com. (fga)