Hambat Ketenagakerjaan di Indonesia, Walhi Bahas Masalah UU Cipta Kerja

Sosok Zenzi Suhadi selaku Direktur Eksekutif Walhi Nasional (Foto: Zaitun/suarakampus.com)

Suarakampus.com- Soroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91 Tahun 2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja, Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) adakan konferensi pers dengan mengundang seluruh Jurnalis Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Kegiatan tersebut digelar secara virtual melalui Zoom Meeting, Selasa (24/01).

Selaku Manager Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi, Satrio Manggala mengatakan pembentukan UU Cipta Kerja memberatkan rakyat, ditambah dengan pembentukannya yang tidak memegang asas keterbukaan terhadap publik. “Hal ini memudahkan masuknya investasi asing ke dalam negeri yang menjadi masalahnya,” katanya.

Kemudian, ia menyebutkan peraturan yang dibuat itu telah menghambat ketenagakerjaan buruh di Indonesia. Di mana pemerintah fokus memberdayakan investor dengan memudahkan surat izin investasi. “Sehingga hal ini berdampak buruk terhadap pengelolaan lingkungan hidup,” sebutnya.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan inskonstitusional secara bersyarat. “Maka dari itu, MK memutuskan peraturan tersebut secara inskonstitusional bersyarat,” kata Satrio.

Selanjutnya, Satrio menegaskan bahwa MK juga sudah memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. “Tidak dibenarkan untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru, yang berkaitan dengan Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” lanjutnya.

Sama halnya dengan Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi mengungkapkan bahwa sejak adanya UU Cipta Kerja, banyak muncul perampasan hak rakyat dan minimnya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). “Sehingga banyak bencana yang terjadi, seperti runtutan bencana pada tahun 2021 silam. Hal ini karena banyaknya penebangan liar oleh investor luar yang masuk ke dalam negeri, dan tidak ada tanggung jawab terhadap kontrol dan kendali dalam pengelolaan SDA,” jelasnya.

Zenzi menekankan, bahwa kebijakan ini semata hanya untuk keuntungan pemerintah. “Terkait kebijakan ini, hanya untuk kepentingan satu pihak,” sambungnya.

Di akhir acara konferensi pers tersebut, Zenzi menyerukan harapannya agar konferensi ini sebagai sinyal panggilan bagi seluruh elemen masyarakat. “Agar sama bersuara meminta hak dan menuntut pemulihan terhadap lingkungan dan daerah,” tutupnya. (nsa)

Wartawan: Zaitun Ul Husna (Mg)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Sebuah Jalan Menuju Kematian

Next Post

25 Pengurus LPM Ukhuwah UIN Raden Fatah Palembang Resmi Dilantik

Related Posts
Total
0
Share
410 Gone

410 Gone


openresty