HUT ke-5, Duta Damai Sumbar Langsungkan Diskusi Moderasi Beragama

Penandatanganan MoU antara Duta Damai Sumbar dengan FKUB Kota Padang bersama Magistra Indonesia (Sumber: Kholilah/suarakampus.com)

Suarakampus.com– Memperingati HUT yang ke-5, Duta Damai Sumatra Barat (Sumbar) mengadakan diskusi publik dan deklarasi damai. Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah komunitas selingkup Kota Padang di Aula Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Koordinator Regional Duta Damai Kota Padang Nuraini mengatakan, tujuan diadakannya HUT sembari memperingati juga dapat menjaga kebhinekaan Indonesia dengan bersinergi dalam menciptakan perdamaian melalui diskusi bersama.

“Indonesia negara yang beragam, selaku anak muda kita dituntut menjadi agen perubahan untuk menciptakan perdamaian,” katanya, Minggu (14/08).

Nuraini menuturkan, menciptakan negara yang damai tidaklah mudah, sehingga mesti dimulai dari dalam pikiran pribadi. “Kita harus memahami agama secara baik, tanpa perlu merasa paling benar dan menyalahkan orang lain,” lugasnya.

Rido Putra selaku Direktur Eksekutif Majlis Sinergi Islam dan Tradisi (Magistra) mendukung tujuan kegiatan tersebut. Pasalnya, moderasi beragama penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari supaya dapat menumbuhkan sikap toleransi.

Sebab, menurutnya orang yang moderat akan anti kekerasan, menerima tradisi-tradisi yang berbeda dengannya, dan mempunyai komitmen kebangsaan. “Melalui moderasi beragama bisa menghadirkan sikap saling mentoleransi antar sesama,” katanya.

Sambungnya, moderasi beragama dapat dilakukan oleh siapa saja, tanpa memandang usia. Kendati demikian, Katanya generasi muda tengah disoroti karena banyak tantangan yang mesti dihadapi.

Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Salmadanis menjelaskan, ketika dikeluarkannya UUD yang ditanda tangani oleh presiden tentang umat beragama di Sumatera Barat. Katanya, umat Kristen Protestan merasa tidak mendapatkan kebebasan dalam beragama.

Lanjutnya, Agama Kristen Protestan merasakan  kegelisahan  jika diberlakukan UUD Sumatera Barat yang dipayungkan kepada adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah. Sehingga, pemeluk Agama Kristen Protestan melakukan pertemuan pendeta. “Hal ini dilakukan karena mereka merasa akan didiskualifikasi di Sumatra Barat,” ucapnya.

Ia menjelaskan, ada dua cara supaya memahami kitab pada masa kini, yakni secara sempit dan luas atau lapang. Al-hasil, pandangannya, akan memunculkan beberapa kelompok . “Apabila memahami dengan cara sempit maka akan muncul kelompok radikalisme, jika dengan cara luas akan muncul  liberalisme maupun pluralisme,” tuturnya. (red)

Wartawan: Kholilah Tri Julianda

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Mahasiswa PAI Lakukan KBM untuk Wujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi

Next Post

HUT ke-61, UKM Pramuka Adakan Bakti Sosial di Sekitar Pantai Padang

Related Posts
Total
0
Share