Suarakampus.com- Rektor Universitas YARSI Jakarta, Fasli Jalal mengatakan untuk menjadi universitas bereputasi banyak hal yang harus diemban. Kata dia, mahasiswa dan dosen harus sadar terhadap softskill. “Ilmu bisa didapat, asalkan kita mampu belajar dengan cara yang baik, karena itu lulusan harus punya full ability dan ada karakter tersendiri,” katanya dalam webinar bertajuk Reformasi Pendidikan Tinggi, Masalah dan Agenda secara virtual, Sabtu (09/10).
Kata Fasli Jalal, universitas harus memerhatikan keterampilan yang dibutuhkan era sekarang. Seperti literasi dasar, baik literasi, berhitung, literasi ilmiah, literasi teknologi dan komunikasi, literasi keuangan dan literasi budaya dan kewarganegaraan.
Selain itu, ia menuturkan kompetensi dengan berpikir kritis terhadap masalah-penyelesaian, kreativitas, komunikasi, kolaborasi juga penting diterapkan. Katanya, kualitas karakter berbalut rasa ingin tahu, prakarsa, gigih, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, kesadaran sosial dan budaya mesti ditanamkan.
Sambungnya, the performance indicators Times Higher Education (THE) atau indikator kinerja perguruan tinggi cocok di pakai di Indonesia, karena universitas di Indonesia cenderung tidak mau jadi gading, tapi perguruan tinggi yang bermanfaat. Seperti pengajaran dengan lingkungan pengajaran di antaranya survei repurtasi 15 persen, rasio staf ke mahasiswa 4,5 persen, rasio doktor ke sarjana 2,24 persen, doctorates-awarded-to-academic-staff ratio 6 persen, pendapatan institusi 2,25 persen.
“Bidang riset dengan survei reputasi 18 persen, pendapatan dan produksivitas penelitian 6 persen, kutipan terhadap pengaruh penelitian sebesar 30 persen juga dipertimbangkan,” jelasnya.
Lanjutnya, bagian pandangan internasional (staf, mahasiswa, penelitian) dengan proporsi siswa dan staff internasional 7,5 dan 2,5 persen, serta kolaborasi proporsi 2,5 persen. Pendapatan industri (transfer pengetahuan) 2,5 persen mesti diperhitungkan.
Adapun program peningkatan mutu berdasarkan kriteria penilaian QS World University Rankings sebagai publikasi tahunan peringkat universitas yang dilakukan oleh Quacquarelli Symonds (QS) yakni fakulty/student ratio 20 persen, employer reputation 10 persen, academic reputatiom 40 persen, citation per faculty 20 persen dan other 20 persen.
“Sementara intenational student and staff 5 persen, ini yang mesti kita upayakan,” pandangnya.
Ia mengatakan, impact rangking merupakan salah satu dari beberapa jenis pemeringkatan THE yang fokus mengukur keberhasilan universitas dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sunstainable Development Goals (SDGs). “Rasio harus dipacu terus, kalau lektor kepalanya banyak ini membantu dan mulai bekerja sama dengan berbagai pihak yang membuat lebih konseptual,” ucapnya.
UIN Imam Bonjol Mesti Kembangkan Birokrasi
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengatakan, UIN Imam Bonjol harus mengembangkan birokrasi dan kampus seharusnya memiliki otonomi seluas-luasnya.”Dosen hanya sibuk mengajar, kapan melakukan riset,” katanya.
Azyumardi Azra menuturkan jika semester III bisa tejun ke lapangan untuk bergabung ke industri, di Sumatra Barat (Sumbar) cukup susah, tidak seperti Jakarta. “Kalau di Sumbar tidak mudah, apalagi di daerah yang lebih jauh,” ucapnya.
Untuk itu, Rektor UIN Imam Bonjol, harus mengejar berbagai aspek, sebab persaingan semakin ketat. “Kalau kita mau maju, kita panjat pohon durian, buka ditunggu durian matang,” ungkapnya.
Kampus Tidak Tinggal Identitas
Rektor UIN Imam Bonjol, Martin Kustati mengungkapkan kampus sudah memiliki kekhasan tersendiri dengan segala potensi. Namun yang menjadi persoalan adanya label Islam pada prodi masih dipersoalkan saat melamar menjadi PNS. “Kita sedang berupaya terkait hal ini,” terangnya.
Sambungnya, untuk mewujudkan pembangunan dan SDM, pihak kampus sudah memasukkannya ke dalam visi misi UIN Imam Bonjol. Katanya, kampus tidak akan meninggalkan identitas dalam pengabdian kepada masyarakat. “Ini ada beberapa agenda, semua dosen kita ajak menjadi pemakalah nasional dan internasional,” tuturnya.
Dirinya sebagai pimpinan baru telah berkomitmen kerja loyalitas dan mengurai amanah diemban. “Perluasan jaringan harus segera kita petakkan dan juga pengembangan kampus III,” ucapnya.
Kemudian, Ketua Dewan Iluni, Armai Arief menuturkan, cara agar universitas tidak tumpang tindih dengan memperkuat organisasi. Katanya, organisasi eksra semasa dirinya kuliah di IAIN Imam Bonjol tidak boleh mengatur kampus.”WR III tidak cukup membidangi kemahasiswaan, namun bidang lainnya, agar lebih difungsikan lebih banyak lagi,” tuturnya.
Menurutnya, segala perihal jangan diserahkan seutuhnya kepada mahasiswa, namun mahasiswa berembuk dan diberikan materi mengenal masalah akademisi. “Hendaknya substansi yang diberikan untuk peningkatan,” ucapnya.
Ia berharap mahasiswa mesti memahami regulasi yang baru dan diajarkan kemampuan berkolaborasi dengan berbagai pihak. “Kita kembangkan kemampuan berkolaborasi, bukan di UIN saja tapi juga dengan yang lain,” harapnya. (gfr)
Wartawan: Ulfa Desnawati