Suarakampus.com- Berdasarkan data yang diperoleh dari Idgaf Combright Project tahun 2019 menyatakan Indonesia merupakan penduduk terbanyak yang meragukan adanya perubahan iklim. Koordinator Simpul The Society of Environmental Journalists (SIEJ) Gorontalo, Deby Mano mengatakan, ketidakpercayaan timbul lantaran banyak terjadi penyebaran berita bohong di tengah masyarakat.
“Tidak meratanya pemberitaan ini diakibatkan oleh perbedaan pendapat di kalangan jurnalis dalam memberitakan isu ini,” katanya, Jumat (27/05).
Lanjutnya, tidak hanya itu ketidakpahaman wartawan terhadap isu serta minimnya narasumber menjadi poin dasar pemberitaan berjalan stagnan, perbedaan pendapat antara jurnalis juga mempengaruhi kualitas sebuah berita. “Kasus ini melahirkan pro dan kontra di kalangan jurnalis sehingga, berpengaruh terhadap produk berita yang dihasilkannya,” ucapnya saat menyampaikan materi melalui Zoom Meeting.
Deby menuturkan, adanya perbedaan pandangan di kalangan jurnalis mengenai perubahan iklim sering kali menyebabkan terjadinya konflik media. “Maka dari itu saya rasa penting untuk media memberitakan fakta terkait hal ini, agar konflik dapat teratasi,” tuturnya.
“Selain itu pemberitaan tersebut juga dapat membantu publik paham akan isu perubahan iklim yang terjadi di Indonesia ini, terutama masyarakat umum yang bergerak pada bidang pertanian,” tambahnya.
Kata dia, faktor penyebab minimnya pemberitaan mengenai perubahan iklim di media disebabkan oleh, adanya kerjasama antara media dengan perusahaan tertentu. “Ketika media menulisnya secara kritis terkait perubahan iklim tersebut maka, hal ini tentu akan merusak hubungan kerjasama antara media dan perusahaan yang enggan atau tidak percaya akan fenomena yang ada,” pungkasnya.
“Kurangnya pelatihan mengenai topik perubahan iklim juga menjadi faktor penyebab dari kasus ini,” sambungnya.
Ia menjelaskan, jurnalis dapat melakukan beberapa hal untuk mencegah terjadinya fenomena yang serupa seperti memahami pembaca atau audiens dalam menulis sebuah berita maupun karya jurnalistik lainnya. “Gunakan bahasa yang sederhana yang dapat dipahami oleh semua kalangan agar semua orang tahu makna dari tulisan tersebut,” jelasnya.
Kemudian, Deby menyebutkan jurnalis dapat melakukan kerja sama dengan media lain untuk membantu dalam meliput dan menuntaskan isu perubahan iklim. “Mencari pendapat dari dua atau tiga orang sehingga menimbulkan reaksi pembaca dari tulisan yang dibuat, hal ini dapat dilakukan dengan memperkaya tulisan dari jurnal-jurnal penelitian,” tutupnya. (ndn)
Wartawan: Zaitun Ul Husna (Mg), Indah Yulfia (Mg)