Islam Terasing di Tengah Keramaian

Ilustrasi: Fajar/suarakampus.com

Oleh: Rabia Aldawiah

Mahasiswa Universitas Negri Padang (UNP)

Ada banyak agama di Indonesia, salah satunya adalah agama Islam yang merupakan agama mayoritas masyarakat Indonesia. Lihatlah apa yang terjadi saat ini, kita yang katanya beragama Islam justru asing dengan hal-hal berbau agama, anti dengan istilah dakwah atau bahkan mencap ajarannya sebagai budaya suatu bangsa.

Pada awal bulan Februari lalu, kita mendapati fakta tentang pelecehan terhadap Al-Qur’an oleh seorang berkebangsaan Denmark. Rasmus Paulus seorang politikus Swedia-Denmark yang melakukan pembakaran Al-Qur’an di depan kedutaan besar Stockholm dan di Copenhagen, Denmark. 

Sebuah promosi yang pernah dilakukan oleh Holy Wing juga sempat booming, sebab mempromosikan produknya berupa miras secara gratis bagi orang yang bernama Muhammad dan Maria. Kasus penistaan terus menerus terjadi bahkan dalam salah satu video komedian Tretan Muslim dan Coki Pardede yang menyandingkan jubah dengan bom. Semua penistaan agama tersebut justru dianggap lelucon oleh netizen yang seolah membenarkan dengan komentar mereka yang menganggap semua itu sebagai hiburan. 

Sungguh miris melihat semua yang terjadi, pembenaran atas sesuatu yang sebenarnya salah jelas adalah pelanggaran, apalagi menyangkut keyakinan seseorang. Bahkan yang lebih miris lagi, jika ada yang protes terhadap penistaan tersebut maka dialah yang dicap tidak toleransi dan mengekang kebebasan berpendapat.

Di negara Barat misalnya, tindakan penistaan agama tidaklah mendapatkan sanksi yang berat. Berdasarkan analisa lembaga riset Pew Research Center tahun 2014, hanya sekitar seperempat negara di dunia yang memiliki kebijakan anti-penistaan agama. Itu artinya sekitar tiga per empat negara lainnya tidak memiliki ketetapan hukum bagi pelaku penista agama. Hal ini malah didukung dengan landasan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Sejatinya antara penistaan agama tidak bisa dibenturkan dengan dalih kebebasan berekspresi. 

Kebebasan sebenarnya diperuntukkan tanpa melecehkan ataupun mengganggu hak orang lain, termasuk kebebasan beragama. Di Indonesia UU yang mengatur tentang penistaan agama tercantum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pasal 302 mengancam hingga 5 tahun penjara bagi para penoda agama. Selain hukuman penjara, juga terdapat sanksi berupa denda. Meskipun negara Indonesia mayoritas beragama Islam, pada kenyataannya tindakan pelecehan agama masih sering terjadi. Penegakan hukum di Indonesia masih dapat dikatakan longgar, sehingga membuat kasus ini terus berulang. 

Dengan kenyataan demikian, maka pantas jika hampir setiap tahun kita mendengar ada saja orang yang melakukan penistaan agama, seperti pembakaran Al-qur`an, aturan Islam yang dilecehkan, nabi Muhammad  Saw. yang dihina dan lain sebagainya. Hukuman yang dijalankan tidak setimpal dengan apa yang dilakukan, bahkan ada yang hanya cukup dengan klarifikasi permintaan maaf. Padahal tindakan yang dilakukan sudah menyakiti hati dan mencoreng kehormatan suatu agama.

Atas dasar kebebasan berpendapat para pelaku bertindak sebebas-bebasnya. Dan dari kaum muslim sendiri justru tidak menunjukkan sikap tegasnya. Tidak adanya kekuatan untuk menyuarakan kebenaran dalam diri kaum muslimin saat agamanya dilecehkan, jika pun ada hanya dalam jumlah kecil dan waktu tertentu. Di media sosial contohnya banyak muslim berkomentar tidak seharusnya, mereka merasa terhibur dengan berbagai pelecehan terhadap ajaran Islam.Seharusnya sebagai seorang muslim kitalah yang membela ajaran agama kita dan menegakkan syariat Islam. 

Sungguh inilah bentuk keterasingan di tengah keramaian. Kesadaran yang telah luntur dalam diri kaum muslimin, terbukti dari apa yang pernah dikabarkan oleh Rasulullah Saw., “Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145). Akibat jauhnya muslim dari penerapan Islam dalam kehidupan sehingga mereka tidak mengenal dengan baik agamanya dan malah diam saat hina. Bersikap tidak peduli terhadap apa yang terjadi dan hanya mementingkan diri sendiri, itulah yang tengah tumbuh pada kebanyakan muslim saat ini. 

Allah Ta`ala menyampaikan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik sebagaimana dikatakan dalam  Al-qur`an yang artinya, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS Ali Imran: 110). Dari ayat tersebut jelas bahwasannya muslim itu adalah umat terbaik. Hakikatnya kita harus mendorong untuk berbuat kebaikan dan mencegah pada perbuatan maksiat. Sungguh gelar yang sangat terhormat yang Allah  Ta`ala titipkan pada kita umat Islam. 

Namun, bagaimana kita dapat dikatakan sebagai umat terbaik, sedangkan kita sendiri tidak menyeru berbuat yang makruf dan mencegah pada yang munkar? Islam pernah berkuasa hingga dua per tiga dunia, kegemilangan umat Islam yang terkenal hingga membuat orang-orang di luar Islam kagum dan hormat pada muslim kala itu.

Apa yang terjadi pada saat itu hingga Islam begitu berjaya? Dijalankannya ajaran Islam secara menyeluruh. Masyarakat yang sadar akan tugasnya yakni bersama mengajak pada kebenaran dan mencegah perbuatan yang buruk. Masyarakat yang cerdas adalah wujud dari keluarga yang hebat, hingga 

Bukankah Islam telah disempurnakan oleh Allah Ta’ala, maka tentu setiap aturannya tidak boleh kita abaikan karena semua itu adalah perintah dari Sang Pencipta yang lebih tahu kebutuhan hamba-Nya. Maka solusinya, kembalilah pada Islam dan berjuang bersama hingga membentuk masyarakat yang cerdas. Kesadaran akan pentingnya mengkaji Islam secara menyeluruh perlu dioptimalkan oleh setiap muslim. Dengan pemikiran yang sama akan pentingnya penerapan Islam dalam menjalankan kehidupan tentu tidak akan mudah orang-orang melecehkan agama Islam karena kuatnya persatuan umat Islam. Dan jika pun ada maka kita telah mempunyai kekuatan untuk memberantasnya.

Padang, 24 Mei 2023

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Jelang Pelaksanaan Wisuda ke-89, UIN IB Adakan Gladi Resik

Next Post

Cari Fakta, Surat Panggilan terhadap DEMA-U Belum Ada Kejelasan

Related Posts
Total
0
Share