Jurnalisme Naratif Pacu Kreativitas Wartawan Menulis

Ilustrasi: pixabay

Suarakampus.com- Jurnalisme naratif berikan kesan unik dengan memberikan wartawan kesempatan mengeksplorasikan gaya tulisan dengan kalimat yang panjang. Selain itu, jurnalisme naratif juga menyajikan tulisan dengan genre unik, menukik secara mendalam dibanding indepth reporting.

Menurut Jurnalis dan Aktivis Lingkungan, Chik Rini tulisan naratif terkesan menyajikan berita dalam bentuk novel. Pasalnya bisa memainkan alur, adegan dan dialog kisah narasumber secara mendetail.

“Bukan saja melaporkan seseorang melakukan apa, tapi ia masuk dalam psikologi yang bersangkutan dan menerangkan mengapa ia melakukan itu,” jelasnya dalam Pelatihan Jurnalistik Lanjut Tingkat Nasional (PJLTN) yang diselenggarakan LPM Bahana Universitas Riau, Rabu (04/08).

Lanjutnya, tulisan naratif juga menggunakan sudut pandang orang ketiga, menggambarkan peristiwa secata detail baik gerak tubuh maupun kebiasaan narasumber.

“Reportasenya menyeluruh, dialognya utuh, bisa menggali setiap adegan meski peristiwa telah lama terjadi,” ucapnya.

Chik Rini menuturkan tidak semua peristiwa bisa dijadikan tulisan narasi. Sebab harus ada tujuh pertimbangan, yakni ide disetujui tim, mengoleksi banyak data, fokus serta seleksi bahan yang mendukung cerita kita,

“Selain itu penting merancang tulisan seperti konsep tradisional dari drama, menyusun cerita akan ditulis seperti apa dan dimulai, terakhir proses pengeditan oleh editor,” jelasnya.

Lanjutnya, tulisan naratif juga harus ada karakter, drama, babak, adegan serta laporan panjang dan untuh. Sehingga berita menjadi satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah. “Terpenting harus ada konflik di dalam tulisan naratif,” katanya.

Meskipun tujuh pertimbangan telah terjawab, namun menurutnya wartawan juga dituntut untuk deadline sehingga harus telaten memilih narasumber yang tepat dalam merekontruksi kembali sebuah cerita. Alhasil katanya, tindakan tersebut bakal membuat banyak narasumber terseleksi dan ditemukanlah tokoh cerita.

“Ketika bercerita dengan si A dia akan merekomendasikan orang selanjutnya, itu seperti perjalanan waktu dan dalam membuka kebenaran campur tangan Tuhan akan terlibat dalam membuka satu pintu ke pintu lainnya,” ujarnya.

Terpenting ia menyarankan wartawan dalam proses liputan harus sebisa mungkin menghindari opini narasumber dan memperkaya akses terhadap narasumber. Katanya, kata-kata sifat tidak dikatakan dalam tulisan, tapi digambarkan.

“Tanyakan apa yang ia alami atau apa yang terlihat ketika ia terlibat dalam suatu peristiwa,” tuturnya.

Sambungnya, tulisan narasi merupakan fakta, namun opini penulis bisa masuk. Kendati demikian pembaca harus tahu di dalam tulisan tersebut mengandung opini penulis.”Opini penulis bisa dituliskan kata aku,” sampainya.

Keputusan memunculkan nama seseorang dalam pemberitaan katanya penting dipertimbangkan. “Pertimbangkan dominasi dia dalam berita naratif, kalau namanya tidak muncul, maka akan aneh,” ucapnya.

Chik Rini berharap Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) bisa mempunyai proyek setidaknya setahun sekali dengan menyajikan berita panjang dan gaya penulisan terkesan lebih santai.

“Adik-adik LPM sudah memiliki wadah yang bisa mendukung kreativitas menulis berita panjang dan manfaatkanlah itu selagi usia masih muda,” harapnya. (gfr)

Wartawan: Ulfa Desnawati

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Muaro Sakai dan Jejak Kejayaan Maritim di Kesultanan Indrapura

Next Post

Kota Padang Perpanjang PPKM Level Empat, Begini Tanggapan Pelaku UMKM

Related Posts
Total
0
Share