Suarakampus.com- Jumlah kasus kekerasan seksual mengalami peningkatan dari masa ke masa, terkhusus saat pandemi. Menanggapi hal tersebut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia gelar webinar dengan tema Pers dan Aspirasi Keadilan Korban Kekerasan Seksual, Selasa (23/02).
Selaku Pendamping Korban Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, Tuani Sondang Rejeki Marpaung mengatakan kasus kekerasan seksual setiap tahun menunjukkan grafik naik. “Berdasarkan kasus yang ditangani LBH Apik Jakarta, di tahun 2017 terdapat 684 pengaduan, sebanyak 37 kasus kekerasan seksual , di tahun 2018 meningkat menjadi 837 pengaduan, kemudian di tahun 2019 menjadi 784 kasus,” ungkapnya.
Lanjutnya, kasus kekerasan seksual semakin bertambah selama pandemi Covid-19. “
Sejak masa pandemi Covid-19 mencapai 1.118 kasus dan kasus ini didominasi oleh KDRT, lalu di peringkat kedua ialah kekerasan berbasis cyber,” terangnya.
Kemudian, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia mengatakan tidak mudah bagi media dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. “Akan ada efek tidak baik bagi korban dan keluarganya,” katanya.
Di lain sisi, Wenseslaus Manggut Ketua Umum AMSI mengungkapkan bahwa sangat tidak gampang bagi kita (media) dalam menulis berita tentang pelecehan seksual ini karena efeknya sangat besar kepada korban dan keluarganya.
Secara umum dalam pembuatan berita, media sering memakai perspektif kepada korban. “Dalam keberpihakan tersebut, jangan sampai menimbulkan implikasi kepada yang lainnya serta harus ingat tujuan media menulis berita itu untuk apa,” jelasnya.
Ia menekankan wartawan harus paham kode etik jurnalistik sebelum menulis berita tentang kekerasan seksual. “Wartawan harus teliti memberitakan dan harus menutup rapat identitas korban dan pelaku,” tutupnya. (gfr)
Wartawan: Molina Amelia