Suarakampus.com- Istilah jurnalisme naratif sudah diterapkan sejak awal berdirinya Tempo. pasalnya, Tempo didirikan oleh orang-orang yang terbiasa menulis naratif dalam bentuk fiksi.
“Tempo didirikan untuk mengisi kekosongan majalah berita dengan mengambil pendekatan enak dibaca dan perlu,” kata Kepala Pemberitaan Korporat Tempo, Arif Zulkifli dalam serial dialog bersama jurnalis Tempo secara virtual, Rabu (03/03).
Lanjutnya, pada awal Tempo terbit jurnalisme naratif hadir dengan pilihan-pilihan berita. “Kita tahu saat awal Tempo terbit tidak ada kebebasan pers dan demokrasi dalam keadaan mati,” ujarnya.
Para pendiri Tempo dahulunya mengambil angle yang memungkinkan penerapan unsur naratif dalam penulisan berita. “Karena dalam beberapa kasus jurnalisme narasi nampak dalam teknik bercerita,” sambungnya.
Kemudian, Arif mengungkapkan ruang untuk menulis berita secara naratif terbuka luas, syaratnya harus menulis bagus. “Semakin detail informasi diberikan, maka semakin nyata suasana terjadi. Sehingga harus pintar pintar menarik orang ke dalamnya,” ungkapnya.
Tantangan dalam menulis bagi kebanyakan wartawan adalah memindahkan apa yang dilihat menjadi tulisan indah dan menarik. “Konsep yang harus ada bagi jurnalis adalah reportasi, sensitivitas terhadap objek,” tambahnya.
Arif menekankan, dalam membuat tulisan harus berfikir cara menghasilkan tulisan dengan format yang terbarukan. “Sikap yang pertama sekali harus ada adalah sikap kepo dan berfikir untuk menhasilkan berita sesuai dengan angle,” terangnya. (gfr)
Wartawan: Fadli Ramadhan (Mg)