Suarakampus.com- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang lakukan diskusi intensif terkait permasalahan biaya kuliah tinggi dan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Diskusi ini berlangsung virtual melalui live Instagram LBH Padang bersama Bangsa Mahardika, Jumat (14/06).
Beberapa pembicara di antaranya Muhammad Thaufan Arifudin, Mitra Oktavia, dan Mohammad Hertos yang mengupas isu dari berbagai sudut pandang krusial.
Muhammad Thaufan selaku dosen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas (Unand), menyoroti masalah struktural dalam dunia pendidikan Indonesia yang bersumber dari regulasi tidak memihak rakyat.
“Aturan negara ini cenderung membuat pendidikan sangat mahal, seolah melarang orang miskin ber sekolah,” cemasnya singkat.
Menurut Thaufan, negara kurang bertanggung jawab membiayai pendidikan tinggi sehingga dibebankan kepada pelajar. “Mahasiswa dijadikan sapi perah kapitalisme kampus,” kritiknya pedas.
Lalu, Thaufan mengkritik konsep Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) sebagai akar masalah komersialisasi. “Kampus seharusnya mapan secara ekonomi, tetapi malah berbisnis kepada mahasiswa terutama Maba,” tegasnya.
Kemudian, Mohammad Virtuous Setyaka selaku dosen Hubungan Internasional Unand membedakan konsep liberalisasi dan komersialisasi pendidikan. “Sistem paham liberal fokus pada pengurangan hambatan regulasi skala makro untuk pasar bebas, sedangkan komersialisasi mentransformasikan layanan menjadi produk untuk dijual demi keuntungan,” paparnya.
Tata kelola perguruan tinggi, kata dia harus diakui bahwa fakta saat ini pendidikan dianggap membebani negara. “Sehingga harus diprivatisasi, diliberalisasi dan dikomersialisasi, meski secara istilah lebih tepat dikomersialisasi,” sebutnya.
Sementara itu, Mitra Oktavia dari Bangsa Mahardika menyesalkan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 dinilai semakin membebani Mahasiswa Baru (Maba). “Apakah mereka tidak berhak berkuliah? Apalagi PTNBH seharusnya mapan secara ekonomi,” tuturnya prihatin.
Lanjutnya, penetapan biaya kuliah sesuai kemampuan mahasiswa atau orang tua sudah dihapuskan dalam Permendikbud. “Ini yang dikesalkan,” sambung Mirta.
Mitra menimpali, meski Permendikbud dicabut, pernyataan Presiden Jokowi bahwa UKT bisa tinggi bukan kabar baik bagi mahasiswa. “Menunda kenaikan bukan solusi,” tekannya. (hkm)
Wartawan: Verlandi Putra (Mg)