LBH Padang Diskusi Bahas Ormas Keagamaan Pertambangan

(Tangkapan layar melalui live Instagram LBH Padang (sumber: Ulya/suarakampus.com)

Suarakampus.com- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang adakan diskusi bahas kebijakan pemerintah terkait Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan boleh mengelola pertambangan. Hal tersebut berlangsung melalui live streaming instagram di akun lbh_padang, Kamis (20/06).

Melky dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengatakan terdapat beberapa hal dianggap obral kekayaan alam terkait PP nomor 25 tahun 2024, perubahan atas peraturan pemerintah nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

 “Kebijakan politik dari Presiden Jokowi sudah menunjukkan tanpa pertimbangan yang matang,” ucap Melky.

Lanjutnya, ia mengatakan Presiden Jokowi kerap kali membuat kebijakan untuk memudahkan proses akomodasi kepentingan.  “Termasuk tinjauan untuk beri jaminan hukum bagi perlindungan investasi di sektor industri,” ungkapnya.

Lalu, ia mengatakan meyakini bahwa industri tambang dapat memberikan jaminan kesejahteraan di masa mendatang, melalui keterlibatan Ormas keagamaan menunjukkan persoalan perspektif. “Betapa problematika urusan aspek ini tidak hanya terjadi di elit politik yang berkuasa, tetapi juga di elit format keagamaan,” katanya.

Kendati demikian, Zainal Arifin dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengatakan keadaan mengkhawatirkan ini sudah hampir lima tahun, pilar-pilar domestik demokrasi hampir semuanya mati.

“Standar Operasional Prosedur (SOP) Legislatif disistemkan oleh oligarki dengan prinsip rezim yang menekankan keberlanjutan,” ucapnya.

Lanjutnya, tidak akan ada oposisi dari pemerintah, sehingga suara kritis semata yang potensial adalah dari masyarakat sipil. “Lantaran hal itu, terkadang masyarakat sipil di suap untuk menyembunyikan pelanggaran yang ada,” sebutnya.

Kemudian, ia mengatakan pada tahun 2017, ada kejadian di mana gubernur mencabut izin pertambangan, namun kemudian memerintahkan kembali untuk membuat pembaharuan izin. “Hal tersebut menunjukkan bahwa negara seharusnya tidak memberi ruang aktif kepada perusahaan untuk melakukan tindakan tertentu, sehingga pemerintah dianggap bersifat pasif,” katanya. (hkm)

Wartawan: Ulya Rahma Yanti (Mg)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Pada Episode Ini Aku Melepaskan Mu

Next Post

Pro dan Kontra Pasca Putusan MA

Related Posts
Total
0
Share
Checking your browser before accessing...