Oleh: Ratu Ilyani
(Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang)
Ayah adalah seorang lelaki yang sangat aku kagumi di dunia ini. Tak ada seorang pun yang dapat menggantikan semua tentangnya. Sering aku panggil pahlawan, meski tidak pernah aku ungkapkan secara lisan.
Ayahku memiliki nama yang cukup singkat, Hardhani, satu kata yang diberi oleh orang tuanya, lahir di Muara Bungo, 04 Mei 1975 yang tumbuh di keluarga tidak berada. Setelah beberapa lama ayah lahir, kakek pergi meninggalkan nenek untuk menikah lagi. Ayah yang hidup tanpa keberadaan seorang bapak, memilih untuk tetap tegar. Beberapa tahun kemudian, nenek menikah. Hingga akhirnya ayah memiliki dua orang adik laki-laki dan satu orang perempuan yang tidak serayah.
Tahun 1980 ayah bersekolah tingkat taman kanak-kanak. Tahun 1981, ayah bersekolah di SD 97/II Sungai Arang. Karena keterbatasannya dalam biaya, ayah menyambil sekolah dengan membantu puyang bercocok tanam di sawah orang.
Tahun 1985 ayah dipanggil oleh kakek (ayah tiri), untuk menanyakan tujuan ayah setelah lulus SD nanti. Ayah sangat ingin melanjutkan sekolah di pondok pesantren. Kakek mengiyakan dengan syarat ayah harus mempertahankan prestasinya di sekolah.
Kemudian, di tahun 1986, kakek meninggal dunia. Kesedihan yang mendalam menimpa keluarga ayah. Ayah sangat bersedih atas musibah yang ia dapatkan. Karena meninggalnya kakek, ayah tidak bisa memenuhi keinginannya untuk bersekolah di pesantren. Sebab yang bisa membiayai kehidupan keluarga ayah hanyalah kakek. Setelah kakek meninggal semua hartanya dijual habis oleh adik kakek, sehingga keluarga ayah tidak mendapatkan sepeserpun.
Ketika kelas 2 MAN, nenek memasukkan ayah ke panti asuhan di dekat MAN. Namun, karena ayah memiliki jiwa semangat dan pantang dikasihani, ayah memilih kabur dari asrama dengan motto “hidupku bukan untuk dikasihani”. Setelah mencoba kabur dari asrama, ayah memilih untuk kembali ke rumah. Ayah memilih pekerjaan baru yaitu menjadi pencuci mobil. Namun karena setiap hari ayah dihardik tanpa alasan oleh bosnya, ayah memilih untuk berhenti. Setelah menjadi pengangguran ayah kembali bekerja membantu puyang di ladang. Ketika membersihkan rumah, ayah menemukan kamera lama kakek yang sudah sangat usang. Ayah mencoba memperbaikinya sendiri, hingga akhirnya kamera kembali baik seperti semula.
Suatu ketika ayah membawa kamera kakek dihadapan temannya. Sang teman meminta ayah untuk memotretnya satu kali. Setelah hasil foto selesai. Sang teman memberikan selembaran uang bernilai lima ribu kepada ayah. Ayah kaget, karena memang niat awal ayah bukan untuk mengambil untung. Karena kejadian itu, ayah mulai berfikir cerdas. Ayah bisa memulai usaha dengan menjadi Fotografer keliling. Diawali dengan dari tempat acara pernikahan, hingga sekolah-sekolah yang membutuhkan jasa foto grafer.
Selang beberapa tahun, ayah mulai terkenal dengan sebutan “Dhani Photo” . Tahun 1998 ayah menikah dengan bunda. Ayah mulai merancang usaha baru agar bisa berkolaborasi dengan pekerjaan bunda. Yaitu, rias pengantin. Ayah dan bunda mulai membuka jasa panggilan untuk memenuhi permintaan pelanggan dalam acara pernikahan. Karena pelanggan yang kian menumpuk, dan keterkenalan ayah di kampung, ayah mulai membuka studio. Ketika pelanggan ingin berfoto, tidak perlu lagi bersusah payah memasang layar atau lampu kamera di depan rumah.
Tahun 2014, ayah mengganti usaha fotografernya, karena banyaknya pelanggan yang tidak membayar hasil foto, sehingga membuat ayah bangkrut. Ayah memulai usaha baru, yaitu bengkel sepeda. Dengan cara memanfaatkan batang sepeda bekas hingga menjadi seperti sepeda baru yang layak pakai.
Ayah memulai usaha dengan membawa sepada yang ayah rakit dengan mobil ke kampung-kampung. Ayah tidak lagi terkenal dengan sebutan “dhani Photo” melainkan dengan panggilan “ Bintang Sepeda” sebuah nama yang ayah sematkan di kaca depan mobil. Pertengahan tahun 2015, ayah berhasil mempunyai bengkel sendiri, tentunya ayah mendapatkan tidak dengan mudah, ayah mengirinya dengan sholat dhuha dan tahajud setiap harinya. Satu hal yang sangat aku salutkan dari ayah. Bagaimanapun keadaanya, ayah tidak pernah meninggalkan tahajud, terutama dhuhanya.
Hingga sekarang, ayah menjadi sangat terkenal dengan tangan ajaibnya yang bisa mengubah barang rongsokan menjadi barang baru. Yang awalnya batang sepeda berharga 50 ribu, setelah ayah sulap dengan tangannya, menjadi seharga 250 hingga 500 ribu perbatang sepeda. Ayah selalu bersyukur dengan apa yang ayah dapatkan sekarang. Prinsip ayah yang selalu membuat ayah kuat dan selalu ayah sematkan kepadaku adalah, jangan pernah sekali-kali jauh dari Allah, rutinkan dhuha, tahajjud dan puasa sunnah.
Ayahku, sosok lelaki kuat yang begitu aku cinta.
Padang, 25 Februari 2022