Suarakampus.com- Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang mempunyai visi “Menjadi Kampus Islam yang Kompetitif di ASEAN pada 2037”. Demi mendukung hal tersebut, saat ini UIN IB sudah melakukan pembangunan kampus lll di Sungai Bangek. Pembangunan kampus III telah sepenuhnya rampung dan dikabarkan akan pindah pada bulan September tahun 2022 mendatang.
Kampus III yang terletak di Sungai Bangek itu berdiri dengan megah dan fasilitas cukup mumpuni. Hal ini sekiranya dapat menunjang impian UIN IB dalam mewujudkan visi misinya. Dari segi fasilitas, UIN IB sudah menampakkan dirinya untuk bisa mencapai target tersebut. Namun, untuk menjadi kampus yang unggul, tentunya perlu keseimbangan antara fasilitas dan kualitas. Melirik hal tersebut, perlunya berkaca pada kualitas dari mahasiswa, dosen dan tenaga pengajar serta guru besar.
Civitas academica UIN IB tentu perlu diperhatikan juga dalam hal ini. Mahasiswa, dosen atau tenaga pengajar serta guru besar menjadi poin penting dalam mendukung mimpi UIN IB tersebut. Cita-cita UIN IB yang besar tentu dimulai dari hal kecil. Karena semua civitas akan berperan penting dalam meningkatkan sebuah kualitas.
Fasilitas dan Kualitas Tak Sejalan
Di dalam sebuah Universitas, kualitas fisik maupun non-fisik mesti bejalan bersama. Kualitas fisik seperti bangunan, mesti beriringan baik dengan subjek yang menghuni bangunan tersebut. UIN IB perlu membenahi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada akarnya. Tanpa dua hal ini kampus tidak akan bisa mewujudkan visi yang selama ini didambakan.
Hal ini dibenarkan oleh Pakar Pendidikan Universitas Negeri Padang (UNP), Nora mengatakan UIN IB harus memenuhi beberapa kriteria dalam mewujudkan kampus yang bisa berkompeten di ASEAN, sejatinya masih banyak pembenahan yang urgen dilakukan UIN IB baik dari segi mahasiswa maupun tenaga pengajarnya.
“Indikator dari sebuah kampus yang optimal itu, dosen-dosennya dalam segi pendidikan minimal S3,” kata Nora kepada pihak Suara Kampus.
Ia juga menjelaskan segala sesuatu harus memiliki keberimbangan, lantaran hal tersebut sangat diperlukan di sebuah kampus untuk bisa berkompeten, lantaran tak cukup dengan mementingkan salah satu saja. “Rasio Dosen dan mahasiswa harus seimbang, sarana prasarana juga harus memadai,” jelas pakar pendidikan tersebut.
Kendati demikian, Nora kembali menjelaskan penyebab jika tidak adanya keseimbangan antara mahasiswa dengan dosen, yakni akan mempengaruhi terhadap kualitas, harus ada keseimbangan rasio mahasiswa dengan dosen maupun guru besar di sebuah lembaga. UIN IB harus peka terhadap keseimbangan rasio ini.
Kemudian, Nora megatakan, untuk mendukung hal tersebut sebuah lembaga harus menyediakan serta memfasilitasi mahasiswa dengan tenaga pendidik yang memadai serta handal dalam bidang akademik. “Dosen dan guru besar harus yang berkompeten,”
Lanjutnya, sebuah fasilitas yang memadai juga perlu adanya guna meunjang sebuah lembaga untuk bisa unggul, sebenarnya hal tersebut harus berjalan beriringan antara satu sama lain. “Fasilitas yang memadai seyogyanya berbanding lurus dengan kualitas,”
“Tentunya sarana prasarana yang menunjang fasilitas pembelajaran akan menentukan kualitas dari kampus,” lanjutnya.
Tentunya, beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) serta Unit Kegiatan Kampus (UKK) juga dibutuhkan, karena tidak hanya dari segi kuantitas dan kualitas sebuah lembaga bisa berkompeten. “Dalam gedung megah terdapat sarana dan prasarana dalam mendukung pembelajaran, harus ada UKM dan UKK didalamnya,”
Nora mengungkapkan, kesiapan UIN IB dalam mencapai visi yang didambakan sudah sejak lama akan terwujud, serta akan melahirkan mahasiswa yang bisa bersaing di dunia kerja, jika telah memenuhi syarat-syarat untuk menuju sebuah kampus yang unggul tersebut. “Meskipun memiliki gedung yang megah, yang penting dan utama itu kualitas dari output perguruan tinggi itu sendiri sehingga mahasiswa bisa diterima di pasar atau dunia kerja nantinya,”
Menanggapi hal tersebut, Kepala Program Studi Sitem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Aulia Arham mengatakan demi mendukung sebuah kualitas di kampus tentunya dimulai dari fakultas, dengan pemberian metode pembelajaran yang efektif dapat menunjang mahasiswa agar sesuai dengan standar kampus yang unggul.
Adapun strategi pembelajaran yang saya terapkan pada prodi sistem informasi adalah dengan menguasai dan menerapkan teknologi terkini yang dapat membantu terhadap perkuliahan. Seperti Learning Management System (LMS), aplikasi untuk Quis (Slido.com), Youtube untuk mengupload video pembelajaran, dan diskusi di forum online. Lantaran mahasiswa sekarang enggan menulis, maka strategi pembelajaran ini dirasa sangat efektif.
Kendati dikatakan cukup efktif menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan teknologi, nyatanya mahasiswa UIN IB masih banyak memiliki minat belajar yang rendah. Ini termasuk faktor rendahnya suatu kualitas di kampus.
Aulia juga mengatakan, pemberian tugas makalah kepada mahasiswa di zaman sekarang masih efektif dilaksanakan, dengan alasan untuk mengukur sejauh mana pendalaman mahasiswa terhadap suatu topik masalah dan melatih agar mampu menyusun tulisan ilmiah dengan benar.
Belum Memenuhi Standar
Selaku Wakil Rektor l Bidang Akademik dan Kelembagaan, Yasrul Huda mengatakan untuk mengangkat nama sebuah lembaga harus berpatokan pada Lingkup Standar Nasional Pendidikan. Katanya, semua standar tersebut harus berjalan beriringan antara satu sama lain. “UIN IB berpatokan pada delapan Standar Nasional Pendidikan, kalau kita ingin mengangkat nama lembaga ini semua standar tersebut harus kita perbaiki satu-satu,” katanya.
Yasrul menjelaskan, beberapa patokan standar UIN IB yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.
Dalam mendukung kampus untuk menjadi unggul diperlukan kualitas yang melebihi patokan standar, kendati demikian saat ini bisa dilihat serta dinilai secara bersama bahwa kualitas dari para dosen di UIN IB masih jauh dari kata standar. Jangankan untuk mencapai standar, sesuai dengan patokan standar masih terlalu jauh untuk hal tersebut. “Para dosen kita ada yang hanya banyak bicara saja, ada yang banyak isi (Ilmunya) serta ada yang kurang ilmunya,” tambah Yasrul.
Ia juga menjelaskan, beberapa dosen di UIN IB masih enggan memperbaiki diri, bahkan setelah adanya evaluasi yang diberikan mahasiswa ketika akhir semester, hal tersebut yang semestinya perlu pembenahan. Sebuah upaya dari individual untuk mengubah diri menjadi lebih baik akan mencerminkan sebuah kemajuan.
“Tidak terjadinya proses perbaikan dari dosen ketika mahasiswa sudah memberikan evaluasi,” tuturnya.
Individual mahasiswa dan dosen di UIN IB banyak yang hebat, namun dalam sebuah tim tidak ada apa-apanya, sangat disayangkan hal yang seperti ini masih dipelihara secara terus menerus. Untuk dapat bersaing dengan pasar perlu adanya sebuah kerja tim, karena kehebatan secara individual tidak dapat mengangkat nama sebuah lembaga untuk dapat menjadi lebih baik.
Kendati demikian, Yasrul juga mengatakan bahwa mahasiswa UIN IB masih minim dalam membaca buku dan berkegiatan di kampus, banyak mahasiswa yang menghabiskan waktunya dengan nongkrong bersama teman-temannya serta kuliah pulang saja. “Mahasiswa di kampus kita sudah banyak yang mati, tidak seperti ikan di laut yang hidup dan dinamis,” sebutnya.
Semua fasilitas dalam mendukung minat baca maupun patokan mencari referensi bagi mahasiswa sudah tersedia di kampus, namun perpustakaan yang sudah disediakan masih sepi tiap harinya, jika dibandingkan dengan kampus unggul tentunya UIN IB sangat jauh tertinggal. “Perpustakaan di kampus hebat bukanya sampai malam, banyak mahasiswa yang membaca sementara di kampus kita sangat minimnya minat baca mahasiswa,” tegasnya.
Lanjutnya, kita mesti berbenah untuk bisa memajukan UIN IB dalam mencapai kampus yang berkompeten, budaya yang selama ini yang sudah tertanam di didalam kepala untuk menjadi pemalas segera dilatih untuk menjadi aktif dan kritis. Hal tersebutlah yang diharapkan dari mahasiswa dan para dosen di UIN IB.
Hal tersebut, didukung dengan data pengunjung dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan UIN IB, tercatat pada tahun 2021 total pengunjung perpustakaan berjumlah 3.906 orang, pembagiannya sebanyak 227 dikunjungi oleh dosen atau pegawai dan sebanyak 3.679 orang dari mahasiswa.
Sementara itu pada tahun 2022 tercatat jumlah pengunjung perpustakaan melonjak drastis, yaitu berada di angka 10.666 pengunjung, pembagiannya 444 orang dosen atau pegawai dan sebanyak 10.222 orang dikunjungi oleh mahasiswa. Dapat disimpulkan bahwa minat baca dosen di UIN IB sangat minim, jumlah tersebut tidak sebanding dengan banyaknnya mahasiswa dan dosen di kampus. Karena sejatinya, yang mendasari mahasiswa datang ke perpustaakan adalah dosen itu sendiri. Namun, dapat kita lihat bahwa dosen hanya menyuruh mahasiswa saja sementara para dosen enggan untuk datang ke perpustakaan untuk membaca.
Gairah Akademik dan Kelembagaan Perlu Dibenahi
Upaya dalam mengatasi sebuah permasalahan perihal minimnya penelitian dari para dosen UIN IB, perlu didorong dan ditingkatkan. Berbagai upaya akan dilakukan pihak kampus guna meningkatkan kualitas dari para dosen.
Wakil Rektor l Bidang Akademik dan Kelembagaan, Yasrul Huda mengatakan dalam suatu kampus yang unggul, terdapat populasi orang yang hebat sebanyak 20%, orang biasa 70% sedangkan orang yang jelek sebanyak 10%. Persentase tersebut sudah bisa dikategorikan menjadi kampus yang bagus. Asalkan orang yang jelek jangan melebihi angka 10%. Di UIN IB saat ini, orang yang jelek melebihi angka 10% tersebut, itulah yang membuat lambatnya pertumbuhan kampus untuk bersaing dengan pasar.
Yasrul juga mengatakan, banyaknya orang yang jelek disebabkan minimnya dalam segi menulis dan melakukan penelitian. Semua itu juga didukung oleh budaya akademik UIN IB yang masih dalam konteks biasa. Paham akan budaya biasa itulah yang dianut oleh para dosen dan mahasiswa, lantaran sudah nyaman lalu enggan untuk melakukan perubahan.
Lanjutnya, Yasrul juga mengatakan salah satu indikator pendukung kualitas sebuah kampus ialah akreditasi dari prodi-prodi yang ada di dalamnya. Saat ini, rata-rata akreditasi prodi di UIN IB adalah B. Dimana ada 5 prodi yang sudah mendapatkan akreditasi A serta ada 8 prodi baru yang bisa dikategorikan mendapatkan C, karena belum ada penilaian akreditasi dari prodi yang baru.
Di suatu kampus, penilaian akreditasi itu ada baik, sangat baik dan unggul. 8 prodi baru tersebut termasuk dalam kategori baik. Kendati demikian, untuk mencapai sebuah kampus yang berkompeten persentase akreditasi prodinya sebesar 50%. Dengan kata lain, semua prodi di UIN IB harus setengah mendapatkan akreditasi A.
Demi mewujudkan kampus unggul dari segi kualitas baik dari mahasiswa, dosen dan tenaga pengajar serta guru besar, saat ini kampus berusaha mendorong untuk melakukan perbaikkan dari segi keaktifan mahasiswa di kampus, melakukan penelitian dan membuat artikel bagi dosen serta meminta para dosen mengubah sistem pembelajaran kepada mahasiswa di kelas. “Mahasiswa hendaknya turut andil dalam berbagai kegiatan ekstra kampus dan dosen perlu meningkatkan kemampuan sesuai dengan patokan standar UIN IB,” katanya.
Karena untuk mencapai sesuatu yang hebat, kita harus melakukan hal yang luar biasa. Sejatinya, perubahan-perubahan dari individual sendiri perlu dibenahi, hebat secara pribadi tidak mencerminkan hebat dalam sebuah tim. Kerja sama adalah sebuah upaya yang tepat dalam memuwujudkan mimpi UIN IB untuk menjadi unggul di ASEAN pada tahun 2037 nanti. Kesadaran dalam hal tersebutlah yang mesti ditanamkan dari individual masing-masing.
Senada dengan WR l dalam meningkatkan kualitas para dosen, Kepala Lembaga Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM), Hulwati mengatakan mengenai dana untuk penelitian dosen-dosen, dapat meningkat setiap tahunnya. Peningkatan dana didukung oleh banyaknya penelitian dari para dosen. Jika dosen enggan untuk melakukan penelitian, dapat dipastikan dana yang akan diberikan untuk tahun berikutnya akan mengalami penurunan. “Jika laporan penelitian dosen bagus setiap tahunya maka dananya akan dinaikkan oleh pusat. Outputnya kepada jurnal,” katanya.
Prosesnya berentetan, mulai dari dana, laporan, jurnal, hingga proses Hak Kekayaan Intelektual (Haki). Jurnal para dosen akan di Haki kan, tujuannya sendiri ialah untuk menambah penilaian kualitas UIN IB yang selama ini sudah dicita-citakan rektor.
Namun, LPPM mecatat dari tahun 2018 silam UIN IB menganggarkan dana untuk penelitian Rp 4 miliar, dan hanya melahirkan 76 judul penelitian. Serapannya hanya 50 persen dari yang dianggarkan. Kemudian terjadi penurunan yang signifikan pada 2019 menjadi 1,7 miliar, dengan menghasilkan 49 judul penelitian.
Lalu, pada tahun 2020 kampus menganggarkan Rp 2,4 miliar, yang menghasilkan 54 judul penelitian, anggaran terserap secara maksimal dan pada tahun 2021 anggarakan kembali turun menjadi 2 miliar. Sementara pada tahun 2022 anggaran tersebut kembali naik menjadi Rp 4 miliar. Dengan naiknya kembali anggaran untuk penelitian, LPPM meminta para dosen untuk dapat berbondong-bondong melakukan penelitian, lantaran ditakutkan jika minimnya dosen melakukan penelitian dana yang dianggarkan akan kembali mengalami penurunan.
Saat ini LPPM sudah berupaya melakukan peningkatan kualitas jurnal serta mengupgrade jurnal para dosen yang belum terindek Sinta serta nantinya LPPM juga akan berusaha mengarahkan proposal penelitian dosen sesuai dengan bidangnya. Permasalahan jurnal yang belum terindek tersebutlah yang menjadi tugas LPPM kedepannya. “UIN IB memiliki 43 jurnal, sekarang ini yang terakreditasi baru 18 jurnal,”
Untuk menuju kampus islam yang kompetitif di ASEAN pada tahun 2037 nanti, pihak LPPM sangat optimis dalam mencapai target tersebut, dimulai dengan step by step. LPPM berharap para dosen UIN IB mampu mencapai penelitian tingkat internasional. (hry)
Wartawan: Muhammad Iqbal, Indah Yulfia (Mg)