Nico Kaptein: Syekh Ahmad Khatib dan Gagasannya tentang Reformis Kairo

Penyampaian materi oleh Profesor Nico Kaptein di gedung J Academica Center dan Multipurpose Kampus III UIN IB Padang (sumber: Febryan/suarakampus.com)

Suarakampus.comBerperan dalam ilmu pengetahuan, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dikenal sebagai penggagas reformasi Kairo. Hal tersebut disampaikan oleh  Profesor Nico Kaptein dari Universitas Leiden Belanda dalam Stadium General di gedung J Academica Center dan Multipurpose. (01/09)

Ia menuturkan perjalanan Syekh Ahmad Khatib dimulai dari keberangkatannya untuk pergi haji pada tahun 1870. “Tahun 1875 beliau pulang ke Koto Tuo,” ujarnya.

“Beliau ini, merupakan orang Minang yang besar di Mekkah,” sambungnya.

Lanjutnya, pada tahun 1877 Syekh Ahmad Khatib memutuskan untuk pergi ke Mekkah dan menetap di sana sambil belajar. “Ia belajar dengan Utsman sattah, Sayyid Umar, Sayyid Bakri shatta, dan Ahmad bin Zayni Dahlan,” jelasnya.

Ia mengungkapkan pada tahun 1879 Syekh Ahmad Khatib menikahi Khadijah dan tahun 1884 menikahi Fatimah. “Kemudian wafat pada tahun 1916 di Kota Mekkah,” ucapnya.

Nico menyebutkan pada masa Ahmad bin Zayni Dahlan, Syekh Ahmad Khatib mendapat izin untuk mengajar di Masjidil Haram. “Kebanyakan di sana banyak santri yang berasal dari Jawa,” ungkapnya.

“Kemudian hadir Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan Syekh Hasyim Asy’ari pendiri Nadhlatul Ulama (NU),” tambahnya.

Kemudian, kata dia, Syekh Ahmad Khatib juga aktif menulis buku berbahasa Arab dan Melayu sejak tahun 1884 hingga 1915. “Sampai sekarang manuskrip beliau masih disimpan di Mekkah,” pungkasnya.

“Bukunya berisi kehidupan pribadi, keluarga, emosi Syekh Ahmad khatib tentang kehilangan, dan kehidupan di Mekkah yang tentunya sangat berbeda dengan kehidupan Jawa,” tuturnya.

Ia mengatakan reformasi Kairo hadir berkat Syekh Ahmad Khatib yang memperbolehkan muridnya untuk mempelajari karya Muhammad Abduh sehingga dapat menolak gerakan Islam modern. “Termasuk dapat menolak gerakan Islam modern di Indonesia,” ujarnya.

Kendati demikian, kata dia, dalam mempelajari karya Syekh Ahmad Khatib dirinya tidak menemukan dukungan aktif tentang gagasan reformis Cairo. “Lebih banyak membahas kelanjutan pemahaman agama tradisional yang sejalan dengan Mazhab Syafi’i,” tutupnya. (wng)

Wartawan: Febrian Hidayat

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

PPB UIN IB Buka Pendaftaran Pembuatan Jas Almamater

Next Post

Bangun Keakraban, HMP HES Adakan Silaturahmi

Related Posts
Total
0
Share