Pemanfaatan AI Dibahas dalam Seminar Internasional Perpustakaan UIN IB

Seminar The 3rd Annual International Conference of Imam Bonjol Library (Isyana/suarakampus.com)

Suarakampus.com– Seminar The 3rd Annual International Conference of Imam Bonjol Library yang bertajuk Libraries: Gateways to SDGs membahas urgensi pengajaran kecerdasan buatan di perpustakaan, bertempat di aula gedung J UIN Imam Bonjol Padang dengan menghadirkan narasumber Lee Chu Keong, Senior Lecturer dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Senin (21/4).

Lee Chu Keong menjelaskan, perkembangan kecerdasan buatan dapat dikaji melalui tokoh seni klasik. Ia mencontohkan pelukis legendaris Rembrandt van Rijn yang hidup pada tahun 1606 hingga 1669.

“Rembrandt adalah seniman yang sangat populer di zamannya. Jika ia hidup saat ini, karyanya mungkin dibuat dengan bantuan data dan teknologi,” tuturnya.

Ia menyampaikan, komputer masa kini dapat menghasilkan lukisan melalui algoritma canggih. Menurutnya, karya seni dapat terbentuk dari proses pengolahan data oleh kecerdasan buatan.

Algoritma tersebut, lanjutnya, memungkinkan penciptaan mahakarya secara otomatis. AI dinilai mampu menyaingi bahkan menggantikan peran kreatif manusia.

“Generasi penerus Rembrandt adalah komputer. Kini, mahakarya lahir dari data dan sistem,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan, AI memperluas cakrawala kreativitas dalam berbagai bidang. Teknologi ini menyatukan variasi ilmu dan media dalam satu ekosistem kerja.

Kemudian ia menyebut, AI telah memengaruhi dunia perpustakaan secara signifikan. Perkembangan teknologi membuat pustakawan harus mampu beradaptasi.

“AI sangat berpengaruh bagi saya sebagai pustakawan. Teknologi mendorong perubahan besar dalam layanan perpustakaan,” katanya.

Ia menegaskan, AI bukan untuk menggantikan manusia, tetapi mengubah peran mereka. Beberapa profesi bahkan mulai tergeser karena kecanggihan teknologi yang terus berkembang.

AI juga berdampak pada dunia pendidikan secara global. Lee Chu Keong menyoroti bahwa, penggunaan ChatGPT di Amerika Serikat banyak dikritik karena menurunkan kemampuan berpikir kritis siswa.

“ChatGPT di AS sangat tidak dianjurkan. Alasannya karena menghambat daya kritis dalam edukasi,” tambahnya.

Sebagai penutup, Lee Chu mengingatkan pentingnya pemanfaatan AI secara bijak dalam konteks edukasi dan informasi. Menurutnya, AI seharusnya menjadi alat untuk memperluas wawasan, bukan menggantikannya. (ver)

Wartawan: Isyana Nurazizah Azwar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Pengen Upgrade Diri dan Jadi Versi Terbaik? Ini Solusinya!

Next Post

Pustakawan Harus Adaptif Hadapi Tranformasi Digital

Related Posts