Suarakampus.com- Aksi terorisme dapat menciptakan ruang berbahaya bagi pelaku dan korban lantaran, tindakan yang dilakukan merugikan kedua belah pihak tersebut. Mantan terorisme Ali Fauzi mengatakan, tidak adanya ruang aman bagi pelaku yang mana aksi tersebut hanya melahirkan gangguan psikologi.
“Tidak lagi ada rasa nyaman tercipta ketika kita masih tergabung dalam kelompok ini, ” katanya, Kamis (30/06).
Lanjutnya, penyakit terorisme akan terus berkembang hingga mengalami komplikasi, dan semakin berbahaya ketika lahir paham menghancurkan dalam diri teroris. “Ketika sudah begini maka, dalam otak mereka tidak ada lagi rasa simpati, apalagi melihat aparat seperti Polisi dan TNI rasa ingin disembelih atau dibunuh saja,” ujarnya.
“Hal ini ditanamkan didalam diri masyarakat-masyarakat yang memang mudah untuk diprovokasi, beginilah cara teroris melakukan perekrutan,” sebutnya.
Kemudian, kata dia aksi terorisme yang kerap kali mengatasnamakan Ideologi Daulah Islamiyah akan menganggap ideologi yang lain salah seperti ideologi Indonesia menjadi sasaran untuk dihancurkan. “Dengan hal ini maka, timbullah opini bahwa tindakan yang mereka lakukan tersebut benar, karena ideologi Islamiyah yang ditanamkan kepada pelaku,” ucapnya.
Ia menjelaskan, teroris umumnya menganggap dirinya sebagai separatis, pejuang pembebasan, militan, mujahiddin. Sehingga segala hal yang bertentangan dengan ideologi Islamiyah dianggap salah. “Bahkan dahulunya kami menganggap kalau aparat penegak hukum dan mahasiswa adalah setan,” tambahnya.
Sementara itu, korban pelaku terorisme Nanda Olivia Daniel menuturkan bahwa, aksi teroris akan mengakibatkan korban cacat secara psikologi dan cacat fisik, tidak hanya itu, hal tersebut juga berdampak besar secara langsung ke segala penjuru dunia.
“Untuk menghadapi hal ini saya rasa, pemerintah harus mengusut tuntas secepatnya tindakan pidana terorisme.” tuturnya.
“Mungkin dengan cara mempidana pelaku dan aktor intelektual yang berada dibalik semua peristiwa,” sambungnya.
Ia berharap, mahasiswa harus mampu bekerja sama untuk tidak mudah terprovokasi oleh aliansi-aliansi, yang mengatasnamakan Islam dan berakhir kekerasan. “Jangan pernah terpancing untuk melakukan advokasi secara konstitusional yang bertentangan dengan hukum Indonesia, karen kita sangat rentan menjadi pelaku dan juga korban aksi ini,” harapnya. (ndn)
Wartawan: Ifra Wahyuni (Mg)