Pentingnya Orisinalitas Karya Tulis dalam Dunia Pendidikan

Seorang Pemateri Diskusi Bedah Monografi Etika Akademik dan Hukum, Purwo Susanto (Foto: Nada Asa/suarakampus.com).

Suarakampus.com-Pendidikan Tinggi (Dikti) menuntut orisinalitas karya tulis sehingga setiap fakultas dituntut untuk mewajibkan mahasiswa membuat surat pernyataan sepihak disertai tanda tangan di atas materai. Originalitas yang dituntut dunia akademik itu bukan hasil plagiasi ataupun daur ulang karya orang lain.

Hal ini disampaikan Direktur Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Katolik, Tristan Pascal Moeliono dalam diskusi bedah monografi Etika Akademik dan Hukum yang diadakan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA). Kegiatan ini disiarkan langsung di akun Youtube EtikaDanHukum, Rabu (03/02).

Tristan menjelaskan orisinalitas karya sangat penting bagi Dikti untuk syarat kenaikan pangkat. “Walaupun Karya tulis kita sudah diuji sebelumnya, tapi waktu disertasi karya tulis sebelumnya harus tetap diuji kembali. Karena universitas tidak mau ambil resiko meloloskan karya yang tidak sesuai ketentuan dan akan dikenakan denda,” jelasnya.

Namun, tuntutan profesional seperti notaris, pengacara, pegawai negeri, polisi dan juga tentara untuk membuat karya ilmiah sebagai syarat kenaikan pangkat melupakan kode etik dan mendaur ulang karya orang lain. Sehingga tujuan dari dunia pendidikan tidak tercapai.

“Mendaur ulang karya orang lain itu sama saja dengan tidak mengakui dan menghormati tujuan akademisi dan jika tidak ditindak tegas maka tujuannya akan menyimpang, bukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demi kemaslahatan masyarakat, namun malah sebaliknya,” tuturnya.

Senada dengan itu, Guru Besar Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto menyampaikan plagiarisme ini termasuk pelanggaran hukum dan etika, sebagai sanksi pelanggaran hukum akan ditidak pidana atau didenda, sementara pelanggaran etika diberikan sanksi sosial yang tidak kalah beratnya. “Etika sangat penting dimiliki universitas karena merupaka jantung dari universitas itu sendiri,” ucapnya.

Kemudian, Purwo Santoso mengatakan akademisi dapat berimajinasi bebas plagiasi dengan menjembatani etika dan hukum yang telah menjadi budaya akademik. Melakukan perubahan melebihi perbaikan kasus-kasus yang terjadi saat ini.

“Semoga ke depannya kita mampu mengembangkan budaya akademik yang berintegritas dengan mengedepankan analisa ide untuk kelangsungan hidup kedepannya,” harap Guru Besar Universitas Gajah Mada itu. (fga)

Wartawan: Molina dan Nada Asa (Mg)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Ketua Asilha Tutup Usia, Dosen UIN IB: Beliau adalah Sosok yang Baik

Next Post

Penikmat Kopi Wajib Tahu, Perbedaan Kopi Robusta dan Arabika

Related Posts
Total
0
Share