Suarakampus.com– Faktor penyebab tingginya kasus seksual di lingkungan kampus ternyata bukan disebabkan oleh bentuk berpakaian korban. Hal ini sesuai dengan penuturan Direktur Utama Nurani Perempuan Rahmi Meri Yanti, saat penyampaian materi diskusi interaktif yang diadakan oleh UKMP Wawasan Proklamator (WP) Universitas Bung Hatta.
“Bukan masalah korban yang memakai rok mini atau memakai roknya terbelah sampai ke paha, tapi salah otak pelaku sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya,” jelasnya, Sabtu (27/11).
Lanjutnya, berdasarkan data beberapa tahun terakhir kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus tercatat 29 kasus. “29 kasus itu di tahun 2020-2022,” sebutnya.
Kemudian, ia menjelaskan pengertian dari kekerasan seksual secara umum merupakan serangan terhadap tubuh korban yang dilakukan oleh pelaku. “Kekerasan seksual adalah serangan terhadap tubuh khususnya organ seksual, organ reproduksi, tanpa persetujuan dari salah satu pihak,” jelasnya.
Ia menuturkan, kekerasan seksual juga bisa terjadi walaupun pelaku baru saja mengajak. “Sekedar mengajak itu sudah mengarah ke kekerasan seksual,” jelasnya.
Meri menyampaikan kekerasan seksual bisa terjadi walaupun pelaku baru dalam lingkungan mengajak. “Sekedar mengajak itu sudah mengarah ke kekerasan seksual,” tegasnya.
“Carilah alasan lain untuk tidak menerima ajakan, seperti itulah mahasiswa yang berpengetahuan,” tambahnya.
Kendati demikian, ia mengungkapkan bentuk-bentuk dari kekerasan seksual yang perlu dihindari. “Contohnya pemerkosaan, eksploitasi seksual, kekerasan dalam pacaran, dan lainnya,” lanjutnya.
Kemudian, kata dia, ada beberapa cara untuk menghindari pelecehan seksual, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus. “Jangan mau menerima ajakan dari pelaku, meski seperti apapun bentuknya. “Mahasiswa harus paham akan permasalahan tersebut
Meri menjelaskan, penyebab banyaknya mahasiswa tidak spek up dikarenakan adanya ancaman yang diberikan oleh pelaku terhadap korban. “Foto atau video yang isinya tidak senonoh sebagai ancaman kepada korban kekerasan seksual,” ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan seseorang tidak boleh menyalahkan dirinya ketika mengalami tindakan pelecehan seksual di lingkungan kampus. “Jangan menyalahkan diri sendiri, tapi kumpulan alat bukti untuk melapor ke pihak yang berwajib terkait hal ini,” tegasnya.
Rahmi berharap, sebagai mahkluk sosial manusia perlu memberi semangat kepada seseorang yang menjadi korban pelecehan seksual. “Semoga teman-teman menjadi pendengar yang baik dan beri dukungan untuk pemulihan terhadap korban kekerasan seksual,” harapnya. (nsa)
Wartawan: Lutfiah tanjung (Mg), Hurrum Nur Muharram (Mg) dan Febrian Hidayat (Mg)