Suarakampus.com- Lima orang petani Jorong Labuah Luruih, Nagari Aia Gadang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat ditahan pihak Kepolisian Resor, dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana kekerasaan di muka umum secara bersama-sama. Hal tersebut terjadi lantaran petani merasa haknya telah direnggut oleh perusahan.
Berdasarkan laporan polisi Nomor: LB/B/128/V/SPKT/Polres Pasaman Barat, lima orang tersebut terdiri dari empat laki-laki dan seorang perempuan. Penahanan tersebut merupakan akibat dari kejadian 28 Mei 2022 lalu, mengenai tumpang tindih lahan reclaiming masyarakat dengan perkebunan kelapa sawit PT Anam Koto Blok K Jorong Labuah Luruih Kenagarian Aia Gadang, Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat.
Advokat Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Decthree Ranti Putri mengatakan, bahwa perkebunan kelapa sawit PT Anam Koto yang memiliki luas 711 Haktare tersebut sudah dipatok oleh TIM Gugus Tugas Reforma Agraria (TGTRA) Pasaman Barat pada 27 Okbober 2021 lalu.
“Pematokan ini juga diketuai oleh Bupati Pasaman Barat ketika itu, hal ini juga sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 diikuti dengan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,” katanya, Jumat (15/07).
“Bahkan PT Anam Koto telah memiliki IUP atau IUP-B namun, mereka enggan untuk mengeluarkan hak plasma terhadap masyarakat,” tambahnya.
Lanjutnya, perusahaan juga tidak melakukan pembangunan terhadap perkebunan tersebut, padahal kewajiban perusahan adalah untuk membangun kebun paling kecilnya seluas 20% dari total aslinya.
“Hal tersebut tidak direalisasikan hingga sekarang oleh perusahaan maka dari itu, masyarakat petani berusaha memperjuangkan hak mereka secara mandiri, agar bisa kembali pulih,” terangnya lewat press release.
Ranti menjelaskan, konflik yang tidak kunjung usai tersebut, menyebabkan ratusan petani ikut bergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) sejak 21 Februari 2022 lalu. “Petani kembali dengan semangat barunya, untuk melakukan penanaman beberapa pohon pada kawasan objek reforma agraria tersebut,” jelasnya.
Kemudian, pihak perusahaan beberapa kali melakukan perusakan terhadap tanaman yang telah di reclaiming tersebut. Perusahaan juga melakukan penyemprotan racun terhadap tanaman masyarakat sehingga, tanaman tersebut menjadi rusak. “Masyarakat juga pernah mendapat tindakan intimidasi, lantaran tidak sukanya mereka masyarakat mencoba memperjuangkan hak atas tanah,” ucapnya.
“Masyarakat tidak terima akan hal itu sehingga, mereka mendatangi pihak perusahaan yang sedang melakukan aksi meracuni tanaman petani. Tidak ada yang mau mengalah hingga berujung ricuh dan dilaporkan dengan dugaan melakukan pelanggaran Pasal 170 ayat (1) KUHP,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua SPI basis Aia Gadang Akmal menuturkan bahwa, kejadian tersebut sudah kali keempat yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat Aia Gadang. “Berbagai hal mereka lakukan mulai dari perusakan tanaman hingga tindakan intimidasi terus dilakukan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat,” tuturnya.
Kata dia, tindakan tersebut juga telah dilaporkan kepada pihak yang berwajib namun sampai saat sekarang tidak ada kejelasannya. “Dalam hal ini kami cuma mencoba mempertahankan hak atas tanah, dan manjaga tanaman yang coba mereka rusak, tentu harga diri kami sebagai petani juga dipertaruhkan,” sebutnya.
“Kami menyayangkan tindakan yang tidak objektif bahkan, terkesan seperti diskriminatif yang kami dapat dari pihak Kepolisian Resor Pasaman Barat, terhadap laporan yang kami buat,” ujarnya.
SPI basis Aia Gadang dan LBH Padang mendesak pemerintah agar segera menghentikan kriminalisasi terhadap masyarakat, sebab petani berhak memiliki tanah. Pemerintah wajib tidak hanya menyediakan ruang hidup bagi korporasi tapi untuk petani juga harus disediakan. (ndn)
Wartawan: Redaksi