Ketua Pelita: Negara Abai dalam Menyelesaikan Konflik Agama

Ilustrasi keberagaman (Foto: Detik.com)

Suarakampus.com- Ketua Pemuda Lintas Agama (Pelita) Padang, Angelique Maria Cuaca menyebut di bawah pemerintahan Joko Widodo, kasus intoleransi di Indonesia justru semakin memburuk. Pasalnya, terjadi pembiaran oleh negara dalam menyelesaikan konflik umat beragama yang terjadi di berbagai daerah.

“Pemerintah memilih bungkam saat perusakan dan pembakaran Masjid Ahmadiyah di Sintang. Selain itu, terjadi juga pelarangan pembangunan makam Sunda Wiwitan di Kuningan, Jawa Barat,” jelas perempuan yang akrab disapa Like itu.

Tidak habis di situ, Like juga menjelaskan bahwa di sejumlah daerah, pembangunan rumah ibadah kelompok minoritas sulit direalisasikan. “Hingga saat ini, persoalan izin pembangunan rumah ibadah baru untuk Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor belum menemui titik terang,” ucap Like saat acara panggung perlawanan di Tugu Gempa, Kamis (28/10).

Selain kejadian tersebut, kata Like, masih banyak lagi kasus pelanggaran kebebasan beragama dan keyakinan (KBB). “Nyatanya, sampai saat ini, perlindungan kepada kelompok rentan belum menemukan titik temu,” ungkapnya.

Merujuk pada laporan SETARA Institute, sepanjang tahun 2020, terjadi 180 peristiwa pelanggaran KBB dengan 422 tindakan, 238 di antaranya dilakukan oleh aktor negara, sedangkan 184 di antaranya dilakukan oleh aktor non-negara. Dalam laporan tersebut, Sumbar masuk dalam daftar 10 besar provinsi dengan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Untuk itu, ia mendesak presiden untuk mampu menyelesaikan benang kusut keberagaman di Indonesia. “Kasus intoleran semakin menjadi-jadi lantaran suburnya politik identitas,” paparnya.

Like mengamati, kasus pelanggaran KBB yang berkembang di tengah masyarakat, bermula dari persoalan rakyat yang seringkali ribut membawa latar belakang keyakinan. Hal tersebut juga akan diperparah jika kondisi sosial maupun ekonomi masyarakat sedang buruk.

“Permasalahan agraria maupun buruh jika ada kaitannya dengan perbedaan agama, cenderung terjadi konflik,” sebut Like.

Like berpesan pemerintah maupun masyarakat dapat saling bahu-membahu mewujudkan kedamaian. Pelita sendiri, kata Like, telah aktif melakukan aktivitas dan pelatihan terkait keberagaman sejak awal dibentuk pada November 2019 lalu.

“Kami bakal terus aktif menyuarakan keberagaman, baik itu lewat pelatihan maupun advokasi kebijakan, seperti ikut mendampingi kasus siswi nonmuslim SMKN 2 Padang yang dipaksa berhijab,” tutupnya. (red)

Wartawan: Muhammad Iqbal dan Nada Asa

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

KSR PMI Bangun Jiwa Relawan Siaga Melalui Diklatsar

Next Post

Dugaan Pelecehan Seksual di UIN IB, Rektor: Kalau Ada Laporan, Kita Usut

Related Posts
Total
0
Share