PPMI Gelar Diskusi Publik : Tolak Keras Revisi RUU Polri

Tangkapan layar saat diskusi publik PPMI via zoom meeting. (Sumber: Ulmi/suarakampus.com)

Suarakampus.com- Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Polisi Republik Indonesia (Polri) pada Pasal 16 ayat 2 poin Q yang memungkinkan polri melakukan pemblokiran, pemutusan dan perlambatan akses internet dan Pasal 16 ayat 1 point Q yang bertentangan dengan akses selesitas dan proporsionalitas pada pembatasan standar HAM. Hal ini dibahas oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional dalam diskusi publik via zoom meeting, Selasa (25/06).

Selaku pemateri Fathul Khoir mengatakan, dengan revisi RUU Polri tersebut akan memberikan kewenangan lebih terhadap polri dan hilangnya kebebasan masyarakat.
“Kekuatannya semakin luas dan kuat, ” katanya.

Lanjutnya ia mengatakan, hal ini memicu semakin meningkatnya penyalahgunaan kekuasan oleh pihak berwajib. “Kewenangan penyadapan serupa yang dimiliki penegak hukum,” imbuhnya.

Ia memaparkan, akibat dari revisi RUU Polri tersebut dapat memberikan peluang lebih besar untuk Polri dapat balik badan sebagai lembaga yang sering diadukan. “Semua data dapat dikontrol oleh Polri,” jelasnya.

Fathul menyebutkan, hal ini dapat memunculkan konflik baru pada masalah sipil jika Pasukan Pengamanan Masyarakat (Pam) Swakarsa diterapkan.
“Karena polisi dapat menjadi komando dalam membina pengamanan masyarakat swakarsa,” ujarnya.

Selanjutnya ia menuturkan, revisi RUU tersebut dapat berpengaruh pada peningkatan usia pensiun. “Ini tentu dapat menghambat proses karir di tubuh kepolisian,” pungkasnya.

Selain itu, daftar kewenangan yang tidak jelas peruntukannya dapat menimbulkan tumpang tindih pada pembinaan. “Tata kelola Indonesia yang semakin lama berlarut-larut,” ucap Fathul.

Ia menambahkan, revisi RUU ini dinilai terburu-buru dan seharusnya ditolak. “Hal itu mengabaikan partisipasi publik yang sangat lemah dan ruang konotasi tidak dilakukan secara benar,” tegasnya.

Kemudian kata dia, jika nantinya disahkan kemungkinan besar akan terjadi penggunaan kekuasaan atau kewenangan yang berlebihan. “Polisi akan semakin liar dan internet sendiri bukan kewenangan polisi untuk mengontrolnya,” lanjutnya.

Oleh karena itu, ia mengajak semua kelompok atau masyarakat utuk kemudian merespon secara bersama-sama mengenai bahaya atau dampak dari revisi ini ketika disahkan. “Karena kalau kita diam tentu revisi UUD ini akan terjadi,” tutupnya. (rhm)

Wartawan: Ulmi Rahmadani (Mg), Siti Afriani Pratiwi (Mg)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Formari Tetapkan Zikri Maulana sebagai Ketum Terpilih Periode 2024

Next Post

Tunda Kepindahan, Ormawa UIN IB Sebut Fasilitas Kampus III Belum Memadai

Related Posts
Total
0
Share