Problematika Pembiayaan Platform Digital di Indonesia

Ilustrator: Isyana Nurazizah Azwar

Fadhlan Fakhri

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas

Pesatnya perkembangan teknologi digital, membawa banyak kemudahan bagi masyarakat, termasuk dalam hal akses pinjaman platform digital seperti pnjaman online ( pinjol). Namun, kemudahan ini justru menjadi bumerang bagi masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa. Banyak di antara mereka yang mengalami keterbatasan dana, untuk membiayai kebutuhan perkuliahan dan hidup sehari-hari. Biaya pendidikan yang semakin tinggi, perilaku hidup konsumtif sementara uang saku dari orang tua terbatas, mendorong mahasiswa mencari alternatif sumber pendanaan.

Riset dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukkan bahwa, rata-rata pinjaman untuk remaja di bawah usia 19 tahun mencapai Rp2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp2,5 juta. Namun, jumlah pinjaman ini lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan generasi muda Indonesia.

Kompasiana.com OJK dan survei Inventure 2024 menunjukkan bahwa banyak generasi muda yang terjerat pinjol dengan total kerugian sekitar 700 miliar. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima 381 pengaduan, dengan total kerugian sebesar 202,6 miliar pada 2024. OJK telah berhasil menutup sekitar 3.517 layanan pinjol ilegal yang merugikan masyarakat kita. Dampak pinjol yang ilegal berpotensi menjadi jeratan masalah bagi mahasiswa karena stress dengan beban hutang, menurunnya prestasi akademik. Dalam perjalanannya pinjaman platform digital selama ini, perlu disikapi secara bersama karena dalam aktifitas pinjaman online akan menimbulkan dampak terhadap keamanan data, maupun tindakan yang memberikan dampak tidak baik terhadap pengguna aplikasi pinjaman online. Seperti adanya tindak pengancaman, mengganggu privasi dan kekerasan fisik.

Berkaitan dengan kebijakan hukum pidana, terhadap perlindungan hukum bagi pengguna jasa pinjol ilegal di Indonesia dalam hal ini. Dalam hal ini kebijakan hukum pidana belum secara spesifik dapat mengatur terkait dengan pelaku pinjol ilegal tersebut karena, perjanjian yang dibuat antara pelaku pinjol dan pengguna pinjol adalah dalam bentuk perjanjian. Dan dikarenakan belum ada aturan yang secara khusus mengatur terkait dengan kasus pinjol yang terjadi yang berkaitan dengan data pribadi, maka ditinjau dari pelaksanaannya dapat digunakan beberapa peraturan perundangan yang berlaku untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Otoritas Jasa Keuangan, dalam menyikapi aktivitas pinjaman online. Aplikasi pinjaman online saat ini cukup kompleks, mengingat bahwa masih banyak tindakan perusahaan pemberi layanan keuangan ini, tidak semuanya terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Dengan demikian semua perusahaan pinjaman online yang tidak terdaftar akan memberikan pelayanan yang menimbulkan konsekuensi hukum, seperti tindak pidana. Koordinasi para pihak seperti OJK, Bareskrim Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kementerian Koperasi dan UKM RI dan Bank Indonesia merupakan stakeholder yang dapat melakukan garis pengawasan, untuk memberikan efek jera terhadap perusahaan pinjaman online baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar.

Perkembangan keberadaan industri platform digital di Indonesia telah diatur oleh lembaga yang berwenang yang bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen pengguna platform pinjaman digital tersebut. Pada pengaturan regulasi yang diatur oleh beberapa lembaga yang berwenang yaitu Otoritas Jasa Keuangan, dengan koordinasi dengan pihak lainnya yaitu Bank Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.

Sebagaimana para pihak berwenang ini tentu, sangat menentukan terhadap arah dari regulasi yang akan di atur dalam kebijakan ekonomi digital terutama terhadap platform pinjaman digital ini. Perlindungan hukum konsumen pinjaman online diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016.  Walaupun sudah ada regulasi dan undang-undang untuk melindungi konsumen. Tapi, masih banyak juga terjadi kekerasan dan tindak pidana terhadap konsumen pinjaman online terutama dilakukan oleh platform yang tidak mempunyai izin dari pihak berwenang. Ini menunjukkan bahwa kurangnnya pengawasan dan tindakan tegas dari pihak yang berwenang seperti OJK, BI dan Kominfo. Pihak OJK akan melakukan proses kerjasama dengan perbankan, terhadap rekening pinjaman online yang tidak terdaftar dengan cara melakukan pemblokiran. Adanya proses pelarangan terhadap industri jasa di bidang keuangan, untuk tidak memfasilitasi pinjaman online yang tidak terdaftar serta memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap aktivitas pinjaman online.

Pihak Bareskrim Polri akan melakukan proses pengaduan pinjaman online yang tidak terdaftar, dengan berkoordinasi kepada pihak polda dan polres yang ada di seluruh Indonesia. Hasil dari koordinasi tentu akan memberikan akses untuk layanan pengaduan dengan menindaklanjuti pinjaman online yang tidak terdaftar berdasarkan dari satgas waspada investasi.

Penindaklanjutan yang dilakukan tentu, akan dilakukan proses hukum terhadap pinjaman online ilegal; Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika RI akan memberikan layanan kepada masyarakat dengan melakukan cyber patrol serta pemblokiran terhadap situs yang terindikasi aplikasi pinjaman online yang tidak terdaftar. Melakukan edukasi dan sosialisasi secara aktif kepada masyarakat terhadap aktivitas pinjaman online.

Pihak Bank Indonesia, akan melakukan proses pelarangan terhadap payment gateway dan Perusahaan Transfer Dana bekerja sama atau memfasilitasi pinjaman online yang tidak terdaftar. Walaupun pihak-pihak yang berwenang diatas sudah menetapkan regulasi, dan aturan yang jelas tapi, masih banyak juga bermunculan platform pembiayaan online ini yang merugikan masyarakat. Pembiayaan digital ini selalu memperbarui modus dan teknologinya yang selalu berubah-ubah dan semakin canggih. Serta, posisi mereka yang berbasis di luar negeri sangat menyulitkan para pihak terkait untuk menjerat mereka secara hukum karena posisi mereka di luar teritorial hukum Indonesia. Tindak lanjut dan pelacakkan para pelaku akan semakin sulit karena harus bekerjasama dengan Interpol (Polisi Internasional). Dan hal ini harus dilakukan dengan lebih banyak melibatkan Kementerian lainnya seperti Kementerian luar negeri dan beberapa Kementerian lainnya.

Faktor penting dari sulitnya memberantas tuntas pembiayaan platform digital ini adalah, masih minimnya pemahaman masyarakat sehingga mudah tergoda saat ditawari modus penipuan. Juga, belum memadainya pemahaman masyarakat terhadap bahaya dari penawaran-penawaran ilegal seperti ini. Kedepannya, pemerintah dengan pihak yang terkait lebih meningkatkan edukasi kepada masyarakat, tentang pembiayaan platform digital ini agar, tidak ada lagi korban dari kejahatan pembiyaan online ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

“Kartini Saja”: Menolak Dimitoskan, Merawat Perjuangan yang Belum Selesai

Next Post

Rektor UIN Imam Bonjol Tanggapi Tuntutan Mahasiswa Terkait SEMA-U dan Kasus Pelecehan

Related Posts