Penulis : Ummi Nadia
(Mahasiswa Prodi Psikologi Islam UIN Imam Bonjol Padang)
Pada 07 Januari 2025, pemerintah Indonesia secara resmi meluncurkan program makan siang gratis, sebuah inisiatif besar yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Program ini bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi bagi masyarakat yang membutuhkan, termasuk anak-anak sekolah dasar, serta ibu hamil dan menyusui. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah gizi buruk dan stunting yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia masih berada pada angka 21,6% pada tahun 2024. Program ini bertujuan menurunkan angka tersebut menjadi di bawah 14% pada tahun 2027. Anak-anak yang mendapatkan asupan gizi yang baik diharapkan memiliki konsentrasi belajar yang lebih optimal, sehingga prestasi akademik mereka dapat meningkat.
Program makan siang gratis dirancang sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan gizi masyarakat sekaligus mendorong ketahanan pangan lokal. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyatakan bahwa program ini merupakan wujud nyata keadilan sosial, di mana setiap warga negara berhak mendapatkan akses terhadap makanan bergizi.
Pelaksanaan program ini didukung oleh anggaran yang signifikan. Pada tahun pertama, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp71 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa dana ini bersumber dari efisiensi belanja negara, optimalisasi penerimaan pajak, dan realokasi anggaran dari program-program yang dinilai kurang efektif.5
Namun, langkah ini menuai kritik karena sebagian masyarakat merasa istilah “gratis” tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan. Dana tersebut, pada akhirnya, berasal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat. Banyak yang berpendapat bahwa program ini hanya memindahkan beban tanpa benar-benar meringankan tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat.
Selain itu, untuk mendukung tambahan anggaran, Presiden Prabowo bersama pemerintah China telah menyepakati nota kesepahaman di berbagai sektor dengan nilai mencapai US$10 miliar, atau sekitar Rp157 triliun. Sebagian dana dari kerja sama ini dialokasikan untuk mendukung program makan bergizi gratis. Namun, langkah ini juga menuai kritik dari sejumlah pengamat yang menilai bahwa kerja sama tersebut kemungkinan besar berbentuk pinjaman.
Tantangan terbesar dari program ini adalah keberlanjutan anggaran. Dengan proyeksi total biaya mencapai Rp460 triliun dalam lima tahun ke depan, pemerintah perlu memastikan bahwa anggaran tersebut tidak mengganggu alokasi untuk sektor-sektor vital lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan.
Setiap paket makanan diperkirakan memiliki biaya sekitar Rp10.000 per anak. Biaya tersebut mencakup penyediaan makanan, distribusi, dan pengawasan kualitas. Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah angka ini cukup untuk menyediakan makanan bergizi dengan kualitas yang memadai.
Pada hari pertama pelaksanaan, program ini berhasil mendistribusikan sekitar 570.000 paket makanan di berbagai daerah. Menu makanan yang disajikan cukup bervariasi, seperti nasi dengan lauk ayam teriyaki, buah-buahan, dan sayuran. Pada daerah dengan produksi susu yang tinggi, seperti Jawa Barat, anak-anak juga mendapatkan tambahan susu dalam menu mereka.
Pelaksanaan di lapangan tidak luput dari kritik. Beberapa masyarakat mengeluhkan kualitas makanan yang dinilai kurang sesuai dengan selera mereka. Dilansir dari sebuah konten di platform TikTok, seorang pelajar SMA Negeri 10 Makassar mengungkapkan bahwa sayur yang disajikan kurang matang dan terdapat buah busuk yang tidak layak konsumsi. Namun, di sisi lain, beberapa siswa di SDN Karawang menyambut gembira makanan gratis yang diberikan dan berharap program ini dapat terus berjalan di masa mendatang.
Program ini direncanakan akan diperluas secara bertahap hingga mencapai 82,9 juta penerima manfaat pada tahun 2029. Meskipun demikian, tantangan terkait logistik, kualitas gizi, dan keberlanjutan anggaran menjadi perhatian utama. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini tidak hanya menjadi solusi sementara, tetapi juga mampu memberikan dampak jangka panjang dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program makan siang gratis yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo merupakan langkah besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai tantangan di lapangan, mulai dari keberlanjutan anggaran hingga efisiensi distribusi.
Masyarakat berharap program ini tidak hanya menjadi sekadar janji politik, tetapi benar-benar memberikan dampak positif yang nyata bagi kehidupan mereka. Bagaimanapun, rakyat kecil adalah pihak yang paling merasakan dampak dari setiap kebijakan pemerintah, baik positif maupun negatif.
Ke depan, transparansi, pengawasan yang ketat, dan partisipasi masyarakat akan menjadi kunci utama keberhasilan program ini. Apakah program ini akan menjadi solusi jangka panjang atau hanya sebatas kebijakan populis? Waktu yang akan menjawabnya.