Suarakampus.com- 76 pekerja didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Pengadilan Negeri Padang, yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT Inkud Agritama pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pasalnya, sejak Maret 2018 hingga Oktober 2019 lalu perusahan hentikan pembayaran gaji pekerja.
Kepala Bidang Isu Buruh LBH Padang, Sri Hartini mengatakan pekerja lakukan pelaporan ke Pemerintah Daerah dan DPRD Pasaman Barat, agar ada tindak lanjut untuk kasus ini. “Bahkan sebagain di rumahkan tanpa status yang jelas,” katanya, Jumat (18/03).
Lanjutnya, tidak hanya itu, pekerja juga lakukan mogok kerja serta lakukan aksi demostrasi kepada Bupati Pasaman Barat. Namun tidak ada solusi yang didapatkan, sehingga pekerja lakukan pelaporan kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sumatra Barat untuk melakukan perundingan. “Disnaker keluarkan anjuran Nomor: 565.266.HI-Was/2019 pada 27 Agustus 2020,” ucapnya.
“Anjuran ini dilakukan agar pihak perusahaan berikan pesangon, uang masa kerja, dan uang pengganti hak lainnya,” tambah ketika menyampaikannya secara tertulis.
Kemudian, pihak LBH Padang ajukan gugatan pada 17 September 2021 lalu ke Pengadilan Hubungan Industrial, dengan register perkara Nomor: 36/Pdt.Sus.PHI/2021/PN/PDG dan Nomor: 37/Pdt.Sus.PHI/2021/PN/PDG.
Sementara itu, kata Sri Majelis Hakim memutuskan perkara yang pada pokoknya mengadili dalam eksepsi menyatakan tergugat tidak dapat diterima secara keseluruhan, mengabulkan gugatam para penggugat untuk sebagian. “Menyatakan putus hubungan kerja antara para penggugat dengan tergugat sejak putusan ini dibacakan,” tegasnya.
Kendati demikian, tergugat bakal dikenakan hukuman dengan membayar kekurangan upah yang belum, serta uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja dengam jumlah Rp 1.618.577.020 dan Rp 1.944.133.928 berdasarkan perkara Nomor 37. “Total yang berhak diterima oleh 76 pekerja sebesar Rp 3.562.710.948,” jelas kepala bidang isu buruh LBH Padang itu.
Sri menjelaskan, bahwa Majelis Hakim hanya memutuskan setengah dari tuntutan yang diajukan pihak LBH Padang dengan total sebanyak Rp 6.063.758.948. Pasalnya, perusahaan mengalami kesulitan secara finansial sehingga pekerja hanya dapatkan 0,75 untuk uang pesangonnya.
Adapun hal ini berlandaskan pada pasal 40 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor: 35 Tahun 2021 tentang perjanjian waktu tertentu, alih daya, waktu kerja, waktu istirahat, serta putusan hubungan kerja. “Namun hal demikian ini merugikan pekerja yang berdampak menghilangkan setengah hak mereka,” pungkas dia.
Sri menuturkan, putusan hakim yang menyatakan pemutusan hubungan kerja sah apabila dalam keadaan memaksa dengan alasan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. ” Ini tentu sangat disayangkan, padahal pihak perusahaan sendiri tidak mampu menghadirkan bukti audit keuangan dalam proses pengadilan tersebut,” tuturnya.
“Situasi semakin runyam setelah UU Nomor 13 Tahun 2003 direvisi, sehingga berdampak pada pemberiaan diskon besar-besaran kepada perusahaan yang merugikan masyarakat,” tegasnya.
Perwakilan Pekerja, Antoni berharap kepada pihak perusahaan agar mematuhi putusan hakim dengan segera melakukan pengembalian hak pekerja tersebut. Menginjak dua tahun menunggu dengan janji-janji yang diberikan kepada pekerja. “Sebenarnya uang ini bakal kami gunakan untuk melanjutkan kelangsungan hidup pasca di PHK,” harapnya. (ndn)
Wartawan: Redaksi