Rumput Tetangga

Ilustrasi Cerpen (Foto: Meccarani/suarakampus.com).

Oleh: Firga Ries Afdalia

Tut..tut..tut… Nada sambung itu berbunyi sekaligus mengakhiri percakapan. Kebiasaan kaum rebahan menghabiskan akhir pekan dengan rumpian tingkat emak-emak yang sedang beli sayuran di perempatan. Ahh… sangat sulit diungkapkan, yang jelas merumpi telah menjadi asupan gizi dan vitamin bagi para jomblo lovers yang kesepian. Wkwkwkwk..

Rumput tetangga terbentuk ketika virus corona melanda. Teknologi telah berhasil meracik pertemuan tanpa harus berpapasan. Memudahkan kaum rebahan untuk meet up di kamar dengan memegang gawai masing-masing. Grup rumput tetangga menjadi manifestasi hot news disetiap harinya. Seluruh anggota grup memainkan peran lebih dari seorang wartawan entertaiment sekalipun dan setiap data akan dipresentasikan disetiap pekannya.

Personil grup yang tidak kurang dari lima orang itu selalu merangkum informasi yang aktual dan terpercaya. Tak hanya seputar kampus dan perkulihan, tapi juga dosen dan lingkungan sekarang, hingga pasangan baru yang terpaksa LDR-an. Mulai dari info cowok terkeren hingga ke topik dosen yang menjengkelkan. Satu persatu akan dikupas secara tajam dari sumber yang beragam dan menghasilkan asumsi sendiri dengan gelak tawa yang terpingkal.

Lela selalu mengabarkan kisah asmara teman-temannya yang ditikung virus korona. Katanya mereka terpaksa berpisah karena harus kembali ke kampung halaman masing-masing. Lela seorang jagoan yang paling pandai memaparkan cerita walau terkadang tak sesuai realita sepenuhnya. Tapi setidaknya, laporannya itu dapat memanaskan suasana yang telah lama dingin kayak kutub es di utara. Dengan ekspresinya yang meyakinkan dapat menghipnotis anggota yang sedang menyaksikan.

“Kalian tau ga, kalo si O baru aja jadian sama si A efek kesepian,” ucapnya.

“Wah wah… parah ni, gue liat yang lain juga pada bikin story jadian yang terpaksa LDR-an,” sambung Junet yang selalu update data cowok terkeren.

“Bahkan ABG yang brewok itu katanya juga bakal sold out dalam waktu yang dekat,” tambahnya.

OMG… Seriously..???? Keknya jodoh kalian juga bakal dipatok orang tu,” ejek Nana seperti Biasanya.

“Eh… Santai aja kali, kuliah yang benar aja dulu, jodoh ma gak bakal kemana atu guys,” Rara menimpali.

Kalo sama si do’i kagak bisa santai aing mah, bisanya mantai,” kali ini Lulu juga angkat suara menertawakan keanehan kawan-kawannya.

Begitulah rutinitas rumput tetangga, menyesuaikan suasana baru dari tempat yang berbeda-beda. Pembahasan kuliah tentu ada, namun pembahasan do’i selalu menajdi prioritas pertama. Mereka gak segenit itu, toh buktinya mayoritas mereka gak ada pasangan, baru Janet yang menemukan pendampingnya, melewati hari-hari luar binasa efek penikung yang merajalela. Kerap kali ada yang ingin menikungnya, tapi untung aja dia bisa menjaga keseimbangan di atas rata-rata.

Sementara, Rara cewek emosional yang suka ngegas dan suka mengulik teori cinta dari perspektif novel yang dibacanya. Rara sering mengatakan orang yang jatuh cinta tidak pada tempatnya itu antara lugu, bego, atau bodoh. Padahal dia juga menyukai orang tidak pada tempatnya. Rara paling ribet di antara yang ribet, paling lalai di antara yang lalai serta teroptimis di antara orang pesimis. Yaaahh.. dia emang optimis dan realitis, dia tidak suka menghabiskan waktu untuk suatu yang sia-sia. Jadinya ketika perkumpulan itu datang, ia selalu saja mengalihkan obrolan pada topik mata kuliah yang sangat membosankan.

Lela yang kelihatan genit juga mempunyai intelektual yang tinggi. Ia mampu memaparkan perkara sejarah dari aneka sudut pandang yang berbeda. Cuma tingkat percaya dirinya saja yang sangat minim yang mengakibatkan perkembangannya di kampus tidak segemilang Rara. Tapi dia bisa jadi partner kerja sekaligus sahabat yang diimpikan.

Nah, untuk Nana dan Lulu dilihat dari fisik bak siang dan malam. Tapi dari segi sifat bak angka satu dan dua, sama-sama takut nikah. Wkwkwk pecinta korea dan hobi berpetualang. Untuk masalah si doi mah mereka no comment dan lebih sering jadi pendengar.

Pada awalnya pertemuan dan perkuliahan daring kerap terasa asing, namun setelah dijalani malah menjadi kebiasaan. Alhasil ilmu yang didapat selama daring hanya nangkring pada gawai yang senantiasa dipakai. Lambat laun kebiasaan baru ini akan menjadi rutinitas pembodohan kaum intelektual yang tengah tumbuh berkembang. Salah penggunaan media tentu akan menghantarkan pada jurang kegelapan ilmu pengetahuan.

Daring mampu menambah berat badan, mengikis pengeluaran, sekaligus ilmu pengetahuan. Rara yang paling menikmati perkuliahan daring. Hingga ia resmi dapat julukan kaum rebahan. Dia lebih senang belajar dan baca novel di kamar. Namun situasi yang demikian kerap bermuara pada hasil yang mengecewakan. Hal itulah yang bikin perasaan Rara nanar gak karuan. Gimana gak nanar, hasil yang ia dapatkan gak sesuai dengan usaha yang ia kerjakan.

Nah.. kekecewaan ini akan berujung pada aksi menyalahkan dosen yang gak bener ngasih pembelajaran, hingga nilai yang dikeluarkan juga gak karuan. Obrolan akhir semester emang demikian, berisi umpatan atas nilai yang berantakan. Seperti mayoritas mahasiswa lainnya, yang paling anti disalahkan dan selalu merasa benar walaupun sudah berbuat salah. Rumput tetangga ini diwarnai pola pikir yang beragam hingga ada yang jutek akan semua hal termasuk hasil pembelajaran.

“Aku mah selow aja, mau dibawa kemana sih itu nilai?,” ucap Lulu datar.

“Kemasukan jin apaan Lu? nilaikan juga berpengaruh buat aset masa depan,” bantah Lela.

Pada akhirnya percakapan itu berakhir tanpa solusi dan berlanjut dengan komunikasi antara Lela dan Rara yang tentu belum puas dengan semuanya.

“Kamu tau gak Ra, Tono yang jarang kuliah aja dapat nilai A, nah kita yang paling duluan ambil absen, malaahhh..?” protes Lela pada Rara.

“Sudahlah gak ada yang bisa kita ungkit lagi, kepalaku terasa mo pecah kalo ingat semuanya,” keluhnya lesu.

“Dodot yang nyonteknya ke aku juga dapet A, nah aku yang nanggung apesnya,” lanjutnya.

“Itulah Ra, keknya apesnya emang kebagian ke kita aja, yang lain mah pada senang semua,” umpat Lela.

Percakapan itu kembali berakhir dengan kekecewaan yang tak berkesudahan. Rara berusaha menerima keadaan dan meredam kekecewaan. Walaupun kondisi yang begini selalu ia temui disetiap akhir semesternya, namun kali ini terasa lebih mendalam karena harapan yang berlebihan. Nilai yang ia peroleh gak jelek-jelek amat, namun belum menempati kesempurnaan. Beberapa hari ke depan grup sunyi. Semua anggota pada liburan, hanya Rara yang masih memendam rasa yang gak karuan. Hingga akhirnya Rara mencurahkan isi hatinya pada sosok mentari yang selalu menerangi keluarga dan menciptakan suasana happy disetiap harinya. Iya.. Hanya pada ibulah tempat berpulangnya seorang anak ingusan yang baru beranjak dewasa. Walaupun telah mencoba mencari inspirasi pada beberapa relasi, namun tetap nasehat ibulah yang paling dinanti.

“Bu, kenapa ya aku tidak seberuntung teman-temanku? mereka bisa dapat masuk di universitas ternama dengan nilai yang disukainya. Sedangkan aku,” bisik nada lesu dipangkuan ibunya.

“Itu mah biasa, sejatinya kita punya porsi susah dan senang yang sama, hanya keadaan aja yang berbeda. Orang yang terlihat bahagia juga belum tentu bahagia, kita kan gak tau isi hati orang lain. Orang mungkin juga berpandangan kalo kamu orang yang beruntung, dapat kuliah dengan beasiswa, nilai kamu juga nyaris sempurna kan,” buk Inah menasehati.

“Iya bu, tapi…?” protes Rara.

“Gak ada tapi-tapian Ra, coba deh sebelum nyalahin orang lain, diingat-ingat dulu perjalanan yang udah kamu lakukan,” pinta ibunya.

“Iya bu, aku udah belajar maksimal bu,” sifat keegoisan Rara meronta-ronta.

“Ya sudah tak apa… Anggap saja ini teguran, siapa tau ada kesalahan yang tak sengaja kamu lakukan. Lain kali jangan pernah bandingkan kenikmatan yang kita miliki dengan punya orang lain, karena sesungguhnya kita juga mempunyai porsi yang sama, hanya diberikan di waktu yang berbeda aja. Anggap aja tabungan kekecewaan ini sebagai investasi kebahagiaan untuk hari esoknya,” ibunya berusaha meredam keegoisan yang telah menguasai putri sulungnya.

“Ya sudalah bu, ibu mungkin benar. Hanya tingkat bersyukurku saja yang kurang. Semoga aja hal ini bisa jadi pembelajaran dan gak terus-terusan berulang,” harap Rara yang sepertinya sudah mulai berdamai dengan keadaan.

Beberapa pekan terlewatkan tanpa adanya pertemuan. Hingga pada akhirnya kebisingan kembali menyapa dengan menghantarkan kabar duka terkait Janet yang tengah sakit. Janet memang memiliki kondisi fisik yang amat lemah, ia juga membutuhkan asupan perhatian melebihi yang lainnya. Namun yang ia dapati malah berbagai ancaman dari orang yang tidak dikenal. Gak tau maksud dan tujuan, yang jelas setan itu selalu menggangu Janet dan melontarkan perkataan kasar yang tidak manusiawi. Ditambah beban mental efek nilai yang dimakan korona. Hingga kondisinya pun melemah dan harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan asupan. Pada kondisi yang demikian rumpian tak lagi dapat memberikan asupan vitamin agar tetap bertahan.

Gak ada yang bisa mereka lakukan selain berdoa dari kejauhan. Beberapa menit mereka mengalami kebisuan dengan asumsi masing-masing. Hingga akhirnya Rara angkat bicara.

“Kalian ngerasa gak guys, kalo kita itu telah ngelakuin kesalahan?” ucapnya.

“Kesalahan apa maksud mu Ra?” cercah Nana.

“Itu loh, kita terlalu memperhatikan orang lain, hingga lupa memperhatikan diri kita sendiri. Kita gak pernah membahas kesalahan kita, justru kita selalu mencari pembenaran atas apa yang telah kita lakukan,” jelas Rara datar.

“Aku rasa kita udah benar sih, itukan bukan hal serius. Cuma gurauan buat nambah stamina aja. Walaupun iya sih, kita tu kurang bersyukur,” Nana menimpali.

“Nah…nah itu tu yang dibilang ibuku kemaren. Pas aku ngeluh dapat hasil akhir yang gak memuaskan,” jawab Rara membenarkan.

Yaudah deh, mulai sekarang grup ini kita ganti nama aja jadi rumput yang bergoyang. Keknya emang kesalahan dari awal sih, masa iya grup kita namanya rumput tetangga,” Lela memberikan kesimpulan.

Pembicaraan berakhir dengan segudang harapan perbaikan, inginnya pertemuan dan doa kesembuhan untuk si Janet yang terbaring lemah di rumah sakit. Mereka berharap agar keadaan kembali pulih dan pembelajaran kembali normal.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Teka-Teki SJ-182

Next Post

Pempek, Jajanan Fenomenal Asal Palembang

Related Posts

Kenangan dan Luka

Oleh: Lisa Septri Melina Memendam nyatanya tak mampu untuk menyembuhkan luka. Diam nyatanya tak sanggup menghilangkan rindu. Berbicara…
Selengkapnya
Total
0
Share