Berilmu saja tidak cukup, karena yang sempurna harusnya Beradab dan Berilmu: Bagi Pendidik maupun Peserta didik
Judul Buku : Adab di atas Ilmu
Penulis : Imam Nawawi
Penerbit : DIVA Press (Anggota IKAPI)
Cetakan : I, Januari 2021
Tebal : 200 halaman; 14×20 cm
ISBN : 978-623-293-165-7
Resensiator : Huurrum Nur Muharom, Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Imam Bonjol Padang
Sepintar apapun seseorang, namun jika ia tidak memiliki adab, gugurlah nilai semua pengetahuannya dan tidak dapat dijadikan rujukan, tidak pula memproduksi kebaikan-kebaikan. Jasanya pun tidak ada artinya jika tidak dihiasi dengan tata krama. Hal ini dikarenakan adab merupakan pondasi agama. “Aku diutus hanya untuk memperbaiki adab-adab (yang baik),” sabda dari Nabi Muhammad Saw.
Buku Adab di Atas Ilmu merupakan buku karya terbaik Imam Nawawi, buku yang menjadi rujukan utama tentang pentingnya mendahulukan Adab daripada ilmu pengetahuan lainnya. Tidak hanya bagi peserta didik, namun juga bagi tenaga pendidik sekaligus. Tentu saja, keberadaan buku semacam ini teramat penting di zaman sekarang, di mana banyak orang telah meninggalkan proses belajar dari dada ke dada dan beralih ke proses belajar dari kuota data ke kuota data lainnya.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang buku ini, alangkah baiknya kita kenali dulu sosok penulis yang luar biasa ini. Imam Nawawi adalah sosok ulama yang bisa memadukan aktivitas ke ilmuan dan aktivitas peribadatan secara proporsional dalam kesehariannya. Salah satu bentuk keistiqamahan sang Imam dalam beribadah adalah melanggengkan puasa di siang hari (shaim ad-dahr), dan shalat di malam hari (qaim al-lail).
Aktivitas peribadatan yang juga dilakukan oleh sang Imam setiap hari adalah selalu membaca al-Quran dan senantiasa berdzikir. Hal ini dilakukan sang Imam dengan penuh kesadaran agar keteguhan niatnya dalam belajar tidak terganggu oleh hal-hal duniawi. Oleh karena itu, ia hanya mementingkan pencapaian akhirat yang kekal (hlm. 12-13).
Lalu buku ini didasarkan pada kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim wa al-Mufti wa al-Mustafti karangan Imam Nawawi yang diterjemahkan. Adapun Pembahasan dalam bab pertama bukunya, Imam Nawawi menjelaskan tentang keutamaan ilmu, dan Imam Nawawi menekankan pentingnya kewajiban menuntut ilmu bagi umat muslim.
Bagi mereka, terutama tertarik untuk belajar atau mencari ilmu, buku ini berisi komentar dari ulama Muslim dan al-Qur’an. Misalnya, Sahabat Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, “Ilmu akan mendatangkan kemuliaan, sedangkan kehilangan akan mendatangkan kehinaan.” Lalu, Muadz RA. memberikan motivasi bagi keilmuan tentang pentingnya ilmu dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Selain dasar-dasar ilmu, buku ini juga membahas beberapa topik yang sangat penting bagi mahasiswa pendidikan, yaitu adab atau etika yang harus diterapkan. Ada beberapa hal yang harus selalu dipahami dan diterapkan oleh guru dan siswa ketika belajar dan mengajar orang lain.
Dalam buku ini, Imam Nawawi dengan gamblang memaparkan tiga puluh tiga kebiasaan yang harus dipenuhi seorang guru dalam mengajar, dan tujuh kebiasaan yang harus dipenuhi seorang murid dalam belajar. Seharusnya, ketika seorang guru atau orang yang berpengalaman ditanya sesuatu yang tidak sepenuhnya mereka pahami, mereka tidak selalu menjawab secara langsung.
Dalam buku ini, kaidah pertama dalam belajar adalah seorang guru harus menjadikan ibadah kepada Allah SWT sebagai tujuan saat belajar maupun mengajar. Ia tidak boleh aktif mencari keseruan duniawi, seperti meperkaya diri atau ingin dikenal. Selain itu, setiap guru harus selalu mempraktikkan penilaian yang baik. Oleh karena itu, setiap tindakan harus sesuai dengan ajaran agama yang tepat.
Menurut Imam Nawawi, “Seorang guru harus hidup sederhana agar dapat mengatur kebutuhannya sendiri dan menghindari ketergantungan pada dunia luar.”
Sementara itu, dijelaskan dalam buku ini adab yang harus dipenuhi oleh seorang murid, antara lain: harus senantiasa rendah hati terhadap ilmu yang ia pelajari, juga terhadap guru yang mengajarinya. Karena dengan kerendahan hati ia memperoleh pengetahuan. Para ulama menegaskan: “Ilmu itu memusuhi segala keangkuhan (kesombongan), karena air tidak pernah mengalir ke tempat yang tinggi.”
Murid juga harus bisa melihat kaki gurunya. Dengan kata lain, ia harus mampu memposisikan gurunya sebagai seseorang yang layak dihormati. Dia juga harus percaya bahwa gurunya adalah orang yang kompeten, berpengetahuan dan berpengalaman. Oleh karena itu, ia dapat memperoleh banyak manfaat dari materi yang diajarkannya, (hlm. 117-118).
Lanjut, pada buku Imam Nawawi bab kelima tentang adab antara guru dan murid. Menurutnya, “Guru dan siswa tidak bisa sama-sama berbagi tugas dan tanggung jawab.” Guru atau siswa tidak boleh mengajukan pertanyaan yang mengganggu atau membingungkan dengan maksud mempermalukan mereka.
Imam Nawawi ingin menekankan pentingnya adab melalui karya ini. Beliau banyak mengajarkan tentang tata krama yang harus dimiliki guru dan siswa. Karena ketika memiliki adab, secerdas apa pun seseorang, semua ilmunya gugur dan tidak bisa dijadikan acuan, dan ia tidak menghasilkan kebaikan apapun.
Secara keseluruhan, buku tentang Ilmu Adab merupakan buku yang sangat relevan dengan kehidupan saat ini, bagus dan menarik untuk dibaca. Informasinya sangat rinci dan menyeluruh, memperluas pandangan pembaca tentang praktik terbaik dalam belajar mengajar. Beberapa informasi juga disertai dengan kutipan dari al-Qur’an atau Hadits untuk mendukung klaim tersebut.
Tentunya setiap karya pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing bagi pembaca. Mengenai kekurangan buku ini, ada beberapa kata yang tidak baku dan kurang dipahami, serta penjelasannya sangat panjang dan banyak poinnya, sehingga agak sulit dipahami oleh pemula.